Stasiun Penyiaran di Eropa Diminta Berhenti Tayangkan Press TV Iran

Hal itu merupakan sanksi yang diberlakukan Uni Eropa ke 29 pejabat Iran dan Press TV

press TV
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Operator satelit Eropa, Eutelsat, akan meminta stasiun-stasiun penyiaran untuk berhenti menayangkan saluran berita berbahasa Inggris Press TV, yakni media televisi milik pemerintah Iran. Hal itu merupakan tindak lanjut dari sanksi yang diberlakukan Uni Eropa kepada 29 pejabat Iran dan Press TV bulan lalu.

“Eutelsat telah menilai konsekuensi dari adopsi oleh Uni Eropa pada 14 November 2022, sanksi tambahan terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius di Iran. Eutelsat telah menghubungi para mitranya yang menyiarkan Press TV, untuk menegakkan penghentian penyiaran sesegera mungkin,” kata Eutelsat dalam sebuah pernyataan, Rabu (7/12/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi baru kepada Iran bulan lalu, menargetkan 29 individu dan tiga organisasi. Menteri dalam negeri Iran, komandan Garda Revolusi, dan stasiun televisi pemerintah Iran, Press TV, termasuk di antara mereka yang terjerat sanksi baru perhimpunan Benua Biru.

Sanksi terbaru terhadap Iran merupakan respons Uni Eropa atas aksi represif negara tersebut dalam menghadapi gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini.

“Uni Eropa mengutuk keras tindakan keras yang tidak dapat diterima terhadap pengunjuk rasa. Kami berdiri bersama rakyat Iran serta mendukung hak mereka untuk memprotes secara damai dan menyuarakan tuntutan serta pandangan mereka secara bebas. Kami hari ini menjatuhkan sanksi tambahan kepada mereka yang bertanggung jawab atas penindasan para pemrotes Iran," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, 14 November lalu.

Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada empat anggota “polisi moral” Iran yang secara sewenang-wenang menahan Mahsa Amini. Selain itu, kepala provinsi Pasukan Penegakan Hukum Iran dan Korps Garda Revolusi Iran, serta Komandan Pasukan Darat Angkatan Darat Iran Brigadir Jenderal Kiyumars Heidari, turut masuk dalam daftar individu yang terjerat sanksi. Mereka dipandang bertanggung jawab atas penindasan brutal terhadap massa pengunjuk rasa yang memprotes kematian Mahsa Amini.

Selain mereka, Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi kepada Kepala Polisi Siber Iran Vahid Mohammad Naser Majid. Dia dianggap berperan dalam proses penangkapan orang-orang yang mengekspresikan dan menyampaikan kritik terhadap pemerintah Iran melalui media sosial.

Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi turut disanksi Uni Eropa. Vahidi dipandang bertanggung jawab atas Pasukan Penegakan Hukum Iran. Stasiun televisi pemerintah Iran, Press TV, menjadi salah satu organisasi yang tak luput dari sanksi. Uni Eropa menilai, Press TV berkontribusi dan bertanggung jawab dalam memproduksi sekaligus menyiarkan pengakuan paksa para tahanan.

Sanksi yang diterapkan Uni Eropa terhadap individu-individu dan organisasi-organisasi terkait antara lain larangan bepergian, pembekuan aset, serta melarang warga dan perusahaan Uni Eropa menyediakan dana bagi mereka.


Baca Juga

Saat ini Iran tengah dibekap krisis akibat gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun. Pada 13 September lalu, dia ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.
 

 

 
Berita Terpopuler