Mengenal Lebih Dalam Muslim di Eropa Timur, Bosnia-Herzegovina

Islam di Bosnia datang bersamaan dengan Kekaisaran Ottoman.

Anadolu Agency
Muslim di Bosnia dan Herzegovina. Mengenal Lebih Dalam Muslim di Eropa Timur, Bosnia-Herzegovina
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO -- Mendengar kata “Muslim Eropa”, hal pertama yang biasanya terlintas di benak seseorang adalah Muslim Barat, imigran berlatar belakang Muslim atau mualaf kulit putih Barat. Namun, ada sisi lain Eropa yang lebih berkaitan dengan Islam, daripada yang ada di pikiran sebelumnya.

Penting untuk menggali sejarah Eropa Timur, untuk menemukan harta karun masa lalu yang terlupakan dan masa kini yang penuh tantangan, dari saudara-saudari Muslim yang tinggal di Bosnia dan Herzegovina.

Bosnia-Herzegovina adalah salah satu negara bekas Yugoslavia yang paling beragam, di mana orang Bosnia (Muslim Bosnia), Serbia dan Kroasia hidup bersama dengan damai.

Bosnia meliputi bagian utara dan tengah negara itu. Kemungkinan besar namanya diambil dari kata Indo-Eropa kuno, bosana, yang berarti air. Hingga saat ini, Bosnia dipercaya tidak pernah mengalami kekurangan air.

Suku-suku Muslim telah hadir di Eropa Timur sejak awal. Tetapi titik balik sejarah Islam di Bosnia datang bersamaan dengan 'invasi' Kekaisaran Ottoman, yang berlangsung di negara itu selama 400 tahun.

Wilayah selatan Hum kuno kemudian dinamai Herzegovina setelah pendudukan Ottoman. Dengan keragaman bangsa datang bersama pusaran agama.

Baca Juga

Saat ini, dari 4 juta penduduk, 40 persennya adalah Muslim. Kristen Ortodoks berjumlah 31 persen, 15 persen Katolik Roma dan sisanya adalah agama lain, termasuk Yahudi yang tiba pada akhir abad ke-15 setelah diusir dari Spanyol.

Kata 'invasi' biasanya disandingkan dengan dampak negatif; tetapi dalam situasi Bosnia, pendudukan Utsmaniyah membuktikan sebaliknya. Dari tahun 1463 hingga 1878, Bosnia dan Herzegovina mengalami periode kesejahteraan dan kemakmuran umum yang berkepanjangan.

Pemimpin Ottoman kala itu mengizinkan pelestarian identitas Bosnia. Selain itu, negara itu merupakan provinsi integral kekaisaran dengan nama historis dan integritas teritorialnya.

Selama abad ke-16, kehidupan ekonomi dan budaya berkembang pesat, hingga ibu kota Sarajevo saat ini menjadi salah satu dari sedikit kota di Eropa yang memiliki sistem pasokan air selama lebih dari 400 tahun.

Bertentangan dengan apa yang mungkin dipelajari di sekolah-sekolah Barat, Kekaisaran Ottoman tidak memaksa orang untuk masuk Islam. Toleransi terhadap keyakinan agama lain sebenarnya adalah salah satu ciri khas pemerintahan Ottoman.

Dilansir di About Islam, Rabu (1/3/2023), hal ini pulalah yang akhirnya membuat komunitas Muslim berbahasa Slavia lokal tumbuh menjadi kelompok etno-agama terbesar di negara itu. Tercatat sebanyak 67 persen dari populasi merupakan Muslim pada awal 1600-an.

Kesultanan Utsmaniyah, diikuti oleh Kekaisaran Austro-Hongaria pada akhir abad ke-17, disebut-sebut yang menyapu gagasan tentang bangsa Bosnia multi-agama. Mereka menyemai gelombang nasionalisme, yang mengarah ke peristiwa tak menyenangkan di Sarajevo dan akhirnya menyebabkan Perang Dunia 1.

Bosnia dan Albania adalah satu-satunya bagian dari Kekaisaran Ottoman di Balkan. Di wilayah ini banyak orang telah masuk Islam dan tetap di sana setelah kemerdekaan pada tahun 1992.

Namun, kemerdekaan itu dibayar mahal. Dalam perang saudara Yugoslavia (1991-1999), perang Bosnia selama tiga tahun adalah salah satu bagian paling berdarah. Sebanyak 97 ribu orang kehilangan nyawa, terutama oleh tentara Serbia, yang mana 83 persen dari korban adalah Muslim.

Kondisi perang ini menyebabkan kurangnya persediaan makanan, yang hanya dapat disediakan oleh pesawat terbang yang mengantarkan makanan kepada orang-orang di bawah, atau dengan bantuan gereja Kroasia.

Salah satu saksi hidup peristiwa ini adalah Neila Muratovic dan ibunya, yang tinggal di kota kecil mayoritas Muslim di Bosnia. Selama perang, ia mengatakan di dalam kota terasa aman, tidak seperti kota Srebrenica di mana tentara Serbia membantai 8.000 pria Muslim pada 1995.

Orang Serbia mengepung daerah Neila, yang membuat tidak mungkin untuk pergi atau mendekati kota. “Tidak ada yang mengira ini bisa terjadi. Kami, orang biasa, hidup damai dengan orang Serbia dan Kroasia sebelumnya," ucap dia.

Saksi lainnya, Maida Halilovic, menambahkan orang Serbia tidak dapat memasuki desa tempat mereka tinggal, tetapi mereka mengirim helikopter khusus untuk membombardir rumah mereka. Selama penyerangan, ayahnya akan menggendongnya dan pergi ke gunung untuk bersembunyi.

Hampir 15 tahun setelah perang, segalanya menjadi lebih baik. Anak muda memang kurang familiar dengan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi kebencian terhadap umat Islam belum hilang sama sekali dari banyak daerah.

Meski demikian, Neila dengan bangga mengenakan jilbab, tidak seperti banyak gadis Muslim lainnya, khususnya di Sarajevo. Ia merupakan bentuk gambaran dari seorang Muslim yang hidup di Bosnia.

"Ideologi komunis mencuci otak rakyat, termasuk umat Islam. Oleh karena itu, komunitas Bosnia saat ini cukup beragam, dengan Muslim yang religius dan taat, serta Muslim yang sangat dipengaruhi oleh gaya hidup Eropa Barat," kata dia.

Di semua sekolah, ada studi Islam sebagai bagian dari mata pelajaran dan kesempatan untuk belajar bahasa Arab atau Turki. Daerah tersebut memiliki sekolah menengah Islam, dengan anak-anak secara teratur dibawa ke masjid.

“Menyedihkan, tapi saya merasa di sini di Jerman, tempat tinggal saya saat ini, saya melihat lebih banyak wanita berhijab daripada di negara asal saya, apalagi niqab, yang jarang Anda lihat di sana," lanjutnya.

 
Berita Terpopuler