Kemenkes: Epidemi HIV Berkolerasi Erat dengan Naiknya Kasus Sifilis

Infeksi menular seksual merupakan pintu masuk infeksi HIV.

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.
Api lilin membentuk pita merah simbol kesadaran dan dukungan universal untuk orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Pengendalian HIV berhubungan erat dengan sifilis.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa masa epidemi HIV di Indonesia berkolerasi erat dengan naiknya kasus penyakit sifilis. Penyakit yang juga disebut "raja singa" itu merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum.

"Epidemi HIV, khususnya di Indonesia, sangat berkaitan dengan peningkatan kasus sifilis, baik di populasi kunci maupun pada populasi umum," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Imran menjelaskan IMS merupakan salah satu penyebab permasalahan kesehatan, sosial, dan ekonomi, di banyak negara. Padahal, banyak penyakit akibat IMS yang dapat dicegah dan diobati.

Baca Juga

Hanya saja, terkadang stigma yang ada dalam masyarakat membuat penderita enggan untuk diperiksa dan malas berobat. Padahal, pengendalian HIV berhubungan erat dengan sifilis.

Hal itu, menurut Imran, karena IMS merupakan pintu masuk infeksi HIV. Di sisi lain, sifilis dapat meningkatkan risiko tertular HIV sampai 300 kali lipat.

Kondisi yang berisiko itulah yang kemudian bisa memicu anak terlahir cacat akibat sifilis atau positif sifilis sejak berada dalam kandungan. Akibat lainnya, infertilitas akibat gonore, angka kelahiran mati semakin meningkat, dan infeksi human papillomavirus sebagai pencetus kanker mulut rahim yang juga menjadi penyebab kematian yang cukup besar saat ini.

"Maka pengendalian IMS sudah menjadi seharusnya menjadi program yang harus dilaksanakan mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga fasilitas kesehatan tingkat lanjut," ujarnya.

Menurut Imran, infeksi sifilis juga erat hubungannya dengan kaum terpinggirkan seperti kelompok risiko tinggi, ibu, dan anak. Berdasarkan data yang diperolehnya, prevalensi IMS yang sangat tinggi pada populasi kunci dan populasi jembatan (bridging population) laki-laki. Sementara itu, data dari skrining sepanjang tahun 2022 menunjukkan sebanyak 0,5 persen ibu hamil terkena sifilis.

"Hasil pemodelan beban dan tren IMS di Indonesia tahun 2020 memperkirakan prevalensi sifilis pada populasi kunci lima hingga 15 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum," ujarnya.

Sebagai bentuk pencegahan agar kedua penyakit tidak semakin meningkat, Kemenkes berfokus tidak hanya pada program pengobatan saja, tetapi juga pencegahan melalui edukasi seksual kepada kelompok risiko tinggi. Informasi IMS juga disampaikan kepada kelompok masyarakat umum.

Secara spesifik, layanan kesehatan Kemenkes telah mengupayakan Intervensi Perubahan Stigma dan Diskriminasi (IPSD) dengan memperkuat pelayanan kesehatan. Pendekatan strategi yang digunakan ialah memastikan akses ke layanan IMS yang berkualitas tinggi untuk semua populasi, mengurangi penularan IMS dengan cepat pada populasi kunci, pasangan serta pelanggannya, serta memastikan data yang berkualitas untuk memandu respons.

 
Berita Terpopuler