Mahasiswa Sering Mengalami Krisis Seperempat Abad, Bagaimana Mengatasinya ?

Mahasiswa UGM meneliti fenomena krisis setengah abad dengan perspektif Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram.

network /Kampus Republika
.
Rep: Kampus Republika Red: Partner

Tim mahasiswa UGM melakukan penelitian dengan melihat teori Ki Ageng Suryomentaram sebagai alternatif solusi dalam persoalan quarter life crisis. Foto : ugm

Kampus—Anak muda, termasuk juga mahasiswa sering mengalami fenomena krisis seperempat abad atau quarter life crisis. Kondisi kirisis ini biasa menimpa kaum muda pada masa transisi dari remaja menuju dewasa awal pada kisaran usia 20-29 tahun.

Orang yang sedang mengalami quarter life crisis biasanya merasa belum memiliki gambaran jelas akan diri dan tujuan hidupnya. Krisis setengah abad ditandai dengan adanya kekhawatiran berlebih, pesimis, cemas, dan bahkan perasaan tertekan, sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas, perasaan tertekan, hingga depresi. Krisis setengah abad biasanya disebabkan karena adanya tuntutan yang dialami oleh individu pada usia dewasa awal.

Berangkat dari fenomena tersebut, tim Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) melakukan penelitian mengenai quarter life crisis yang dialami oleh mahasiswa yang berada di Yogyakarta dengan judul “Dinamika Quarter Life Crisis pada Mahasiswa: Analisis berdasar Perspektif Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram”. Tim ini beranggotakan Farahdita Salma Zharifa (Filsafat 2020), Esa Geniusa Religiswa Magistravia (Filsafat 2020), Rizky Amelia Febrianti (Filsafat 2019), dan Riskhi Pratama Kusuma Arum Jati (Psikologi 2019) dengan dosen pendamping Dr Septiana Dwiputri Maharani.

“Kami melakukan penelitian mengenai dinamika quarter life crisis yang terjadi pada mahasiswa di Yogya dan kemudian dianalisis menggunakan perspektif Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram,”kata Farahdita Salma Zharifa, di kampus UGM, Jumat (11/11/22) seperti dilansir laman resmi UGM.

Dalam mengkaji fenomena quarter life crisis pada mahasiswa di Indonesia penting, ia dan tim menekankan latar belakang budaya masyarakat Indonesia. Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram digunakan untuk menganalisis fenomena quarter life crisis karena pemikiran Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram memiliki latar belakang budaya Indonesia, sehingga konsep ini sangat mungkin untuk digunakan untuk menganalisis fenomena krisis setengah abad pada mahasiswa di Yogyakarta.

Dikatakan Farahdita, penelitian yang dilakukan selama empat bulan dengan responden para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta bertujuan juga untuk melihat teori Ki Ageng Suryomentaram sebagai alternatif solusi dalam persoalan quarter life crisis. Dari hasil penelitian mereka menyimpulkan Teori Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram potensial untuk mengatasi krisis seperempat abad.

“Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram sendiri kami gunakan untuk menganalisis fenomena quarter life crisis karena pemikiran Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram memiliki latar belakang budaya Indonesia, sehingga konsep ini sangat mungkin untuk digunakan untuk menganalisis fenomena quarter life crisis pada mahasiswa,” paparnya.

Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di Yogyakarta dari beberapa perguruan tinggi, ada 14 dari 17 partisipan mahasiswa yang mengalami quarter life crisis dengan rentang usia partisipan adalah 20-23 tahun yang umumnya mahasiswa tingkat akhir. Selanjutnya, pihaknya memilih 3 dari partisipan mahasiswa dengan baseline skor tertinggi untuk diwawancara.

Dari hasil penelitian mereka berhasil mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang dialami oleh mahasiswa adalah berupa kekhawatiran mengenai kelanjutan karier, pendidikan, percintaan, dan finansial. Munculnya kekhawatiran tersebut disebabkan karena adanya tuntutan diri maupun lingkungan.

“Kekhawatiran yang dialami menimbulkan perilaku diri berupa perbandingan diri, insecurities, keragu-raguan, dan ketidakpuasan kondisi. Adanya kondisi tersebut menimbulkan dampak emosional, fisiologis, maupun fungsi diri,” jelasnya.

Sementara pada Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram yaitu kawruh jiwa merupakan teori mengenai ‘rasa’. Teori ini memuat konsep ‘karep’ atau keinginan yang bersifat mulur (berkembang) dan mungkret (menciut). Menurut Suryomentaraman, keinginan yang bersumber dari diri sendiri ini apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kekhawatiran pada diri yang menyebabkan rasa susah.

“Rasa susah tidak bersifat abadi karena ada rasa bungah atau senang. Oleh sebab itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi quarter life crisis adalah dengan mengelola dan memahami tentang rasa ‘karep’ atau keinginan yang terdapat pada diri agar tidak terjebak pada rasa penyesalan, penderitaan, dan kekhawatiran yang berujung menyebabkan kondisi krisis,” ungkapnya.

Farah dan tim berkesimpulan bahwa konsep Kawruh Jiwa ini dapat dijadikan sebagai regulasi diri bagi mahasiswa dalam menghadapi krisis setengah abad melalui pangawikan pribadi atau mengenal dan memahami kesadaran diri dan mawas diri yakni memilah rasa yang dimiliki dengan tujuan untuk membentuk identitas pribadi. Selanjutnya beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan evaluasi dan intropeksi diri untuk dapat memilih hal yang perlu dilakukan agar mencapai wellbeing, memungkretkan karep (keinginan), memiliki sikap positif dari proses mengenal diri, dan membentuk pandangan hidup yang lekat dengan nilai spiritual seperti beribadah serta memaknai kegagalan secara positif.

Baca juga :

Dua Mahasiswa Sekolah Vokasi UGM Juara Kompetisi Sales Se-Asia Tenggara

Tahun 2023 Resesi Ekonomi ? Ini Tips Mengelola Keuangan Pribadi untuk Menghadapinya dari Pakar UGM

UGM Buka Rangkaian Dies Natalis ke-73, dari Seminar Sampai Pagelaran Wayang

Ini Profil Prof Ova Emilia, Rektor Wanita Kedua UGM

UGM Masuk 10 Besar Dunia Kampus Paling Top di Instagram Versi Emplifi

Sosiolog UGM : Citayam Fashion Week Sangat Brilian, Perlu Diapresiasi

Ikuti informasi penting dan menarik dari kampus.republika.co.id.Silakan sampaikan masukan, kritik, dan saran melalui e-mail : kampus.republika@gmail.com

 
Berita Terpopuler