Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Beda Respons Wapres dan Abraham Samad

Putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK picu pro kontra

ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Gedung KPK (ilustrasi). Putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK picu pro kontra
Rep: Flori Sidebang, Fauziah Mursid Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penambahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari semula empat tahun menjadi lima tahun melalui keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat respons beragam, antara lain dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan mantan Ketua KPK, Abraham Samad. 

Baca Juga

Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan Pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

"Saya kira itu kan memang putusan MK itu kan final and binding, jadi itu sudah menjadi ketentuan. Oleh karena itu, pemerintah di sini kan menerima ya putusan Mahkamah Konstitusi," ujar Kiai Ma'ruf saat ditemui wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Kiai Ma'ruf berharap dengan perpanjangan masa jabatan menjadi lima tahun membuat penanganan korupsi menjadi lebih efektif. Hal ini karena pimpinan KPK mempunyai cukup waktu untuk menangani masalah pemberantasan korupsi di Indoensia.

"Kita harapkan bahwa dengan diperpanjangnya masa jabatan dari 4 ke 5 tahun lebih lebih baik, lebih efektif ya, sehingga dia punya rentang waktu yang cukup untuk menangani masalah korupsi, barangkali kalau pemerintah seperti itu," ujarnya.

Namun, saat ditanyai apakah putusan tersebut akan langsung berlaku kepada pimpinan KPK periode saat ini, Kiai Ma'ruf menunggu tindaklanjut dari MK. Sebab, pemerintah belum membaca putusan MK tersebut. "Kita menunggu putusannya MK," ujar Kiai Ma'ruf.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini juga berharap MK menjelaskan putusan tersebut kepada masyarakat. Hal ini untuk menghindari polemik masyarakat yang mengaitkan perpanjangan jabatan ini dengan tahun politik.

"Nanti saya kira dari Mahkamah Konstitusi akan ada penjelasan tentang masalah itu untuk menghindari masyarakat," ujarnya.

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

Sementara itu, menurut Abraham Samad hal ini menunjukkan bahwa lembaga antirasuah tersebut tidak lagi independen.

"Jadi setelah adanya putusan ini lebih meyakinkan kita bahwa KPK sekarang ini sudah merupakan eksekutif. Karena dia mengikuti format masa jabatan yang ada di eksekutif. Jadi semakin mempertegas kita kalau KPK sekarang ini sudah menjelma menjadi lembaga yang tidak independen lagi, tapi sudah menjelma seperti lembaga eksekutif, apalagi kalau kita kaitkan dengan UU KPK yang lalu," kata Samad saat dikonfirmasi, Kamis (25/5/2023).

Samad mengatakan, masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya empat tahun merupakan suatu ciri khas yang seharusnya dipertahankan. Ia menilai, dengan adanya keputusan MK yang terbaru, maka kekhasan itu hilang seiring dengan posisi KPK yang juga menjadi bagian eksekutif.

"KPK harus punya ciri khas, punya kekhususan agar lembaga-lembaga lain menjadikan dia role model, menjadikan rujukan. Tapi kalau dia sudah sama seperti yang lain, berarti di negara kita sudah enggak ada lembaga yang dijadikan role model. Padahal itu perlu," jelas Samad.

Meski demikian, Samad mengaku tetap menghargai keputusan MK. "Karena ini sudah diputuskan MK dan kita sebagai warga negara harus menghormati putusan itu, mau diapa lagi," ujar dia.

MK memutuskan menerima gugatan Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengungkapkan alasan dirinya meminta penambahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. 

Ghufron mengatakan masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.

Baca juga: Mualaf Theresa Corbin, Terpikat dengan Konsep Islam yang Sempurna Tentang Tuhan

Dia menilai, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Jika hal itu tidak disamakan, lanjutnya, maka berpotensi melanggar prinsip keadilan.  

Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau pada masa Pemilu 2024. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023).

Hakim MK M Guntur Hamzah setuju masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia, seperti Komnas HAM, KY, dan KPU, yaitu lima tahun.

 

MK berpendapat, pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar, dan bersifat diskriminatif.

 
Berita Terpopuler