Pemerintahan Baru Netanyahu Dinilai Paling Ekstrem dan Gila dalam Sejarah Israel

Netanyahu meminta perpanjangan waktu dua pekan untuk membentuk pemerintahan.

AP/Tsafrir Abayov
Benjamin Netanyahu, mantan Perdana Menteri Israel dan ketua partai Likud, melambai kepada para pendukungnya selama pemilihan nasional, di Ashkelon, Israel, Selasa, 1 November 2022. Pemerintahan Baru Netanyahu Dinilai Paling Ekstrem dan Gila dalam Sejarah Israel
Rep: Kamran Dikarma Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Yair Lapid angkat bicara soal susunan pemerintahan Israel mendatang yang bakal dipimpin Benjamin Netanyahu. Menurut Lapid, pemerintahan di bawah kepemimpinan Netanyahu itu menjadi yang paling ekstrem dan gila dalam sejarah Israel.

Baca Juga

“Pemerintahan yang akan datang adalah yang paling ekstrem dan gila dalam sejarah negara ini. Netanyahu lemah dan para mitranya lebih muda, lebih bertekad, dan lebih ekstrem darinya, serta telah menaklukkannya tanpa syarat,” tulis Lapid di akun Twitter resminya, Jumat (9/12/2022).

Meski jabatannya sebagai perdana menteri akan segera berakhir, Lapid berjanji akan tetap berjuang untuk Israel. “Kami tidak menyerah. Kita berjuang untuk negara kita tercinta, untuk demokrasi kita, untuk tentara kita, untuk masa depan anak-anak kita,” kata Lapid.

Pada Kamis (8/12/2022), Benjamin Netanyahu meminta perpanjangan waktu dua pekan untuk membentuk pemerintahan. Tenggat waktu pembentukan pemerintahan seharusnya berakhir pada Ahad (11/12/2022) tengah malam.

"Kami berada di tengah-tengah negosiasi dan telah membuat banyak kemajuan. Namun dilihat dari kecepatannya, saya memerlukan perpanjangan hari yang disediakan oleh undang-undang untuk membentuk pemerintahan," kata Netanyahu dalam surat yang dirilis oleh kantornya, Kamis lalu, dikutip Al Arabiya.

Secara hukum, presiden Israel, yang kini dijabat Isaac Herzog, dapat memberikan perpanjangan waktu hingga 14 hari untuk keperluan negosiasi. Partai Likud yang dipimpin Netanyahu telah menandatangani kesepakatan koalisi dengan tiga partai ekstrem kanan, yakni Religious Zionism, Jewish Power, dan Noam.

 

 

Pada Kamis lalu, Likud mengumumkan kesepakatan dengan partai keempat, yaitu Shas. Tapi kesepakatan dengan Shas dan blok ultra-Ortodoks lainnya, United Torah Judaism, bersifat sementara, bukan kesepakatan koalisi yang mengikat. “Masih ada masalah yang belum terselesaikan terkait alokasi posisi,” tulis Netanyahu dalam suratnya kepada Isaac Herzog, mencatat sifat prematur dari perjanjian Shas dan United Torah Judaism.

Sebelumnya, beberapa analis politik memperkirakan Netanyahu tak akan memerlukan waktu lama untuk mengumumkan pemerintahan barunya setelah menerima mandat pembentukan dari presiden. Namun, melihat situasi saat ini, pembicaraan koalisi terbukti rumit.

Netanyahu terpaksa memberikan portofolio sensitif kepada tokoh-tokoh kontroversial, termasuk pemimpin ekstremis dari Jewish Power, Itamar Ben Gvir. Tokoh yang dikenal dengan retorika anti-Arab itu akan menjadi menteri keamanan nasional.

Artinya, Ben Gvir bakal bertanggung jawab atas polisi perbatasan di Tepi Barat yang diduduki. Penunjukannya sebagai menteri keamanan nasional Israel telah memicu kekhawatiran di antara kalangan masyarakat Palestina.

Sementara itu, alokasi portofolio Netanyahu untuk anggota partainya sendiri juga belum diselesaikan. Komplikasi lainnya adalah pemimpin partai Shas, Aryeh Deri, telah dihukum karena pelanggaran pajak. Menurut jaksa agung Israel karena terbelit kasus tersebut, Deri dilarang bertugas di kabinet.

 

Parlemen Israel, di mana Netanyahu dan sekutunya sekarang mengendalikan mayoritas, mungkin berusaha untuk meloloskan undang-undang yang memungkinkan Deri bertugas di kabinet sebelum memperkuat kesepakatan koalisi. Di bawah perjanjian Shas-Likud sementara, Deri akan menjadi menteri dalam negeri dan menteri kesehatan di pemerintahan Netanyahu berikutnya. Dia pun ditunjuk sebagai wakil perdana menteri.

 
Berita Terpopuler