Tertular dari Suami, Ibu Rumah Tangga Mendominasi Kasus HIV dan Sifilis

Selain HIV, kasus sifilis juga mayoritas diderita ibu rumah tangga.

pixabay
Ibu hamil (Ilustrasi). Tingginya angka penularan HIV dan sifilis pada ibu rumah tangga terjadi karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan Muhammad Syahril mengatakan, peningkatan penularan kasus HIV dan sifilis pada 2023 didominasi oleh ibu rumah tangga. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35 persen.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya, seperti suami, pekerja seks, dan kelompok MSM (man sex with man). Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30 persen penularan dari suami ke istri.

"Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya," kata Syahril dalam keterangannya, dikutip Rabu (10/5/2023).

Baca Juga

Syahril mengatakan, tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga terjadi karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko. Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya.

Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui. Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya. Utamanya, HIV menular melalui hubungan seks, berbagi jarum suntik, dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45 persen bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Sepanjang hidupnya, anak akan menyandang status HIV positif.

"Saat ini, kasus HIV pada anak usia satu hingga 14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1.000 anak dengan HIV," kata Syahril.

Kemenkes mencatat proteksi dan deteksi terhadap HIV masih rendah. Hanya 55 persen ibu hamil yang dites HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk dites.

Dari sejumlah tersebut, 7.153 positif HIV dan 76 persennya belum mendapatkan pengobatan ARV. Ini juga akan menambah risiko penularan kepada bayi.

Melihat sumber infeksi, Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi. Sebab, dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya. Artinya, masih ada 100 ribu orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat.

Selain HIV, penyakit sifilis atau raja singa juga dilaporkan meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2016-2022). Dari 12 ribu kasus, angkanya menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17 ribu hingga 20 ribu kasus.

Syahril menjelaskan, presentase pengobatan pada pasien sifilis masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen.

Sisanya tidak mendapatkan pengobatan. Penderita berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan.

"Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu," kata Syahril.

Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya 25 persen ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis, menurut Syahril.

 
Berita Terpopuler