Teten Akui Praktik Shadow Banking Koperasi Sulit Dilacak

Kemenkop bahkan harus gandeng lembaga seperti PPATK untuk megawasi koperasi.

KemenkopUKM
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan kasus KSP Indosurya yang merugikan banyak masyarakat yang menjadi anggotanya menjadi preseden buruk bagi koperasi simpan pinjam (KSP) di Indonesia.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengakui praktik shadow banking yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam (KSP) hampir tak bisa terlacak. Kemenkop UKM bahkan harus menggandeng lembaga seperti PPATK hingga OJK untuk bisa melakukan pengawasan lebih dalam.

Baca Juga

Teten mengatakan, salah satu sebab lemahnya pengawasan terhadap koperasi karena aturan Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Ia menjelaskan, dalam undang-undang itu, pengawasan koperasi hanya dapat dilakukan oleh internal koperasi itu sendiri.

Pihaknya telah menerbitkan Peraturan Menkop UKM sebagai dasar aturan pengawasan. Namun, pengawasan yang dilakukan hanya sebatas melihat neraca keuangan di atas kertas yang mudah dimanipulasi pengurus.

"Jadi itu hanya pengawasan kulitlah. Tidak bisa melihat ke dalam sampai misalnya ada penggelapan aset. Bahkan, shadow banking pun tidak bisa kelihatan karena kita ada kelemahan regulasi," kata Teten usai usai melakukan Pertemuan dengan PPATK di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Teten menjelaskan, praktik shadow banking koperasi yang dimaksud yakni menyalahi kewenangan dari bentuk koperasi. Ia mencontohkan, terdapat koperasi yang berbadan hukum sebagai koperasi simpan pinjam (KSP) atau jenis closed loop dan hanya dikhususkan untuk anggota.

 

Namun ia kemudian melakukan penghimpunan uang dengan skema ponzi dan membuka penyimpanan uang dari luar anggota. Prakti itu salah satunya dilakukan oleh KSP Indosurya yang mengalami masalah gagal bayar hingga Rp 13,8 triliun.

"Karena badan hukumnya koperasi lalu praktek shadow banking sehingga lolos juga dari pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," katanya.

Teten pun menjelaskan, koperasi sejatinya diperbolehkan untuk membuka unit usaha bank. Itu masuk kategori sebagai koperasi open loop. Namun, karena unit usaha tersebut berstatus sebagai lembaga keuangan bank maka pengawasan berada di bawah OJK sedangkan induk koperasi tetap diawasi oleh Kemenkop UKM.

Mekanisme pengawasan tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Di satu sisi, Teten pun telah mengajukan revisi Undang-Undang Perkoperasian kepada DPR agar pemerintah memiliki dasar hukum yang legal dalam melakukan pengawasan langsung terhadap koperasi-koperasi di Indonesia.

 

"Komisi XI sudah setuju, tengah tahun ini kita harapkan (RUU) selesai karena ini sudah sangat serius sekali," ujar Teten.

 
Berita Terpopuler