Jumlah Transaksi Mencurigakan Membengkak Seusai Mahfud Bertemu Kepala PPATK dan Menkeu

Mahfud meminta publik tak menaruh prasangka buruk terhadap Kemenkeu.

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). Pada hari ini Mahfud meralat jumlah transaksi mencurigakan dari sebelumnya Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Iit Septyaningsih

Baca Juga

Jumlah total pergerakan transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membengkak. Menko Polhukam Mahfud MD hari ini merevisi angka Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun.

Mahfud menerangkan, transaksi janggal itu merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan pegawai Kemenkeu bersama eksternal Kemenkeu. Ia mengendus kecurigaan di balik transaksi mencurigakan itu. 

"Yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan lebih dari itu, yaitu Rp 349 triliun," kata Mahfud kepada wartawan di kantor Kemenko Polhukam pada Senin (20/3/2023).

Hanya saja, Mahfud menjamin transaksi ini bukan tergolong korupsi. "Bukan laporan korupsi, tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan," lanjut eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu. 

Sehingga, Mahfud meminta publik tak menaruh prasangka buruk terhadap Kemenkeu melakukan korupsi sampai ratusan triliun. Sebab, ia mensinyalir dugaan kejahatan yang terjadi ialah TPPU yang juga melibatkan eksternal Kemenkeu. 

"Ini transaksi mencurigakan dan itu banyak melibatkan dunia luar, orang yang banyak melibatkan sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang Kementerian Keuangan," ujar Mahfud. 

Mahfud juga menjamin Kemenkeu bakal menindaklanjuti laporan hasil analisis dugaan TPPU. Apalagi kalau nantinya ada unsur pidana atas temuan transaksi janggal itu. 

"Apabila nanti dari laporan pencucian uang ditemukan tindak pidana maka akan ditindaklanjuti proses hukum," tutur Mahfud. 

Mahfud melontarkan pernyataan ini usai  bertemu Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin siang. Ia mengapresiasi kinerja intelijen keuangan Tanah Air karena menemukan kejanggalan ini. 

"Saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, sesudah diteliti lagi Rp 349 triliun. Saudara harus tahu bahwa TPPU itu sering jadi besar karena itu menyangkut kerja intelijen keuangan," ujar Mahfud.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengklarifikasi mengenai dugaan adanya transaksi mencurigakan hingga Rp 300 triliun yang melibatkan pegawai Kemenkeu. Sri menyampaikan jumlah itu bukanlah total transaksi mencurigakan yang dilakukan anak buahnya. 

Sri menjelaskan, Kemenkeu pertama mendapat surat dari PPATK pada 7 Maret 2023. Isinya berisi 196 surat PPATK kepada Irjen Kemenkeu dari periode 2009-2023. 

"Surat ini tanpa ada nilai transaksi, hanya berisi nomor surat, tanggal surat, nama-nama yang ditulis PPATK dan kemudian tindak lanjuti Kemenkeu," kata Sri kepada wartawan di Kemenko Polhukam pada Senin. 

Sri menjamin surat PPATK itu sudah ditindak oleh Kemenkeu. Mereka yang terbukti bersalah sudah diganjar sanksi.

"Terhadap surat tersebut, Irjen Kemenkeu sudah lakukan semua langkah dari dulu Gayus sampai sekarang. Ada yang sudah kena sanksi, penjara, turun pangkat," lanjut Sri. 

Sri mendadak heran ketika muncul pernyataan dari PPATK mengenai angka transaksi mencurigakan Rp 300 triliun. Padahal ia belum menerima surat PPATK berkaitan hal itu hingga Sabtu (11/3/2023). Beberapa hari berselang, Sri baru mendapatkan informasi resmi dari PPATK yang jumlah angkanya lebih fantastis hingga 349 triliun. 

"Pak Ivan (Kepala PPATK) baru kirim pada 13 Maret. Kami terima surat kedua. Isinya 46 halaman rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan tugas dan fungsi untuk Kemenkeu periode 2009-2023. Lampirannya 300 surat dengan nilai transaksi 349 triliun," ucap Sri. 

Selanjutnya, Sri menerangkan dari 300 surat itu berisi 65 surat transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada pegawai Kemenkeu di dalamnya. Hanya saja, PPATK tetap meneruskan laporan ke Kemenkeu karena terkait tugas dan fungsi Kemenkeu di bidang ekspor dan impor.

"65 surat itu nilainya 253 triliun. Artinya PPATK menengarai ada transaksi di dalam perekonomian entah itu perdagangan, pergantian properti yang mencurigakan kemudian dikirim ke kami untuk mem-follow up sesuai tugas dan fungsi kita," ujar Sri. 

Berikutnya, 99 surat adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dengan nilai transaksi 74 triliun. "Sedangkan 135 surat dari PPATK yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu nilainya jauh lebih kecil (22 triliun)," ujar Sri.

 

 

Pada pekan lalu, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh menegaskan, transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang diungkap oleh Mahfud MD, bukanlah korupsi maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Jadi prinsipnya angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Awan seperti dikutip dari website Kemenkeu pada Kamis (16/3/2023).

Ia melanjutkan, Kemenkeu berkomitmen melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan lembaganya. Terkait berbagai informasi pegawai, kata dia, Itjen Kemenkeu terus menindaklanjuti secara baik.

"Kita panggil dan sebagainya. Intinya kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK sudah begitu cair,” tutur dia.

Pada kesempatan lain, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, terkait pemberitaan mengenai transaksi Rp 300 triliun yang beredar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, bukan masalah jumlahnya. Melainkan, masalah penelisikkan satu per satu keterkaitan antara pidana pajak dan kepabeanan dan cukai dengan siapa saja yang menerima uang.

“Itu sebenarnya memang betul bisa ratusan triliun. Hanya saja cara kita melakukan ini kan benar-benar harus didalami. Sejak 2010, Ditjen Pajak telah melakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang, terbukti sudah masuk ke pengadilan dan sudah ada vonisnya,” ujar Suahasil.

Sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Wamenkeu mengatakan dalam proses pembuktian apabila ditengarai melakukan pencucian uang, maka pihak-pihak terkait harus membuktikan harta dan aset tersebut bukan dari hasil pencucian uang. Kalau yang bersangkutan tidak bisa membuktikan, maka aset itu bisa diambil.

"Ini sudah Rp 7 triliun yang bisa diambil karena tidak dapat dibuktikan ini bukan bagian dari pencucian uang oleh pihak-pihak terkait itu. Ini pun sudah dilaporkan juga oleh PPATK, dilaporkan juga oleh Ditjen Pajak karena memang kita kerja sama dengan sangat erat,” tegasnya.

Pada Selasa (14/3/2023) lalu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendatangi Kantor Kemenkeu guna menjelaskan terkait transaksi Rp 300 triliun. Dirinya menuturkan, Kementerian Keuangan merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Maka, PPATK berkewajiban melaporkan kepada Kementerian Keuangan setiap kasus yang terkait kepabeanan dan perpajakan. Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut dengan kemarin Rp 300 triliun," ungkap dia.

 

Kepala PPATK menegaskan, laporan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kemenkeu. Tetapi, karena posisi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Kementerian Keuangan merupakan salah satu Kementerian yang kalau kami koordinasikan relatif permasalahan secara internal sangat kecil dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain," tuturnya.

Maka, lanjut Ivan, PPATK sangat percaya diri menyerahkan seluruh kasus terkait kepabeanan dan perpajakan kepada Kementerian Keuangan supaya ditindaklanjuti. "Ini sekali lagi, bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan,” tegas dia.

 

Laporan OJK: Perilaku Kasar Debt Collector Paling Banyak dikeluhkan Konsumen - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler