Etilen Glikol dan Dietilen Glikol Sudah Dilarang BPOM, Mengapa Tetap Ada di Obat Sirop?

Kemenkes menyebut 15-18 obat sirop yang diuji masih mengandung etilen glikol.

Freepik
Perawat menuang obat sirop (ilustrasi). Kemenkes instruksikan apotek tidak jual obat sediaan sirop untuk sementara di tengah investigasi kemungkinan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
Rep: Dian Fath Risalah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada seluruh produk obat sirop untuk anak maupun dewasa. Lalu, mengapa zat tersebut masih ditemukan pada produk obat sediaan sirop yang beredar di Indonesia?

"Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirop untuk anak maupun dewasa tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG," kata Direktur Utama Registrasi Obat BPOM RI Siti Asfijah Abdoellah di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Asfijah mengatakan, EG dan DEG masih dapat ditemukan sebagai cemaran sebagai zat pelarut tambahan. BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.

Menurut Asfijah, BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Ia mengatakan, hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.

Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan izin edar.

"Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan," katanya.

Baca Juga

Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, pihaknya akan terus melakukan investigasi kasus gangguan ginjal akut misterius memicu kekhawatiran disebabkan oleh sirop parasetamol, seperti yang beredar di Gambia, Afrika Barat. Sebagai bentuk kewaspadaan, pihaknya telah meminta apotek untuk sementara tidak menjual obat dalam sediaan sirop atau cair.

"Bukan parasetamol yang tidak boleh, yang tidak boleh adalah karena beberapa obat tersebut mengandung etilen glikol, sedang diidentifikasi, 15-18 obat sirop yang diuji masih mengandung etilen glikol dan kami identifikasi lagi bahwa etilen glikol ini bisa bebas," kata Dante.

Oleh karenanya, masyarakat diimbau untuk berkonsultasi ke dokter saat anak mengalami sakit atau demam. Jika diperlukan, parasetamol dapat diberikan dalam bentuk selain sirop, misalnya tablet, kapsul, atau suppositoria (diberikan via anal).
 
"Jadi memang bukan parasetamol yang tidak aman, tetapi ada parasetamol yang mengandung etilen glikol," kata Dante.

Kasus gangguan ginjal akut misterius. - (Republika)

Kemenkes mengungkap bahwa jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak yang dilaporkan hingga Selasa (18/10/2022) telah mencapai 206. Kasus tersebut berasal dari 20 provinsi.

"Angka kematian 99 kasus (48 persen), angka kematian khususnya di RSCM sebagai rujukan nasional ginjal mencapai 68 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril, di Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Syahril mengungkap bahwa laporan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal telah mengalami peningkatan tajam sejak akhir Agustus 2022. Acute kidney injury (AKI) utamanya melanda anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).

 
Berita Terpopuler