Alami Henti Jantung, Risiko Kematian Wanita Lebih Tinggi Dibanding Pria, Mengapa?

Henti jantung berbeda dengan serangan jantung.

Foto : MgRol112
Irama jantung (Ilustrasi). Banyak orang masih memercayai mitos bahwa masalah penyakit jantung dan henti jantung lebih sering mengenai pria.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Henti jantung mendadak atau sudden cardiac arrest (SCA) bertanggung jawab atas sekitar enam juta kematian per tahun di dunia. Menurut studi, risiko kematian akibat SCA lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

SCA terjadi ketika gangguan irama jantung atau aritmia menyebabkan sistem listrik jantung berhenti bekerja sebagaimana mestinya. Kondisi ini membuat jantung bisa berhenti berdetak secara tiba-tiba.

Sebagian orang mungkin menganggap SCA dan serangan jantung sebagai sebuah kondisi yang sama. Nyatanya, SCA dan serangan jantung merupakan dua kondisi yang berbeda.

Serangan jantung terjadi ketika arteri koroner tersumbat sehingga aliran darah tak bisa mencapai jantung. Akan tetapi, serangan jantung bisa memicu terjadinya SCA.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam European Heart Journal menemukan bahwa jenis kelamin tampak memengaruhi peluang hidup penderita yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit (out of hospital cardiac arrest, OHCA). Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal.

Menurut studi, salah satu pemicunya adalah wanita yang mengalami OHCA cenderung lebih jarang mendapatkan pertolongan resusitasi dari orang sekitarnya dibandingkan pria yang mengalami OHCA. Hal ini bahkan terjadi meski wanita dengan OHCA menunjukkan gejala yang jelas.

Seperti diketahui, salah satu tindakan yang perlu dilakukan dalam meresusitasi orang yang mengalami henti jantung adalah dengan memberikan kompresi di dada. Kompresi ini harus membuat area dada ditekan ke bawah sedalam dua inci.

Hal ini yang kemudian menjadi kekhawatiran sebagian orang awam dalam memberikan bantuan resusitasi pada wanita. Kekhawatiran muncul karena wanita cenderung memiliki ukuran dada yang lebih kecil dibandingkan pria.

"Sebagian orang yang tak terlatih mungkin khawatir untuk melakukan kompresi lebih dalam pada wanita," jelas noninvasive cardiologist di Providence Saint John's Health Center di Santa Monica, Amerika Serikat, Alexandra Lajoie, seperti dilansir Medical News Today, Kamis (12/1/2023).

Selain itu, tim peneliti juga menemukan bahwa wanita dengan OHCA yang mendapatkan bantuan resusitasi memiliki peluang selamat yang lebih rendah dibandingkan pria. Hal ini mungkin terjadi karena wanita cenderung lebih jarang mendapatkan layanan kesehatan untuk jantung mereka.

Meski henti jantung terjadi secara mendadak, masalah yang mendasarinya sebenarnya telah ada jauh lebih awal. Namun, bila dibandingkan pria, wanita cenderung lebih sering menunda-nunda untuk pergi ke dokter bila mengalami gejala terkait masalah jantung.

"Karena itu, (wanita) lebih mungkin mengalami infark miokard (serangan jantung) berat yang memicu henti jantung," jelas dr Lajoie.

Baca Juga

Baca juga : Kebiasaan Kecil yang Bisa Picu Sakit Jantung, Jangan Lakukan Lagi

Hingga saat ini, dr Lajoie mengatakan banyak orang masih memercayai mitos bahwa masalah penyakit jantung dan henti jantung lebih sering mengenai pria. Hal ini membuat banyak wanita yang mengalami gejala penyakit jantung tak segera mencari pertolongan medis.

"Mayoritas kejadian henti jantung bisa dihindari bila masalah yang mendasarinya diobati dengan cepat sebelum henti jantung terjadi," ujar dr Lajoie.

Oleh karena itu, dr Lajoie mengimbau semua orang, baik pria maupun wanita, untuk mewaspadai beragam gejala terkait masalah kesehatan jantung. Beberapa di antaranya adalah nyeri di area dada, perasaan seperti akan pingsan, jantung berdebar, pingsan, atau sesak napas.

Baca juga : Menanti Pelaksanaan Hukuman Mati Herry Wirawan

Mengenali gejala henti jantung dan cara menolongnya
Orang yang mengalami henti jantung mendadak bisa mengalami beberapa gejala. Kehilangan kesadaran, pening, detak jantung tak beraturan atau cepat, nyeri dada, sesak napas, dan juga mual termasuk sederet gejalanya.

Mengingat henti jantung mendadak terjadi secara cepat, ada dua hal utama yang perlu dilakukan orang-orang di sekitar untuk menolong penderita. Upaya yang pertama adalah memanggil layanan medis darurat. Selanjutnya, berikan bantuan resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR kepada penderita hingga paramedis tiba.

Tujuh langkah jaga kesehatan jantung. - (Republika)



Menurut beberapa studi, semakin cepat orang-orang di sekitar memberikan bantuan RJP akan semakin baik. Kecepatan pemberian bantuan RJP ini memiliki dampak langsung terhadap peluang hidup serta kondisi neurologi penderita.

 
Berita Terpopuler