Netizen Bergerak dan Pengakuan Mahfud Respons Serius Kasus-Kasus Viral di Media Sosial

Namun menurut Mahfud, kasus-kasus yang tidak viral berarti sudah diselesaikan.

Dok tangkap layar
Konferensi pers kasus penganiayaan anak AKBP Achiruddin terhadap mahasiswa di Polda Sumut, Selasa (25/4/2024). Kasus ini mencuat ke publik setelah video penganiayaan viral di media sosial.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Fauziah Mursid, Antara

Baca Juga

Banyak kasus belakangan terpecahkan oleh karena viral di media sosial. Hal ini disebabkan "the power of netizen" yang turun tangan membantu menegakan keadilan di muka Bumi ini, khususnya di Tanah Air Indonesia.

Social media influencer, Hera Enica Lubis membuat utasan soal kekuatan warganet dalam membongkar kasus jahat yang terekam di media sosial. Miss Tweet yang kerap memviralkan insiden atau sosok untuk menegakkan keadilan, di akun Twitter @Heraloebss itu mengajak warganet melapor dengan menggunakan tagar Netizen Bergerak.

"Dear Netizen +62 Budiman agar daya gedornya berlipat ganda ketika menemukan/melihat kasus yangg perlu mendapatkan dukungan netizen biasakan disertai Tagar. FYI: ada tagar keren  #NetizenBergerak entah siapa yang memulai, kedepan yuks slalu sematkan di setiap tweet /Komen/Quote RT," kata Hera yang mengaku dirinya Dosen Universitas Timeline Indonesia melalui akun Twitter @Heraloebss seperti dikutip Republika pada Rabu (26/4/2023).

Menurut dia, kekuatan warganet selama ini bergerak baru sekadar memviralkan konten. Meski hal itu sudah sangat berimbas besar, namun jika disertai tagar, maka tiap akun di Twitter akan menjadi diri sendiri di dalam kasus atau sebuah peristiwa.

"Maka dipastikan daya gedor dan daya juangnya akan lebih meresap ke dalam jiwa, tiap-tiap netizen akan merasa lebih memiliki sumbangsih atas dirinya ketimbang retweet atau komen konten pemicu," kata dia.

"Tagar #NetizenBergerak bukan tagar milik sekelompok atau dua kelompok Netizen tapi milik semua netizen +62," ujarnya menambahkan.

Hera menginginkan kekuatan tagar juga sampai ke seluruh dunia. Dia mencontohkan, terkait kasus penganiayaan oleh anak polisi yang sudah terjadi sejak 2022, kemudian baru terungkap pada Rabu (26/4/2023).

"Jika digedor bareng-bareng VIRAL + TAGAR maka detik itu juga respons negara akan berbeda (akan lebih sat set). Tagar #NetizenBergerak adalah tagar Semesta, salam perjuangan salam pergerakan Era 4.0," kata dia. 

Sebelumnya, seorang warganet merekam aksi TNI yang menendang ibu-ibu di daerah Bekasi. Seusai video tersebut viral di media sosial, TNI AU langsung bergerak memberikan sanksi kepada anggota yang menendang tersebut dan meminta maaf kepada korban.

Publik juga sempat dihebohkan banyak kasus yang dengan kekuatan media sosial, hingga keadilan terungkap. Contohnya adalah kasus penganiayaan oleh anak pejabat pajak, Mario Dandy Satriyo hingga kasus pemukulan mobil oleh pengendara Pajero hitam.

Selain media sosial Twitter, warganet juga bersatu padu di Instagram, TikTok serta Facebook untuk memviralkan peristiwa dan ketidakadilan yang terjadi di muka bumi ini. Banyak peristiwa-peristiwa viral itu kemudian direspons cepat oleh aparat penegak hukum hingga akhirnya berproses di pengadilan.

 

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui, kasus yang viral di media sosial dapat disebut sebagai kasus yang serius sehingga itu pasti menjadi perhatian pemerintah. Jika ada kasus yang serius dan menjadi perhatian nasional, pemerintah pasti turun tangan menyelesaikan itu, ujar Mahfud MD menegaskan.

"Saya tidak bisa tahu semua (kasus), karena saya hanya menteri koordinator. Yang viral itu berarti (kasus) yang serius, makanya saya turun tangan," kata Mahfud MD di kantornya, Jakarta, Kamis (27/4/2023).

Dalam kesempatan yang sama, dia juga meluruskan tuduhan sejumlah orang yang berasumsi pemerintah baru turun tangan bertindak saat kasus tertentu viral. "Jangan bertanya kok nunggu viral, karena tidak. Yang sehari-hari tidak viral berarti sudah diselesaikan, yang viral baru masuk ke saya," ucap dia.

Kasus viral teranyar, misalnya, penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Polda Sumatera Utara terhadap seorang mahasiswa. Pejabat di kepolisian yang terlibat itu, seorang perwira menengah, AKBP Achirudin Hasibuan. Buntut dari kejadian itu, dia dicopot dari jabatannya sebagai kepala bagian bina operasi Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara oleh Kapolda Sumut Irjen Pol. Panca Putra Simanjuntak.

Kapolda Sumatera Utara memberhentikan AKBP Achirudin dari posisinya itu, karena dia terbukti membiarkan anaknya menganiaya seorang mahasiswa. Perbuatan Achirudin itu melanggar kode etik sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022.

Beleid itu mengatur setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian-nya dilarang melakukan tindakan kekerasan, berlaku kasar, dan tidak patut. Tidak hanya dicopot dari jabatannya, AKBP Achirudin juga ditempatkan dalam tahanan khusus Propam Polda Sumatera Utara.

Terkait penanganan kasus itu, Mahfud MD memuji langkah tegas Kapolda Sumatera Utara. "Itu sudah ditindak, dan saya apresiasi kepada Pak Panca, Kapolda Sumatera Utara, dia sudah mengambil langkah-langkah," kata Mahfud.

Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan tindakan Polda Sumut memeriksa AKBP Achirudin Hasibuan dalam perkara membiarkan anaknya melakukan penganiayaan terhadap mahasiswa bernama Ken Admiral sudah tepat. Meski Kapolri sudah pernah memberikan peringatan terkait penanganan perkara yang berhubungan dengan anggota kepolisian.

"Ini satu tindakan yang sudah tepat, walaupun agak terlambat karena sudah viral baru ditindak. Padahal, Pak Kapolri sudah mengingatkan kepada jajaran jangan sampai viral dulu baru ditindak, tapi walaupun begitu sudah tepat," ucap Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi dari Medan, Rabu (26/4/2023).

Sugeng mengatakan, AKBP Achiruddin harus diproses Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut dan diberikan sanksi berat mengingat perwira menengah Polri itu terkesan membiarkan anaknya melakukan tindakan kriminal.

"Kalau di sidang kode etik, minimal demosi dalam penundaan kenaikan pangkat beberapa tahun atau mutasi," ucapnya.

Namun begitu, kata Sugeng, sanksi yang dijatuhkan juga bisa lebih berat dengan menerapkan Pasal 304 KUHP, yaitu mengancamkan pidana terhadap seseorang yang sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, khususnya keadaan maut atau sakit.

"Karena saat itu ia melihat dan membiarkan penganiayaan tersebut, padahal dia aparat," ucap Sugeng.

Dia juga menyoroti gaya hidup AKBP Achiruddin yang dilaporkan memiliki sepeda motor mewah Harley Davidson, padahal Presiden Jokowi sudah memerintahkan para pejabat tidak menampilkan hidup hedon.

"Harus diusut itu LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang bersangkutan," ucapnya.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto tidak yakin jika kasus viralnya harta kekayaan tak wajar AKBP Achiruddin Hasibuan akan diusut tuntas. Hal ini kata Bambang lantaran sulitnya mekanisme pembuktian aset dari aparatur negara, terlebih kasus yang menyangkut penegak hukum.

"Dengan kultur yang ada saat ini, dimana korsa dipahami sebagai upaya saling menutupi aib dan pelanggaran-pelanggaran akibatnya proses lidik sidik, akan susah berjalan atau berputar-putar yang memakan waktu lama dan energi yang besar," ujar Bambang dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (27/4/2023).

Bambang menyebut beberapa kasus gaya hidup mewah sejumlah anggota Polri yang diungkap warganet sebelumnya yang tidak berlanjut, diantaranya gaya hidup mewah Kasatlantas Polres Malang baru-baru ini yakni AKP Agnis Juwita Manurung.

"Klarifikasinya terkait gaya hidup tersebut dari hasil pinjaman. Dan kasusnya berhenti begitu saja. Padahal meminjam pada siapa dan kapan itu juga bisa dikejar bila ada niat baik dan dipaksa melalui UU pembuktian terbalik," ujar Bambang.

Karena itu, tidak menutup kemungkinan kasus AKBP Achiruddin juga akan berakhir demikian.

"Dalam kasus Achirudin ini nanti tak menutup kemungkinan, Harley Davidson dan rubiconnya adalah pinjaman teman," ujarnya.

 

Rentetan kasus jerat oknum polisi - (Republika/berbagai sumber)

 
Berita Terpopuler