Isu Cawe-Cawe Pilpres, Jokowi Dinilai tak Miliki Komitmen Terhadap Demokrasi

"Menjadi negarawan berarti menjadi petugas rakyat bukan petugas partai," kata Kamhar.

Republika/Putra M. Akbar
Presiden Joko Widodo menyapa warga saat mengunjungi Pasar Tanah Abang di Jakarta, Kamis (4/5/2023). Pertemuan Jokowi dengan ketua umum parpol koalisi kecuali Nasdem di Istana Kepresidenan pada pekan lalu belakangan menuai polemik. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri

Baca Juga

Partai Demokrat menilai, kasak-kusuk yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengkondisikan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu tak menunjukkan sikap kenegarawanannya. Apalagi, jika benar adanya dugaan untuk menjegal sosok tertentu.

"Pengkondisian pencalonan pasangan tertentu dan upaya menjegal paslon yang tak dikehendaki menjadi tanda ia tak memiliki komitmen terhadap demokrasi dan jiwa politik kenegarawanan," ujar Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani lewat keterangannya, Senin (8/5/2023).

"Sejarah akan mencatat ini sebagai legacy yang buruk dalam perjalan demokrasi bangsa kita pascareformasi," sambungnya.

Seorang negarawan tentu akan menjadikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara sebagai yang utama. Bukan kepentingan golongan atau kelompok tertentu saja yang didukungnya.

"Menjadi negarawan berarti menjadi petugas rakyat, bukan petugas partai. Seorang negarawan dan demokratis sejati senantiasa menjadikan daulat rakyat yang dipedomani dan dilayani, bukan daulat tuan," ujar Kamhar.

Ia pun meminta Jokowi untuk belajar dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika masa kepemimpinannya berakhir pada 2014. Saat SBY menghadirkan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang demokratis.

"Berhasil menjaga kualitas pemilu yang berlangsung secara demokratis. Alhamdulillah sukses tercatat dengan tinta emas dalam sejarah sebagai seorang negarawan dan demokratis sejati," ujar Kamhar.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menekankan, dirinya adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Karena itu wajar apabila ia berbicara berkaitan dengan situasi politik ketika mengundang enam ketua umum partai politik.

"Dalam politik itu wajar-wajar saja, biasa dan saya itu adalah pejabat publik sekaligus pejabat politik. Jadi biasa kalau saya berbicara politik, ya boleh dong," ujarnya saat memberi keterangan kepada awak media di Sarinah, Jakarta.

Jokowi menambahkan bahwa selama ini dia juga banyak berbicara berkaitan dengan pelayanan publik. Menurut Jokowi kedua hal itu menjadi tugas seorang Presiden, tetapi dia akan berhenti ikut campur ketika sudah ada penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ya kan memang ini tugas, tugas seorang Presiden. Hanya kalau memang sudah ada ketetapan dari KPU saya" ujar Jokowi sembari menunjukkan gestur mengangkat kedua tangannya.

Sebelumnya, Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan, bahwa Surya Paloh ingin Presiden Jokowi netral pada Pilpres 2024. Hal itu pula yang diungkapkan Surya Paloh kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Netralitas tersebut dipandangnya sebagai bagian dari menjaga kondusivitas dalam negeri. Pandangan Surya Paloh itu juga disebutnya diamini oleh Luhut dalam makan siang bersama keduanya di Wisma Nusantara. Jakarta.

"Sejak tahun 2014 bukan sekedar pendukung, kami adalah pengusung utama, maka kami tuh ingin Pak Jokowi meninggalkan legacy yang baik. Baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya, tata negara, dan sebagainya yang intinya berpihak pada konstitusi dan moral politik yang baik," ujar Sugeng di Kantor Sekretariat Perubahan, Jakarta, akhir pekan lalu.

Dukungan atau endorsement dari Jokowi dinilainya akan membuat proses Pilpres 2024 tak berimbang. Seyogyanya, Jokowi dan pemerintahannya tak berpihak kepada capres tertentu.

"Biarkanlah putra putri terbaik berkompetisi melalui mekanisme konstitusional dan melalui proses politik yang baik. Itu tadi penegasan begitu," ujar Sugeng.

Dukungan atau endorsement Jokowi kepada sosok tertentu pada Pilpres 2024 memang merupakan haknya sebagai warga negara. Namun, Surya Paloh ingin agar Jokowi memposisikan diri sebagai negarawan jelang kontestasi nasional tersebut.

"Mestinya, mohon maaf, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus kepala negara itu harus memposisikan sebagai negarawan gitu. Jadi tidak perlu, betul bahwa itu adalah hak asasi masing-masing, tapi kan masing-masing namanya pejabat publik itu kan ada namanya privilege, tetapi ada juga hak yang harus dibatasi," ujar Sugeng.

 

 

 

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan tak ada yang salah ketika Presiden Jokowi mengundang enam ketua umum partai politik ke Istana Merdeka. Menurutnya, pertemuan tersebut dalam rangka penguatan pemerintahan.

"Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ini sebagai suatu proses dialog yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis, mengingat rakyat, lah, yang menjadi pemegang kedaulatan tertinggi," ujar Hasto di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (8/5/2023).

Jelasnya, tantangan Indonesia di masa depan akan semakin beragam. Karenanya, diperlukan konsolidasi antara Jokowi sebagai presiden dengan enam ketua umum partai politik yang tergabung dalam koalisi pemerintahan.

"Presiden Jokowi pada pertemuan dengan enam ketua umum partai politik itu menyampaikan suatu tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa ini ke depan dan kemudian juga bagaimana tantangan dari aspek demografi, tantangan dari pertarungan hegemoni, bagaimana dengan pencapaian yang telah dilakukan oleh Bapak Presiden Jokowi," ujar Hasto.

Di samping itu, Jokowi tidak sekalipun menyinggung tentang politik praktis saat bertemu enam ketua umum partai politik. Sebab, ia sendiri ikut mendampingi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri ke Istana Merdeka.

"Bukan upaya dalam tanda petik suatu pemaksaan konsolidasi partai politik yang menyampaikan gambaran tantangan, sehingga ini menciptakan suatu gambaran dari ketua umum partai politik terhadap apa tantangan yang dihadapi bangsa ini ke depan," ujar Hasto.

"Dan bagaimana apa yang sudah dicapai Presiden Jokowi dapat berkesinambungan ke depan, sehingga tidak ada suatu intervensi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi," sambungnya.

Hasto juga mengatakan, hal serupa juga kerap dilakukan oleh presiden sebelum Jokowi. Sebelumnya, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla (JK), meminta Jokowi untuk tidak terlalu melibatkan diri dalam perpolitikan jelang pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Sebenarnya secara empiris ini juga dilakukan sebelumnya oleh presiden sebelumnya. Kemudian juga oleh Pak JK sekalipun ketika berbicara dan beliau kan juga menjadi dewan pengarah di dalam tim kampanye dari Pak Jokowi-KH Ma’ruf Amin (pada Pilpres 2019)," ujar Hasto di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (8/5/2023).

Kendati demikian, merupakan hak JK untuk menyampaikan pendapatnya. Namun ia menegaskan, pertemuan antara Jokowi dan enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka tak membahas politik praktis.

"Sebagai pihak yang saat itu mendengar secara langsung dari ibu Megawati Soekarnoputri, terhadap apa yang dibicarakan di Istana Negara, itu sesuatu hal yang betul-betul berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara ke depan," ujar Hasto.

 

Infografis Koalisi Perubahan dan Perjalanan Pencapresan Anies Baswedan - (Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler