Bahaya Memakan Harta Haram, Neraka Tempat Kembalinya

Perut adalah anggota tubuh yang paling besar bahayanya dan paling sulit diperbaiki.

Republika/Thoudy Badai
Pelit dan mabuk harta (ilustrasi). Bahaya Memakan Harta Haram, Neraka Tempat Kembalinya
Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali yang dikenal sebagai Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan betapa bahayanya memakan harta haram. Bahkan, Nabi Muhammad SAW bersabda setiap daging pada tubuh ini yang tumbuh dari sesuatu yang diharamkan maka neraka tempat kembalinya.

Baca Juga

Imam Al-Ghazali menjelaskan, bagi hamba yang tengah menempuh jalan ibadah dan ketaatan, wajiblah menjaga perut mereka. Sebab perut itu adalah anggota tubuh yang paling besar bahayanya dan paling sulit diperbaiki.

Perut adalah pusat kekuatan tubuh, di dalamnya tersimpan energi bagi seluruh anggota badan. Perut juga merupakan anggota tubuh yang darinya berasal sumber kekuatan, kelemahan, kesalehan, kenakalan, dan sikap membangkang.

Kita diperintah oleh Allah untuk menjaga perut ini dari hal-hal yang haram maupun yang syubhat, juga dari mengonsumsi makanan halal secara berlebihan. Patuhi ini jika kamu ingin hidup yang bermakna dan bermanfaat.

Menjaga perut dari barang haram maupun syubhat itu harus dilandasi atas tiga perkara. Pertama, karena takut terhadap ancaman neraka jahanam sebagai firman Allah Ta'ala dalam Surah An-Nisa Ayat 10.

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ ١٠

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS An-Nisa: 10).

Sabda Nabi Muhammad SAW, "Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang diharamkan maka neraka lebih utama bagi tempat kembalinya."

 

 

Imam Al-Ghazali menjelaskan, landasan kedua, orang yang memakan sesuatu yang diharamkan dan yang syubhat tidak akan memperoleh taufik dari sisi-Nya dalam beribadah. Sebab tidak pantas berkhidmat kepada Allah SWT kecuali orang yang suci dan telah disucikan.

Seperti kita ketahui bersama, Allah SWT telah melarang orang yang junub memasuki rumah-Nya dan orang yang berhadas menyentuh kitab-Nya. Padahal kondisi junub dan hadas itu adalah perkara yang boleh.

Lantas bagaimana dengan orang yang bergumul dalam kotoran yang diharamkan, najis dan yang syubhat. Mana mungkin Allah SWT menerima ibadahnya?

Landasan ketiga, orang yang memakan apa yang diharamkan dan yang syubhat itu terhalang dari berbuat kebaikan. Jika ia kebetulan melakukan kebaikan maka itu tertolak dan tidak diterima oleh Allah SWT kebaikannya. Jika itu terjadi berarti ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali lelah dan susah, hanya menghabiskan waktu.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Berapa banyak orang yang sholat malam namun tidak mendapat apa-apa dari sholat malamnya itu selain kelelahan akibat begadang, dan berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu selain rasa lapar dan dahaga saja."

 

Abdullah bin Abbas ra mengatakan, Allah SWT tidak menerima sholat orang yang dalam perutnya penuh dengan makanan haram. Hal ini dijelaskan Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin yang diterjemahkan Abu Hamas As-Sasaky dan diterbitkan Khatulistiwa Press 2013.

 
Berita Terpopuler