Tak Punya Uang, Sukarno Lelang Peci Kesayangan untuk Bayar Zakat Fitrah

Kisah ini terjadi menjelang Lebaran di tahun 1950-an.

.
Rep: Ani Nursalikah Red: Partner

Presiden Sukarno pada 1965. Tak Punya Uang, Sukarno Lelang Peci Kesayangan untuk Bayar Zakat Fitrah. Foto: Dok. Republika

MAGENTA -- Sebuah kisah menarik terjadi menjelang Lebaran di tahun 1950-an. Waktu itu, Presiden Sukarno tidak punya uang untuk membayar zakat fitrah. Dengan terpaksa ia melelang peci kesayangan yang sering dikenakannya, yaitu peci Kuda Mas.

Cerita di atas dikisahkan oleh mantan menteri luar negeri Roeslan Abdoelgani dalam buku Suka Duka Fatmawati Sukarno karya Kadjat Adrai yang diterbitkan Yayasan Bung Karno, 2008.

Cak, tilpuno Anang Tayib. Kondo-o nek aku gak duwe duwik (Cak, teleponkan Anang Tayib. Kasih tahu bahwa aku tak punya uang),” kata Sukarno.

.

Yang dimaksud Sukarno adalah Anang Tayib pengusaha peci merek Kuda Mas, keponakan Roeslan. Atas permintaan Sukarno itu, Roeslan punya ide untuk melelang peci bekas kesayangan Sukarno yang pasti diminati banyak orang.

“Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang,” kata Roeslan.

“Bisa laku berapa, Cak?” tanya Sukarno.

BACA JUGA: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Mewakili Keluarga


Sukarno Serahkan Peci tanpa Tahu Harganya

Petugas membersihkan foto Presiden Soekarno dengan Inggit Garnasih di Rumah Bersejarah Inggit Garnasih, Jalan Ibu Inggit Garnasih, Astanaanyar, Kota Bandung, Sabtu (4/3/2023). Foto: Republika/Abdan Syakura

Wis tah, serahno ae soal iku nang aku. Sing penting rak beres tah (Sudahlah, serahkan saja soal itu pada saya. Yang penting kan beres),” jawab Roeslan.

Tanpa ragu Sukarno menyerahkan pecinya tanpa tahu berapa harga yang akan didapat kepada Roeslan. Kemudian, Roeslan menyerahkan peci itu kepada Anang Tayib untuk dilelang.

Saat pelelangan tiba, Roeslan sangat terkejut karena Anang melelang tiga peci padahal Sukarno hanya menyerahkan satu peci bekasnya. Ternyata, dua peci lainnya adalah peci baru yang sengaja dibuat jelek dengan cara diludahi, dibasahi, dan diberi minyak agar terlihat bekas dipakai.

.

Kepada peserta lelang yang kebanyakan pengusaha dari Gresik dan Surabaya, Anang Tayib mengatakan hanya ada satu peci yang asli pernah dipakai oleh Sukarno, tetapi ia tidak tahu mana yang asli.

“Saudara-saudara,” teriak Anang. “Sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya tidak tahu lagi mana yang asli. Yang penting ikhlas atau tidak?” “Ikhlas!!!” seru peserta lelang. “Alhamdulillah,” sahut Anang.

Tidak perlu waktu lama, terkumpul uang sepuluh juta rupiah dari lelang tiga peci tersebut. Roeslan kemudian menyerahkan semua uang hasil lelang kepada Sukarno.

BACA JUGA: Lebaran Sebentar Lagi, Apa Hukum Membayar Zakat Fitrah Secara Online?


Peci Sukarno Digandakan

Pengunjung berada di area Monumen Penjara Banceuy, Braga, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Ahad (12/2/2023). Monumen sel penjara Banceuy No. 5 Blok F yang merupakan tempat Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pernah dipenjara pada masa kolonialisme Belanda dan melahirkan Pledoi Indonesia Menggugat tersebut menjadi salah satu destinasi wisata sejarah di Kota Bandung. Foto: Republika/Abdan Syakura

Cak, kok banyak banget uangnya,” kata Sukarno kaget.

Roeslan menceritakan Anang telah menggandakan peci yang dilelang menjadi tiga peci. Itu adalah akal-akalan Anang.

“Kurang ajar Anang. Kalau begitu yang berdosa saya atau Anang?” tanya Sukarno. “Anang,” jawab Roeslan.

.

Kemudian, Sukarno meminta Roeslan membawa semua uang hasil pelelangan ke makam Sunan Giri untuk pembayaran zakat. "Bagikan untuk orang melarat di sana,” ujar Sukarno.

Sejak saat itu, peci Kuda Mas menjadi terkenal dan banyak dicari orang. Peci Kuda Mas menjadi saksi bisu dari perjuangan dan prestasi Sukarno sebagai presiden pertama Indonesia.

Saat menyampaikan pidato berjudul To Build the World Anew di Sidang Umum PBB di New York pada 30 September 1960, Presiden Sukarno juga memakai peci Kuda Mas. Dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menyebut peci sebagai "ciri khas saya, simbol nasionalisme kami." (MHD)

BACA JUGA:

Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat

Kesederhanaan Bung Hatta: Ironi Sepatu Bally tak Terbeli dan Tas Branded Istri Pejabat

10 Film Netflix Paling Banyak Ditonton, Mana Favoritmu?

Sejarah Panjang Jalan Tol di Indonesia, dari Jagorawi Hingga Tol Bima

Jamaah Reguler Bisa Lunasi Biaya Haji Mulai 11 April 2023, Ini Besaran per Provinsi

 
Berita Terpopuler