Mufti Menk: Islam Ajarkan Kebahagiaan dari Rasa Puas Terhadap Hal Kecil

Mufti Menk menceritakan kisah seorang pria dan keinginannya yang tak pernah usai.

Republika/Mahmud Muhyidin
Mufti Ismail Menk bersiap menyampaikan tausiyahnya di Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta, Kamis (4/10).
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai seorang manusia yang merupakan makhluk sosial dengan keinginan tertentu, ada kalanya merasa tidak pernah puas dengan apa yang sedang dimiliki. Bahkan, tidak jarang ada yang merasa ingin memiliki barang lain yang dipunya orang, baru dengan begitu bisa merasa bahagia.

Terkait kebahagiaan dan rasa memuaskan diri sendiri ini, Mufti Menk selaku cendekiawan Islam asal Zimbabwe mencoba membagikan pandangannya, yang dikaitkan dengan Islam. Dalam artikelnya di About Islam, ia bercerita tentang kisah seorang pria dan keinginannya yang tak pernah usai.

Suatu kala, ada seorang pria yang mendapat bisikan seperti ini: "Kamu akan mendapatkan apa pun yang kamu minta, dan musuhmu akan diberikan dua kali lipat dari apa yang kamu minta."

Pria ini pun berpikir. Menurutnya, jika ia mengatakan tidak akan mengambil kesempatan itu karena akan iri dengan apa yang temannya dapatkan, ia merasa akan merugi.

"Saya terjebak dalam sebuah situasi sulit. Biarkan saya mulai meminta sesuatu dan lihat apa yang terjadi!" ucap dia kemudian.

Ia pun mulai menyampaikan keinginannya atas sebuah rumah besar yang diisi dengan segala sesuatu yang terbaru. Bak sebuah sihir, apa yang ia inginkan pun ada di sana.

Kemudian, ia mulai melihat ke seberang jalan dan musuhnya ternyata memiliki rumah berukuran ganda tepat di depannya.

Pria ini pun berkata, "Oke, saya ingin segunung emas.", dan ia mendapatkannya. Tak lama, temannya itu juga mendapat dua gunung emas lainnya.

Baca Juga

Tidak berhenti di situ, ia pun mulai serakah dan berkata, "Oke, kamu akan memberi musuhku dua kali lipat. Aku ingin kamu menakutiku setengah mati!" Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada musuhnya.

Dari kisah ini, Mufti Menk berkata pria telah mendapatkan apa yang ia inginkan, tetapi masih merasa khawatir tentang apa yang orang lain punya. Hal ini hanya akan menimbulkan rasa depresi.

"Anda menjadi depresi, bukan karena Anda tidak memiliki kecukupan, tetapi karena Anda melihat apa yang orang lain dapatkan! Tapi kamu sudah cukup memiliki semuanya," kata dia. Begitulah buruknya manusia.

Sementara dalam Islam, ketika seseorang mengatakan ia mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri, maka itu merupakan hal yang bersungguh-sungguh. Ia akan berdoa untuk orang yang dicintai, meminta Allah memberkati mereka dan memberi mereka kepuasan.

"Ingat, kebahagiaan tidak datang dengan angka, kebahagiaan datang dengan kepuasan. Puaslah dengan apa yang telah Allah limpahkan kepadamu," ujar pria yang dinobatkan sebagai salah satu dari 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia sejak 2010 ini.

Dengan rasa syukur dan ini tidak berarti seseorang itu lantas tidak bekerja untuk lebih. Dalam batas-batas yang diizinkan Allah SWT, ia akan bekerja lebih banyak.

Mufti Menk pun menyebut tidak buruk memiliki banyak kekayaan. Namun, membiarkan hal itu merusak sikap dan karakter seseorang adalah hal yang buruk.

"Sebaik-baik manusia adalah mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan, serta mereka lebih rendah hati daripada mereka yang tidak memiliki kekuasaan dan kekayaan. Itu yang terbaik," ucap peraih gelar Doktor Bimbingan Sosial dari Universitas Aldersgate itu.

 
Berita Terpopuler