Ketika Nabi Muhammad Menyelesaikan Persoalan Rumah Tangga Sahabatnya

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siapapun.

Republika.co.id
Ketika Nabi Muhammad Menyelesaikan Persoalan Rumah Tangga Sahabatnya
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang menjadi panutan bagi siapapun, terlebih para sahabat. Segala persoalan yang dihadapi oleh mereka akan selalu diceritakan kepada Rasulullah, termasuk urusan rumah tangga.

Baca Juga

Hal ini mereka lakukan karena menganggap Rasul adalah utusan Allah SWT yang ditugaskan untuk membimbing umat sesuai dengan syariat. Selama hidup, Rasul menerima cerita dan aduan yang datang dengan seksama, mendengarkan dan membantu mencari solusinya.

Dalam buku Sejarah Madinah dan Biografi Intelektual-Spiritual Muhammad, disampaikan perihal kisah sahabat perempuan yang mendatangi Nabi Muhammad. Mereka menceritakan perihal urusan rumah tangga, yang menyebut ingin bercerai karena sudah tidak cinta lagi. Dalam buku-buku itu disampaikan sahabat perempuan yang pernah melakukan itu adalah Jamilah binti Ubay bin Salul, Habibah binti Sahl al-Asariyah, serta Barirah (mantan budak Sayyidah Aisyah).

Dalam artikel yang diunggah di laman resmi PBNU, disebutkan Nabi Muhammad bertanya kepada Jamilah binti Ubay tentang apa yang tidak ia suka dari suaminya, Tsabit bin Qais. Padahal, sosok Tsabit bin Qais dikenal memiliki agama yang sangat baik dan dirinya tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Adapun alasan Jamilah meminta cerai adalah karena dia  tidak mau terus bersalah karena ketidaksetiaan. Dirinya menyebut tidak bisa menghargai hak-haknya sebagai suami atau mengkhianatinya lewat pikiran dan perilakunya. Riwayat lain menyebutkan Jamilah tidak lagi suka karena wajah suaminya yang jelek.

Nabi pun bertanya apakah Jamilah bersedia mengembalikan sebidang kebun yang diterimanya sebagai mahar, yang mana dijawab sanggup tanpa ragu. Setelah menimang banyak hal, Nabi menyadari kalau keduanya tidak akan bisa hidup tenang dan biduk rumah tangga mereka tidak bisa diselamatkan. Akhirnya, Rasul meminta Tsabit bin Qais menerima perceraian.

Hal yang sama juga dialami Barirah, budak Sayyidah Aisyah. Barirah dinikahi seorang budak juga, bernama Mughits. Di satu sisi, Mughits sangat mencintai Barirah, namun Barirah tidak mencintai suaminya itu.

 

Rumah tangga mereka bertahan hingga pada suatu saat Sayyidah Aisyah memerdekakan Barirah. Karena merasa  sudah menjadi manusia merdeka, Barirah bebas dalam menentukan pilihan hidupnya, termasuk tidak lagi meneruskan rumah tangganya dengan Mughits.

Keputusan Barirah itu membuat Mughits merana dan terus mengikuti Barirah, dengan harapan ia akan berubah hati dan mau hidup bersamanya lagi. Tidak hanya itu, Mughits juga meminta Nabi Muhammad membujuk Barirah agar mau kembali kepadanya.

Nabi kemudian bertanya apakah Barirah bersedia hidup bersama lagi dengan ayah dari anak-anaknya. “Wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkan sesuatu yang wajib bagiku?” Barirah kembali bertanya. Nabi menjawab dirinya hanya berusaha menolong Mughits, untuk menyelamatkan bahtera rumah tangganya. “Aku tidak membutuhkannya (Mughits) lagi,” kata Barirah kepada Nabi.

Pada saat lainnya, Nabi Muhammad juga pernah menerima seorang wanita yang mengeluh karena orang tuanya menikahkannya tanpa meminta pendapatnya. Wanita tersebut ridha dengan keputusan orang tuanya, namun dia ingin menyampaikan pernikahan bukanlah keputusan orang tua saja, tapi juga anak perempuan yang dinikahkan.

Menurut wanita tersebut, orang tua tidak bisa bertindak seperti itu tanpa izin dari anak perempuan mereka. Maka kemudian, dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad menunda sebuah kontrak pernikahan yang dilaksanakan tanpa izin si anak perempuan.

“Janda lebih berhak bagi dirinya ketimbang walinya, dan perawan memberikan izin untuk dirinya, dengan cara diam,” kata Nabi Muhammad dalam sebuah hadits, terkait dengan hak perempuan dalam hal pernikahan.

 
Berita Terpopuler