Sisi Lain Pembakaran Alquran, Justru Umat Beragama Bersatu Melawan Kebencian

Pembakaran Alquran di Swedia menunjukkan buruknya Islamofobia

EPA-EFE/Olafur Steinar Gestsson DENMARK OUT
Rasmus Paludan, pemimpin partai anti-Islam sayap kanan Denmark Stram Kurs (Garis Keras), membakar mushaf Alquran di depan kedutaan Turki di Kopenhagen, Denmark, Jumat (27/1/2023).. Aksi itu ditanggapi dengan kemarahan dan protes di sekitar dunia sejak Paludan membakar kitab suci umat Islam di Stockholm seminggu sebelumnya.
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM — Komunitas Yahudi dan Kristen di Turki telah bergabung dalam suara global yang mengutuk penodaan kitab suci Alquran di Swedia pada akhir Januari. Politisi sayap kanan, Rasmus Paludan membakar Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm beberapa minggu lalu.

Baca Juga

“Adegan ini mengingatkan Nazi,” kata Kepala Dewan Komunitas Yahudi Swedia, Lena Posner-Korosi, mengatakan kepada surat kabar Turki Milliyet dalam sebuah wawancara eksklusif.

Saat dia menodai kitab suci, Paludan mengancam akan melakukannya lagi setiap Jumat sampai Swedia diizinkan masuk NATO, dan dia mengulanginya pada minggu berikutnya di depan sebuah masjid di Denmark.

“Sungguh memalukan bahwa satu orang menunjukkan kebenciannya sedemikian rupa. Jika seseorang ingin membakar Alquran, mereka juga bisa ingin membakar Muslim. Merupakan aib besar untuk mengizinkan tindakan ini,” kata Korosi dilansir dari Daily Sabah, Ahad (5/2/2023).

Menggemakan kecaman Korosi, Kepala rabbi Turki, Ishak Haleva juga mengecam insiden tersebut melalui Milliyet. Dia menekankan pentingnya menghormati keyakinan orang lain. 

“Seperti yang telah kami nyatakan di akun media sosial komunitas kami segera setelah insiden serius ini terjadi, kami mengutuk keras Rasmus Paludan, yang membakar Alquran di depan masjid. Kedutaan Besar Turki di Swedia dan mereka yang mengizinkannya.”

Dia kemudian menggambarkan demonstrasi Paludan sebagai kejahatan kebencian dan tindakan terorisme agama. Dia menegaskan kembali perlunya setiap orang untuk menghormati keyakinan dan budaya satu sama lain serta perlindungan melalui hukum.

Pemimpin spiritual Gereja Ortodoks Suryani Perawan Maria di Istanbul, Yusuf Çetin, menyatakan “kecaman keras” atas nama dirinya dan jemaatnya.

“Di mana pun di dunia ini, saya yakin semua orang harus saling menghormati agama dan kitab suci masing-masing. Kami terus berdoa agar kejadian seperti ini tidak terulang dan untuk perdamaian dunia,” kata Çetin kepada Milliyet.

“Mengizinkan tindakan seperti ini tidak dapat diterima baik di bawah demokrasi maupun kebebasan,” tegasnya.

Bartholomew I, Uskup Agung Istanbul dan Patriark Ekumenis dan pemimpin spiritual Gereja Ortodoks Timur, menyoroti “keprimitifan” pembakaran buku Paludan ketika dia mengecamnya dan tindakan serupa dilakukan oleh radikal sayap kanan lainnya, Edwin Wagensveld, sang pemimpin dari kelompok Islamofobia PEDIGA, yang merobek dan membakar halaman-halaman Alquran di Den Haag dua hari setelah Paludan.

“Kami benar-benar percaya mayoritas orang di Swedia atau Belanda mengutuk tindakan primitif ini dan para pelakunya di dalam hati mereka,” kata Uskup Agung itu.

“Kami sangat mengutuk serangan biadab, kurang ajar dan tidak sopan terhadap Alquran ini. Tugas yang menimpa kami para pemimpin agama adalah untuk mengajarkan penghormatan terhadap kesucian anggota agama yang berbeda dan bersama-sama mengutuk ketidaksopanan serupa dengan bertemu di poros ini,” kata patriarkat dalam pernyataan terpisah.

Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?  

Patriark Armenia ke-85 dari Istanbul Sahag II Mashalian juga menyatakan tidak ada alasan untuk membenarkan insiden tersebut. 

“Tidak dapat diabaikan bahwa tindakan keji ini tidak hanya melukai perasaan keagamaan umat Islam, tetapi juga diarahkan untuk memicu permusuhan antarumat yang berbeda agama,” kata Mashalian dalam sebuah pernyataan.

“Sudah pasti bahwa pernyataan ini sama sekali tidak dapat dikaitkan dengan demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia dan tidak akan ditoleransi oleh orang-orang yang berbagi emosi ini,” tegas Uskup Agung.

Komunitas Armenia Turki dengan menyesal mengutuk tindakan tidak beradab ini dan berharap suatu saat dunia menghadapi berbagai pergumulan betapa cinta dan kedamaian sangat dibutuhkan.

Menilai kerusakan

Sementara itu, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, datang bersama dengan perwakilan komunitas Muslim negaranya, beberapa pekan setelah insiden pembakaran Alquran yang mengguncang dunia Islam secara luas, sebagai kelanjutan dari pembicaraan yang diluncurkan pemerintahan sebelumnya di Stockholm.

Kristersson "menghargai" dialog yang dia lakukan dengan komunitas Muslim Swedia dan menjawab pertanyaan penting yang diajukan oleh para perwakilan, termasuk situasi dan kejadian terkini, menurut pernyataan dari kantornya di Twitter.

Kepala Asosiasi Islam di Swedia, Tahir Akan, yang termasuk di antara empat yayasan Islam lainnya yang ikut serta dalam pertemuan tersebut, mengungkapkan pertemuan itu diselenggarakan atas inisiatif Kristersson dan berpusat pada meningkatnya kejahatan rasial terhadap Islam di negara tersebut.

“Kami menyampaikan keprihatinan umat Islam di Swedia. Kami menggarisbawahi bahwa Swedia adalah negara yang toleran dan akhir-akhir ini citranya di kancah internasional mulai terbalik,” kata Akan kepada Anadolu Agency (AA).

Baca juga: Mualaf Prancis William Pouille, Kecintaannya kepada Arab Saudi Mengantarkannya ke Islam

Kristersson meyakinkan perwakilan bahwa kantornya peduli dengan dialog dengan komunitas Muslim di Swedia dan akan melakukan yang terbaik untuk mengembangkannya.  

Selain protes di seluruh dunia, Muslim dan Yahudi, serta aktivis hak asasi manusia di Swedia turun ke jalan untuk memprotes tindakan Islamofobia Paludan dan pejabat Swedia menjauhkan diri dari protes sambil mengutip kebebasan berbicara. 

Demonstrasi berlanjut di Turki, Swedia, Belanda, Denmark, dan banyak negara lain saat orang-orang memperhatikan peningkatan Islamofobia dan menyerukan tindakan untuk melindungi Muslim di Eropa. 

Seorang aktivis HAM Swedia menyoroti bahwa pemberian izin untuk tindakan seperti pembakaran Alquran tidak hanya berdampak pada umat Islam tetapi juga membahayakan kelompok agama lain. 

"Tindakan Paludan adalah rasisme, Islamofobia, dan anti-Semitisme. Jika hukum tidak bisa menghentikan itu, jelas ada yang salah dengan hukum!" kata ilmuwan politik Helene Sejlert awal pekan ini. 

Turki, sebagai target pertama Paludan, sangat vokal dalam mengutuk penodaan tersebut karena para pejabat menyebut Paludan sebagai penipu yang membenci Islam dan berpendapat bahwa insiden itu hanya membuktikan mentalitas kebencian dari Barat. “Apakah mereka memusnahkan Islam dengan membakar Alquran kita? ... Mereka hanya menunjukkan betapa tercelanya mereka,” tutur dia.

 

 

Sumber: dailysabah 

 
Berita Terpopuler