Suka Nggak Pakai Celana Dalam? Ini Kata Ahli Urologi dan Ginekologi

Survei Vanity Fair mengungkap 25 persen responden sesekali tak pakai celana dalam.

Prayogi/Republika.
Produk pakaian di Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Dokter merekomendasikan untuk menggunakan celana dalam berbahan katun.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengenakan pakaian dalam berfungsi untuk memproteksi bagian pribadi seseorang, juga melindungi kulit kelamin. Akan tetapi, apakah seseorang benar-benar perlu untuk terus-menerus memakainya?

Ada pro dan kontra mengenai keputusan seseorang mengenakan pakaian dalam, baik itu laki-laki maupun perempuan. Faktanya, menurut sebuah survei dari Vanity Fair, 25 persen responden mengaku sesekali tidak mengenakan celana dalam (yang diistilahkan dengan "going commando").

Penasihat medis dan ahli urologi di Aeroflow Urology, Aleece Fosnight, menyebutkan beberapa manfaat tidak memakai celana dalam untuk kaum hawa. Dampak positif itu termasuk menurunkan risiko infeksi jamur di vagina, yang dapat menyebabkan iritasi, gatal, dan keputihan.

"Jenis pakaian dalam tertentu, seperti yang terbuat dari bahan selain katun, dapat menyebabkan tingkat infeksi jamur yang lebih tinggi. Jadi, membatasi waktu mengenakan pakaian dalam (dengan bahan itu) dapat membantu mencegahnya," ujar Fosnight.

Melepas celana dalam sesekali juga menurunkan risiko terserang infeksi saluran kemih (ISK). Jika termasuk yang sering mengalami ISK, cek bahan pakaian dalam yang dikenakan.

Baca Juga

Bahan selain katun membuat seseorang lebih mudah mengidap ISK. Efek lain dari tidak memakai celana dalam, yaitu mengurangi bau vagina.

Bagi pria, keuntungan tidak memakai celana dalam adalah menurunkan risiko gatal di selangkangan, mengurangi bau keringat, mencegah aroma tidak sedap pada alat kelamin, dan berpotensi meningkatkan jumlah sperma. Seseorang pun bisa lebih bebas bergerak.

Ginekolog di Yale Medicine, Mary Jane Minkin, menyoroti pentingnya memakai celana dalam. Tidak mengenakannya membuat seseorang lebih rentan terhadap radang atau infeksi, terutama perempuan.

"Saya merawat beberapa orang karena iritasi pada vulva dan uretra, yang disebabkan oleh kain kasar celana mereka akibat tidak memakai pakaian dalam," tutur Minkin, dikutip dari laman Insider, Selasa (24/1/2023).

Kelemahan potensial lainnya jika tidak mengenakan celana dalam yakni kurangnya perlindungan kebocoran bagi yang mengalami inkontinensia urine (pengeluaran cairan urine tanpa disadari). Cairan keputihan pun bisa merembes ke pakaian dan membekas.

Tanpa pakaian dalam yang berfungsi sebagai penghalang dan pelindung antara tubuh dan celana, kulit atau rambut kemaluan dapat tersangkut secara tidak sengaja di ritsleting celana. Jadi, ada baiknya memahami kapan harus memakai pakaian dalam dan kapan bisa leluasa melepaskannya.

Baca juga : Mandi Pagi tak Selamanya Baik, Ini Risiko yang Bisa Mengintai Anda

Memakai pakaian dalam atau tidak memang merupakan pilihan yang sangat pribadi. Akan tetapi, ada faktor-faktor tertentu yang bisa menjadi pertimbangan.

Minkin menyarankan kaum hawa tetap memakai celana dalam saat menstruasi, saat berbelanja baju baru, dan saat mengenakan pakaian ketat, misalnya celana yoga atau jeans denim. Mereka dapat melewatkan memakai celana dalam mungkin ideal saat berolahraga, saat tidur, serta saat mengenakan pakaian longgar.

Jika seseorang memilih untuk terus memakainya, pilih celana dalam dengan bahan 100 persen katun karena memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik. Jenis kain lain seperti nilon, spandeks, atau poliester dapat membatasi kemampuan bernapas dan menjebak kelembapan ekstra di dekat alat kelamin.

Memilih deterjen yang tepat untuk mencuci pakaian dalam juga penting, yakni deterjen bebas pewangi yang dirancang untuk kulit sensitif dan menghindarkan iritasi pada alat kelamin. Tentunya, seseorang juga harus mengganti pakaian dalam secara rutin.

 
Berita Terpopuler