Bolehkah Muslim Rayakan Tahun Baru dengan Pesta Kembang Api dan Tiup Terompet?

Seorang Muslim harus mempertimbangkan adanya pahala dari setiap perbuatan.

Wihdan Hidayat / Republika
Keramaian warga saat malam Tahun Baru 2022 di Tugu Pal Putih, YogyakartaBolehkah Muslim Rayakan Tahun Baru dengan Pesta Kembang Api dan Tiup Terompet?
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan tahun baru Masehi di berbagai belahan dunia identik dengan berpesta menyalakan kembang api dan meniup terompet. Benarkah meniup terompet dan menyalakan kembang api saat perayaan tahun baru adalah cara yang juga dilakukan orang-orang Yahudi dan Majusi sejak masa lalu?

Baca Juga

Lalu apakah boleh umat Muslim merayakan tahun baru Masehi dengan cara demikian? Pendakwah yang juga Ketua Lembaga Peradaban Luhur (LPL) KH Rakhmad Zailani Kiki mengatakan orang-orang non-Muslim pada masa lalu menggunakan terompet dan kembang api saat merayakan tahun baru. 

Kaum Yahudi misalnya yang meniupkan terompet pada hari raya Rosh ha Shanah atau permulaan tahun. Pada hari tersebut orang Yahudi meniup terompet yang disebut shofar sepanjang hari di Sinagog sebagai tanda perayaan.

Karena itu hari tersebut juga disebut hari meniup shofar atau Yom Teruah. Kiai Kiki menjelaskan dalam keyakinan orang Yahudi ada makna tertentu meniup terompet pada hari tersebut. Di antaranya adalah keyakinan orang Yahudi bahwa Tuhan dinobatkan sebagai raja pada hari itu dan kitab Taurat diberikan di Gunung Sinai dengan iringan terompet para malaikat pada hari itu dan lainnya. 

Sementara kaum Majusi merayakan hari pergantian tahun Nairuz dan Mahrajan dengan menyalakan kembang api. Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah dan melihat penduduknya merayakan kedua hari raya tersebut dengan berbagai permainan dan juga dengan nyala api yang sekarang adalah kembang api, Rasulullah SAW bertanya: “Apa (yang kalian lakukan) dua hari ini? Mereka menjawab: Kami biasa bermain-main padanya di masa jahiliyah’, maka Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan Idul Fitri.” (hadits riwayat Imam Abu Dawud).

Lalu bagaimana hukumnya bagi umat Islam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut dalam merayakan tahun baru? 

Kiai Kiki mengatakan tahun baru Masehi telah menjadi kalender global yang digunakan oleh masyarakat dunia, termasuk umat Islam untuk urusan muamalah sehingga tidak lagi terkait dengan tahun baru agama tertentu. Maka, menurut Kiai Kiki, karena saat ini kegiatan meniup terompet, menyalakan kembang api dan berpesta dalam merayakan tahun baru sudah menjadi kegiatan kebudayaan, bukan lagi kegiatan keagamaan, maka hukumnya kembali kepada niat melakukannya. 

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan  sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.” Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim. 

Kiai Kiki mengatakan jika niat melakukan kegiatan meniup terompet, menyalakan kembang api dan berpesta dalam merayakan tahun baru hanya sebagai kegiatan kebudayaan yang tidak terkait dengan ajaran sebuah agama atau keyakinan tertentu, maka hukumnya dibolehkan. Sesuai kaidah ushul fiqih yang menjelaskan hukum asal dalam segala sesuatu adalah boleh. 

"Walaupun hukumnya boleh, namun saya pribadi menyarankan tidak melakukannya karena tidak bernilai pahala dan mengandung tabdzir atau pemubadziran. Seorang Muslim harus mempertimbangkan adanya pahala dari setiap yang dia perbuat karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya," kata Kiai Kiki kepada Republika.co.id pada Selasa (27/12/2022). 

Kiai Kiki mengatakan umat Muslim sangat dilarang melakukan perbuatan yang mengandung tandzir. Larangan tersebut berlandaskan firman Allah SWT dalam Alquran surat Al Isra ayat 26-27. 

Kiai Kiki mengatakan bila meniup terompet dan menyalakan kembang api untuk menjalankan ajaran agama lain, maka hal tersebut haram dilakukan. "Terlebih meniup terompet, menyalakan kembang api dan berpesta dalam merayakan tahun baru diniatkan untuk menjalankan ajaran agama Yahudi, Nasrani atau Majuzi, maka hukumnya haram," katanya.

 
Berita Terpopuler