Ismail Bolong tidak Hilang

Ismail tengah diperiksa di Bareskrim terkait pengakuannya soal setoran uang tambang.

Republika/Flori Sidebang
Koordinator Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM), Giefrans Mahendra memberikan keterangan kepada awak media usai melaporkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur, Rabu (30/11/2022). Kasus ini mencuat setelah beredar video pengakuan mantan polisi, Ismail Bolong. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Bambang Noroyono

Baca Juga

Setelah dua kali mangkir dari panggilan penyidik, saksi kasus dugaan setoran uang tambang ilegal batubara, Ismail Bolong terkonfirmasi hadir di Bareskrim Polri, pada hari ini. Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri Brigjen Polisi Pipit Rismanto membenarkan Ismail Bolong saat ini tengah menjalani pemeriksaan.

"Iya betul sedang dalam pemeriksaan," kata Pipit.

Ismail dikabarkan ke Bareskrim didampingi pengacaranya, masuk ke ruang pemeriksaan lewat pintu yang ada di lantai dasar Gedung Bareskrim sekitar pukul 11.00 WIB. Sehingga, kedatangannya tidak termonitor media yang memantau di pintu lobi Bareskrim.

Penyidik telah memeriksa istri dan anak Ismail Bolong, selaku direktur perusahaan tambang yang dikelola keluarga tersebut. Selain itu, penyidik telah melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dalam kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur, Jumat (2/12/2022).

Sebelumnya, pihak Bareskrim Polri sempat mengancam penetapan status buron terhadap Ismail Bolong. Ancaman tersebut menyusul sikap mangkir Ismailuntuk diperiksa di Mabes Polri, pada Selasa (29/11/2022).

“Belum ada konfirmasi kehadiran dari yang bersangkutan. Kita minta kooperatif. Kalau tidak (kooperatif) nanti akan kita lampirkan dalam pembuktian untuk ditetapkan DPO (daftar pencarian orang),” kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigadir Jenderal (Brigjen) Pipit Rismanto, Selasa pekan lalu.

Pipit menerangkan, tim dari Bareskrim Polri sudah meminta bantuan Polda Kaltim untuk mencari keberadaan Ismail Bolong. Sebab dikatakan Pipit, pecatan Polri itu tak diketahui keberadaannya.

“Kita sudah cari keberadaannya, tetapi tidak diketahui,” ujar Pipit.

Kasus tambang ilegal yang diungkap Ismail Bolong dalam videonya yang viral di media sosial ikut menyeret nama Kabareskrim Polri Komjen Polisi Agus Andrianto, yang disebut menerima uang koordinasi tambang ilegal di Kalimantan Timur. Kasus ini dianggap sebagai 'perang bintang' karena sebelumnya pernah disidik Propam Polri di era kepemimpinan Ferdy Sambo, namun tidak dilanjutkan dengan terbitnya Surat Kadiv Propam tertanggal 7 April 2022.

Di sela-sela persidangannya menjadi terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadri J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022) lalu, Ferdy Sambo membeberkan kembali Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) internal kepolisian tentang dugaan penerimaan uang dari hasil tambang batubara ilegal di Kaltim.

Dalam LHP tersebut, bahkan ada disebutkan penerimaan uang untuk Kabareskrim Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto. Sambo mengatakan, LHP tersebut sudah pernah ia laporkan kepada para pemimpin di Mabes Polri untuk diproses hukum.

“Begini ya, laporan resmi sudah saya sampaikan ke pimpinan (Kapolri) secara resmi ya. Sehingga artinya proses di Propam sudah selesai. Itu (penerimaan) melibatkan perwira-perwira tinggi,” kata Sambo 

Sambo menerangkan, ada dua LHP yang dibuat Divisi Propam. LHP 18 Maret 2022 yang ditandangani oleh Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri, dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).

Hendra diketahui kini juga menjadi terdakwa perintangan penyidikan oleh Sambo yang saat itu masih menjabat Kadiv Propam.

Dua LHP tersebut isinya sama. Yakni tentang penyelidikan tambang batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kertanegara, Bontang, Paset, Samarinda, dan Berau. Dari penyelidikan terungkap kegiatan tambang ilegal tersebut dibekingi para pejabat utama dan jajaran Polda Kaltim sampai  Bareskrim Polri.

Disebutkan dalam LHP, sejumlah nama para perwira tinggi Polri turut mendapatkan setoran dan bagi hasil dari kegiatan tambang ilegal tersebut sepanjang Juli 2020 sampai September 2021. Dalam LHP tersebut terungkap nama Aiptu Ismail Bolong dari Satuan Intelkam Polres Samarinda yang mengelola delapan titik tambang batubara ilegal, di kecamatan Marang Kayu, Bontang.

Terhadap Ismail Bolong tersebut, dua LHP Propam itu menyebutkan adanya setoran uang salah satunya mengalir kepada Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto sepanjang Oktober, November, dan Desember 2021.

“Selain itu juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH MH selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim Polri dalam bentuk USD sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November, dan Desember 2021 senilai Rp 2 miliar setiap bulannya,” begitu dalam huruf h LHP tersebut.

 

 

 

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto sudah memberikan bantahannya secara resmi. Jenderal bintang tiga kepolisian itu malah membalas tudingan Sambo dan Hendra Kurniawan dengan menilai kedua pecatan Polri itu sebagai tukang rekayasa kasus.

“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Maklumlah, kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi,” kata Agus, Jumat (25/11/2022).

Agus malah balik menuding Sambo dan Hendra yang diduga menerima uang-uang setoran tambang ilegal. “Jangan-jangan mereka yang terima,” ujar Agus. 

Agus juga mengatakan, aksi Sambo dan Hendra  membuat LHP tersebut untuk menjadikannya sebagai target. Menurut Agus, isu tersebut kembali dimunculkan oleh Sambo dan Hendra untuk mengalihkan tentang proses pidana yang sedang menjerat keduanya saat ini.

 

“Mereka cuma melempar masalah untuk mengalihkan isu terhadap mereka saja,” kata Agus.

Preseden buruk

Pengamatan kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, kasus Ismail Bolong terkait dengan uang koordinasi tambang ilegal di Kaltim menjadi preseden buruk bagi citra Polri bila Kapolri tidak segera menuntaskan.

"Kalau masih menunda-nunda dan menunggu desakan publik, ini akan makin menjadi preseden buruk bagi citra Polri yang profesional, bahwa kepolisian tidak bergerak bila tidak didesak," kata Bambang Rukminto, Kamis pekan lalu.

Bambang menjelaskan, bahwa kasus tambang ilegal ini secara kuantitas dan kualitas lebih besar daripada kasus pembunuhan Brigadir J oleh tersangka Ferdy Sambo. Namun, dia tidak melihat ada langkah konkret dari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo turun tangan langsung menyelamatkan institusi Polri yang mendapat sorotan dengan kasus yang menyeret nama petinggi Korps Bhayangkara itu.

Menurut Bambang, langkah yang dilakukan pimpinan tertinggi Polri itu baru sekadar memberikan penyataan dan retorika. "Kapolri harus turun tangan sendiri dan menunjukkan langkah-langkahnya yang konkret, bukan statemen-statemen, bukan retorika-retorika, dan bukan akan-akan," kata Bambang.

Dalam kasus ini, kata dia, jika Kapolri masih lambat, sudah layak Presiden untuk turun tangan guna menyelamatkan institusi Polri dari penyakit-penyakit di tubuh kepolisian. "Presiden bukan sekadar meminta, melainkan memerintahkan Kapolri untuk secepatnya mengambil tindakan terhadap personel yang melakukan pelanggaran," katanya.

Ia menyebutkan implementasi dari perintah, salah satunya tentu saja ada dukungan kebijakan, teknis, dan ada tenggat waktu dari pelaksanaan perintah tersebut. Setelah itu, Presiden bisa mengambil alih penyelidikan dan penyidikan dengan membentuk tim independen yang dipimpinnya secara langsung.

"Sekaligus mengumumkan kepada publik hasil penyelidikannya dengan transparan," katanya.

 

Masyarakat Nilai Sambo Pantas Dihukum Mati - (infografis republika)

 

 
Berita Terpopuler