Siasat Pan Islam Adolf Hitler di Tanah Soviet

Adofl Hitler menemukan momentum menyerang Soviet ketika ada sekitar 400 ribu Muslim Soviet bergabung

network /Rahmat Fajar
.
Rep: Rahmat Fajar Red: Partner

Hitler sedang memantau pasukan militernya

dok. republika

NYANTRI--Dalam sejarah Uni Soviet perang dunia II disebut sebagai “perang patriotrik besar”. Disebut sebagai perang patriotik dikarenakan perang tersebut secara tidak langsung telah memperkuat persatuan antara bangsa Soviet dan Stalin. Tetapi di sisi lain rezim komunis juga menyaksikan bahwa terdapat oposisi di dalam atau di luar negeri selama tahun-tahun perang dunia II. Sebagian oposisi ini muncul akibat dari kebijakan rezim Stalin yang sewenang-wenang.

Maka tidak heran jika Adolf Hitler menyerbu Uni Soviet pada 22 Juni 1941, para kubu oposisi ini menemukan momentumnya. Jutaan warga Uni Soviet kemudian menyambut baik propaganda Nazi Jerman yang akan menjanjikan kepada mereka pembebasan dari rezim Stalin. Maka segera dengan cepat lebih dari satu juta orang dari warga Soviet bergabung dan bertugas dalam Wehrmacht. Diantara mereka terdapat sekitar 400.000 orang Muslim Soviet.

Bergabungnya jutaan orang Muslim Soviet ini sendiri bagi Nazi Jerman merupakan keuntungan tersendiri. Pasalnya, kekurangan sumber daya manusia, kaum Nazi melihat kemungkinan untuk memobilisasi para tawanan perang Soviet, terutama dari kalangan etnis minoritas non-Rusia guna menghadapi rezim Stalin dan ideologi komunis. Dalam melakukan mobilisasi kaum Nazi dibantu oleh mufti besar Yerusalem, Haji Amin al-Husayni. Meminjamkan pamornya sebagai mufti kota suci dalam Islam, al-Husayni kemudian menjadi propaganda Nazi untuk merayu kelompok Muslim di Balkan dan Uni Soviet untuk bergabung dengan pihak Nazi.

Selain Haji Amin al-Husayni, Nazi Jerman juga menggunakan ulama Eropa timur untuk merekrut para sukarelawan. Di antara mereka adalah Jakub Szynkiewicz, ulama Tatar Polandia yang diangkat menjadi mufti Ostland oleh Nazi Jerman. Dalam sebuah pidato di depan para rekrutan sukarelawan ini, Jakub Szynkiewicz menggarisbawahi slogan bahwa kaum Muslim, karena alasan politik dan agama, tidak akan pernah bersekutu dengan Bolshevisme, yang merupakan ideologi tak bertuhan (Oktorino, 2017).

Orang Nazi Jerman sendiri berusaha keras untuk menjaga kesetiaan sukarelawan Muslim ini. Para sukarelawan Muslim ini diberikan berbagai hak istimewa yang berkaitan dengan agama yang dipeluknya. Bahkan untuk menjaga kesetiaan ini, pihak Nazi Jerman sampai mendirikan kursus dan sekolah mullah bagi sukarelawan Muslim Soviet ini. Apa yang dilakukan pihak Nazi Jerman ini merupakan permainan lama yang pernah dilakukan oleh Von Oppenheim dan kaisar Wilhelm II dalam perang dunia I, tetapi dalam skala panjang dan jauh lebih besar, yakni menggunakan “kartu Muslim” untuk merongrong Uni Soviet hingga hancur dari dalam dengan bantuan konflik dan guncangan kebangsaan guna membuka jalan dan memperlancar serangan Adolf Hitler ke Uni Soviet (Oktorino, 2017).

Referensi: Oktorino, N. (2017). Bulan Sabit dan Swastika (Kisah Legiun Muslim Soviet Hitler). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

 
Berita Terpopuler