Serangan Elite PDIP ke Menteri-Menteri dari Nasdem Jelang Reshuffle

PDIP meminta menteri-menteri Jokowi dari Nasdem secara gentle mundur dari kabinet.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto (tengah) di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri, Mabruroh

Baca Juga

Seusai meresmikan pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2023 di Jakarta, pada Senin (2/1/2022), Jokowi kembali merespons pertanyaan wartawan terkait rencanaya me-reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Ia meminta agar masyarakat menunggu pengumuman resmi reshuffle tersebut.

"(Reshuffle) Tunggu aja. Ditunggu aja," ujar dia singkat kepada wartawan.

Seiring wacana reshuffle kabinet oleh Jokowi, elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) semakin gencar melancarkan serangan-serangan kepada menteri Jokowi dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Diketahui, hubungan PDIP merenggang dengan Nasdem seusai partai yang dipimpin oleh Surya Paloh itu mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) mereka untuk 2024.

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan, evaluasi terhadap Kabinet Indonesia Maju bukan dalam rangka membuat gaduh. Menurutnya, pernyataan terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang merupakan kader Partai Nasdem merupakan bentuk evaluasi.

"Yang disampaikan oleh PDI Perjuangan adalah hal-hal yang prinsipal, hal-hal yang fundamental terkait dengan etika politik. Dan kami menerima laporan-laporan juga dari DPR bahwa pasca pengumuman Anies Baswedan oleh partai tersebut memang ada beberapa perubahan-perubahan policy yang ada di DPR," ujar Hasto di Kantor PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2022).

Menurutnya, ada etika politik yang harus dijaga oleh partai politik yang tergabung di koalisi pemerintahan Presiden Jokowi. Adapun PDIP berusaha menjaga kinerja kabinet dengan evaluasinya tersebut.

"Sehingga yang kami lakukan adalah justru untuk membawa kultur demokrasi yang mengedepankan etika politik tersebut," ujar Hasto.

Dalam forum yang sama, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyebut, seharusnya menteri-menteri dari Partai Nasdem mengundurkan diri dari Kabinet Indonesia Maju. Ia mengacu pada kinerja Mentan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.

"Satu kinerjanya, dua termasuk partainya. Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik, untuk menteri menterinya (Nasdem) lebih baik mengundurkan diri," ujar Djarot.

Ia menilai para menteri-menteri Nasdem kekinian sudah tidak cocok dengan apa yang diperjuangkan Jokowi di pemerintahan. Terlebih mengusung Anies yang kerap disebut sebagai antitesa dari mantan wali kota Solo itu.

"Itu lebih gentle. Ya, sebab apa, sebab, rupanya, mungkin agak tidak cocok dengan kebijakan pak Jokowi, termasuk yang disampaikan adalah sosok antitesis Pak Jokowi," ujar Djarot.

 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali mengaku masih akan berprasangka positif kepada kepada Jokowi terkait wacana reshuffle kabinet. Dia menekankan, Jokowi sejak awal sampai saat ini merupakan sosok yang sangat dekat dengan Partai Nasdem.

Ali berpendapat, kalaupun kader-kader dirasa tidak cakap dan terkena reshuffle, tentu Nasdem akan menerima keputusan itu. "Jokowi sahabat Nasdem, kami selalu berpikir positif apapun keputusannya, tidak akan mengubah apapun dengan Jokowi," kata Ali kepada Republika, Jumat (23/12/2022).

Lanjutnya, ia mengajak masyarakat luas, termasuk basis-basis pendukung dari Partai Nasdem, untuk memandang keputusan seperti itu sebagai kebutuhan dari pemerintah. Ia meminta keputusan-keputusan seperti itu tidak dipandang politis.

"Apa pun, hendaknya dipandang sebagai kebutuhan pemerintah, jangan dipolitisasi, pergantian pembantu presiden itu evaluasi untuk tingkatkan kinerja pemerintah," ujar Ali.

Dilema Nasdem

Diketahui, di pemerintahan Jokowi ini ada tiga kementerian yang diduduki oleh Nasdem, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut peneliti LSI Denny JA, Fitri Hari, Nasdem kini dihadapi dilema setelah mereka berani mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres.

 

"Dilema yang dihadapi oleh Surya Paloh adalah dia kuat di suara yang beroposisi dengan Jokowi tapi ia masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi," kata Fitri, belum lama ini.

Fitri menuturkan, masyarakat yang merasa puas terhadap kinerja Jokowi sebesar 74,2 persen. Di antara kalangan pemilih 32 persen memilih Ganjar, 23,1 memilih Prabowo dan 12,3 persen memilih Anies Baswedan.

"Di antara kandidat ini yang merasa puas dengan kinerja Jokowi, maka Ganjar Pranowo menang," kata Fitri.

"Sedangkan di kalangan pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi, Anies yang menang," lanjut Fitri.

Fitri kemudian menyebutkan, bahwa tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi ada sekitar 23,8 persen pada kalangan ini. Pemilih ini paling tinggai memilih Anies sebagai calon presiden 35,6 persen, Prabowo 27,0 persen, dan Ganjar 8,5 persen.

"Dari dua data ini kami simpulkan, dilema yang dihadapi oleh Surya Paloh adalah dia kuat di suara yang beroposisi dengan Jokowi tapi ia masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi," ungkapnya.

 

"Jadi dengan posisi dan situasi yang seperti itu Surya Paloh dilema, pertama dia kuat di oposisi Jokowi tetapi saat ini terhitung masih menjadi bagian pemerintahan Jokowi, dan kedua terkait dengan Partai Nasdem, harus memilih apakah tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan," kata Fitri menambahkan.

 

Anies Siap Menjadi Calon Presiden 2024 - (infografis republika)

 

 

 
Berita Terpopuler