Presiden Filipina akan Angkat Isu LCS dalam Kunjungannya ke China

Presiden Filipina diagendakan melakukan kunjungan ke China pada 3-5 Januari 2023.

AP Photo/Heng Sinith
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr diagendakan melakukan kunjungan ke China pada 3-5 Januari mendatang.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA – Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr diagendakan melakukan kunjungan ke China pada 3-5 Januari mendatang. Dalam lawatannya, salah satu isu yang akan diangkat Marcos adalah tentang persengketaan di Laut China Selatan (LCS).

Baca Juga

“Presiden (Marcos) telah mengatakan masalah maritim tidak menentukan totalitas hubungan kita dengan China, tapi dia mengakui pentingnya masalah ini,” kata Asisten Menteri Luar Negeri Filipina Nathaniel Imperial pada konferensi pers yang disiarkan televisi Kamis (29/12/2022), dilaporkan Bloomberg.

Menurut Imperial, dalam lawatan Marcos pekan depan, Filipina dan China lewat kementerian luar negerinya masing-masing akan menandatangani kesepakatan tentang pembangunan jalur komunikasi langsung antara kedua negara. “Ini untuk menghindari kesalahan perhitungan dan miskomunikasi di LCS,” ucapnya.

Sebelumnya Filipina telah memerintahkan militernya meningkatkan kehadiran di LCS yang dipersengketakan. Hal itu dilakukan menyusul laporan adanya pulau reklamasi baru buatan China di sekitar Kepulauan Spartly. “Setiap perambahan di Laut Filipina Barat atau reklamasi fitur di dalamnya merupakan ancaman bagi keamanan Pulau Pagasa,” kata Departemen Pertahanan Filipina dalam keterangannya terkait perintah peningkatan kehadiran militer negara tersebut di LCS, 22 Desember lalu.

Filipina menyebut perairan tepat di sebelah barat negaranya sebagai Laut Filipina Barat. Sedangkan Pulau Pagasa, yang terbesar kedua di Spratly, juga dikenal sebagai Pulau Thitu. Departemen Pertahanan Filipina mengatakan, pengerahan militer ke sekitar wilayah tersebut bukan hanya bertujuan memperkuat kehadiran mereka, tapi juga memantau aktivitas China.

 

Pemerintah China telah membantah laporan Bloomberg yang menyebut mereka mereklamasi tanah di sekitar Kepulauan Spartly di LCS. “Laporan Bloomberg sama sekali tidak benar. Menahan diri dari tindakan di pulau dan terumbu karang yang saat ini tak berpenghuni dari Kepulauan Nansha adalah pemahaman umum yang serius yang dicapai oleh Cina dan negara-negara ASEAN dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC). China selalu dengan tegas mematuhinya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam pengarahan pers, 21 Desember lalu.

Mao pun merespons tentang keprihatinan yang disuarakan Filipina. Menurutnya, saat ini Beijing dan Manila menikmati momentum yang baik. “Kedua belah pihak akan terus menangani masalah maritim dengan baik lewat konsultasi yang bersahabat,” ucapnya.

Pada 20 Desember lalu, Bloomberg, mengutip gambar satelit yang diperoleh dari pejabat Amerika Serikat (AS), melaporkan bahwa terdapat formasi daratan baru yang muncul di sekitar Kepulauan Spartly. Sebuah kapal Cina dengan eskavator hidrolik terlihat beroperasi selama bertahun-tahun di sana. “Kami sangat prihatin karena kegiatan seperti itu bertentangan dengan usaha penahanan diri DOC dan 2016 Arbitral Award,” kata Kementerian Luar Negeri Filipina merespons laporan tersebut.

China diketahui telah mengabaikan putusan Permanent Court of Arbitration yang menyebut klaim historisnya atas LCS tak berdasar. Ferdinand Marcos Jr telah menegaskan bahwa dia tidak akan membiarkan China menginjak-injak hak maritim Filipina. Sikap demikian berbeda dengan pendahulunya, yakni Rodrigo Duterte, yang enggan mengkritik Beijing.

China diketahui mengklaim sebagian besar wilayah LCS sebagai bagian dari teritorialnya. Klaim itu ditolak sejumlah negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam. Taiwan, yang hubungannya kerap memanas dengan China, turut menolak klaim tersebut. 

 
Berita Terpopuler