Ini Dampak Bagi Jokowi Bila Kehilangan Nasdem

Rabu Pon 1 Februari 2023 telah gagal menjadi momentum reshuffle kabinet. 

Infografis Republika
Isyarat Reshuffle dari Jokowi
Rep: Febrian Fachri Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo hari ini, Rabu (1/2/2023) masih menjadi teka-teki. Selain itu, perhatian publik dan pengamat politik mengarah ke pertemuan Ketua Umum Surya Paloh dengan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto hari ini di markas Partai Golkar.

Baca Juga

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, mengatakan, Rabu Pon 1 Februari 2023 telah gagal menjadi momentum reshuffle kabinet. Menurut Arifki, pertemuan Jokowi dengan Surya Paloh di istana beberapa hari lalu telah menghasilkan keuntungan untuk kedua belah pihak.

"Asumsinya, menteri dari NasDem di pertahankan, lalu NasDem bakal menjaga Jokowi sampai dengan tahun 2024," kata Arifki.

Lalu alasan kedua menurut Arifki, Presiden Joko Widodo masih berat hari ditinggalkan oleh Partai Nasdem. Karena sejak awal 2014 lalu, Nasdem merupakan partai kedua setelah PDIP yang mengusung Jokowi.

Ketika pemerintahan Jokowi sudah berjalan dua periode, Arifki melihat, Nasdem menjadi partai yang paling mudah diajak kompromi oleh presiden. "Meskipun Jokowi kader PDI-P, ia lebih mudah membangun kesempatan dengan NasDem dan Golkar. Pilihan mempertahankan NasDem langkah Jokowi menjaga keseimbangan politik di sekelilingnya," ujar Arifki.

Ia juga melihat, kepintaran Surya Paloh dalam percaturan politik. Ketika melihat partai koalisi pendukung pemerintah mulai tidak nyaman dengan Nasdem, Paloh tahu kemana ia harus 'mengadu'. Pilihannya adalah Partai Golkar yang notabene adalah partai masa lalu Surya Paloh.

"Bang Surya yang memiliki romantisme sejarah yang kuat dengan Golkar tentu lebih mudah untuk memperoleh dukungan, apalagi keduanya sama-sama partai pendukung pemerintahan Jokowi," kata Arifki.

 

 
Berita Terpopuler