Populasi Gaza Lampaui 2,3 Juta Jiwa

Ada peningkatan signifikan dalam jumlah bayi yang baru lahir di Gaza.

AP/Adel Hana
Warga Palestina berbaris sambil mengibarkan bendera nasional mereka selama unjuk rasa solidaritas dengan Al-Quds, atau Yerusalem, di jalan utama di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Jumat, 9 September 2022. Populasi Gaza Lampaui 2,3 Juta Jiwa
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

IHRAM.CO.ID, RAMALLAH -- Kementerian Dalam Negeri yang dikelola Hamas mengatakan baru-baru ini bahwa populasi Gaza telah mencapai 2.375.259 juta orang pada akhir 2022. Sebagian besar warganya menderita akibat blokade ilegal Israel.

Baca Juga

"Sekitar 50,7 persen (1.204.986) dari populasi adalah laki-laki, sedangkan perempuan berjumlah 49,3 persen dari warga Gaza (1.170.273)," kata kementerian dalam negeri dalam pernyataan pers yang dilansir dari The New Arab, Rabu (11/1/2023).

“Dari tahun ke tahun, kantong pesisir mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah orang meskipun faktanya kebanyakan dari mereka menderita kemiskinan, pengangguran, serta kerawanan pangan, akibat blokade Israel,” tambah kementerian tersebut. 

Sejak 2007, warga Palestina di Gaza menderita kondisi hidup yang sangat sulit akibat blokade Israel di daerah kantong pantai setelah Hamas merebut wilayah itu dari Fatah. Hamas memenangkan pemilihan legislatif.

Baca juga: Ustadz Fahmi Salim Jelaskan Pegunungan Makkah Menghijau Jadi Tanda Kiamat

Selain itu, tentara Israel melancarkan lima perang skala besar dan puluhan serangan militer singkat terhadap warga Palestina di Gaza. Serangan ini menewaskan ribuan orang dan menghancurkan ribuan perumahan dan industri serta gedung-gedung pemerintah. 

Pada 2012, PBB mengatakan dalam laporan tahunannya bahwa Jalur Gaza akan "tidak dapat ditinggali" jika blokade Israel berlanjut. Sejak itu, PBB berulang kali memperingatkan tentang kemunduran tajam di Jalur Gaza. 

“Terlepas dari kenyataan bahwa penduduk setempat hidup dengan layanan dasar minimum atau kurang sebagai eksaserbasi krisis kemanusiaan, ada peningkatan signifikan dalam jumlah bayi yang baru lahir,” kata Mohammed Eliyan, seorang medis keluarga berencana di pusat medis al-Nusirat milik UNRWA.

Pusat medis UNRWA, kata Eliyan, telah mengadopsi program keluarga berencana untuk mendorong para ibu agar tidak melahirkan banyak bayi untuk memastikan (bayi baru) memiliki hak mereka untuk hidup normal dan sehat. “Terkadang, kami menemukan ada beberapa reaksi positif dari para ibu, tetapi di lain waktu kami menantang beberapa kendala terutama dari mereka yang memiliki dua atau tiga bayi,” katanya. 

Alaa Mashaal, seorang ibu tiga anak yang tinggal di Gaza, adalah seorang ibu dalam kemiskinan yang secara teratur menghadapi banyak tantangan dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi anak-anaknya.  "Kami tidak bisa berhenti melahirkan bayi kami karena kami memiliki tradisi sosial memiliki banyak anak dalam keluarga yang sama," kata ibu berusia 25 tahun itu.

“Saya benar-benar berjuang membesarkan bayi saya dan bahkan membiarkan mereka hidup pada tingkat yang stabil,” tambahnya.

Dia berkata suaminya tidak bisa mendapatkan lebih dari 15 dolar (Rp 233 ribu) sehari dengan bekerja di supermarket lokal meskipun dia lulusan universitas. "Kami memiliki impian besar, tetapi kenyataan pahit kami menghalangi kami untuk mencapai tujuan minimum kami," tambahnya.  

Linda Atallah (52 tahun), ibu delapan anak lainnya yang berbasis di Gaza, berharap tidak memiliki keterbatasan dalam melahirkan anak-anaknya karena dia tidak dapat merawat mereka semua. "Saya melahirkan enam dari mereka sebelum 2007, ketika suami saya bekerja di Israel dan kami memiliki banyak uang memberi makan dan merawat mereka semua," kenang Linda.

 

“Tapi dua putra terakhir lahir pada 2010 dan 2014, saat kami menjadi miskin,” ungkapnya.

Saat ini, keluarganya hanya mampu bergantung pada lembaga internasional yang memberinya makanan dan melindungi keluarganya dari kelaparan dan kemiskinan. Sekitar 64 persen populasi di Gaza berada dalam kemiskinan, dengan 33 persen populasi dalam kemiskinan ekstrem, dan 57 persen mengalami kerawanan pangan, menurut statistik resmi yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS). 

Direktur Hubungan Masyarakat di Kamar Dagang dan Industri Gaza Maher Al-Tabbaa mengatakan Jalur Gaza masih dipengaruhi oleh blokade Israel yang diberlakukan dan perang Israel berulang kali serta serangan militer, yang tak henti-hentinya memperdalam krisis ekonomi, terutama sebagai akibat dari kerusakan besar pada infrastruktur Gaza.

Al-Tabbaa meminta masyarakat internasional untuk menjalankan tugasnya terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza yang terkepung, menyediakan kebutuhan dasar mereka dan membebaskan mereka dari "penjara terbesar dalam sejarah" dan memberikan tekanan nyata dan serius kepada Israel untuk segera mengakhiri blokade yang "tidak adil".

Serangan Israel ke Gaza. - (republika)

 
Berita Terpopuler