Tsumamah bin Utsal al-Hanafi, Muslim pertama yang Bertalbiyah di Makkah

Tsumamah bin Utsal al-Hanafi, salah seorang raja Yamamah.

MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi
Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, Pada tahun keenam Hijriah, Rasulullah SAW berniat memperluas dakwahnya. Kemudian ia pun menulis surat kepada delapan raja-raja Arab dan non-Arab. Rasul ingin menyerukan Islam di wilayah kekuasaan para rajaraja tersebut.

Baca Juga

Seperti dinukilkan dari kitab Sirah an-Nabawiyyah, karya Ibnu Hisyam, di antara para raja itu, terdapat nama Tsumamah bin Utsal al-Hanafi. Ia adalah salah seorang pembesar orangorang Arab di Zaman Jahiliyah. Ia seorang yang terpandang dari Bani Hanifah. Ia adalah salah seorang raja Yamamah yang perintahnya senantiasa ditaati.

Sayangnya, raja ini tak memberikan respons baik terhadap surat yang dikirim oleh Rasulullah. Ia menyikapi surat tersebut dengan angkuh dan melecehkan. Tsumamah selalu menutup kedua telinganya rapat-rapat agar tidak mendengar dakwah tentang kebaikan dan kebenaran.

Hingga akhirnya setan menguasai Tsumamah. Setan membujuk agar ia membunuh Rasulullah SAW. Lalu menguburnya bersama dakwahdakwah yang selalu beliau siarkan. Tsumamah selalu mencari peluang untuk melaksanakan niat buruknya ini. Kejahatan ini hampir terjadi jika salah seorang pamannya tidak mengurungkan niat Tsumamah.

Meski Tsumamah urung melaksanakan niat buruknya terhadap Rasul, namun ia tak bisa menghentikan kejahatannya kepada para sahabat Nabi. Ia menangkap beberapa orang sahabat Nabi dan membunuhnya. Sehingga Nabi Muhammad SAW akhirnya menghalalkan darahnya.

 

Tidak lama setelah pembunuhan yang dilakukan Tsumamah, ia berniat untuk menunaikan ibadah umrah. Dia berangkat meninggalkan bumi Yamamah menuju Makkah.

Ia membayangkan melakukan tawaf dan menyembelih kurban untuk berhalanya. Namun, ketika ia dalam perjalanan menuju Makkah, tepatnya di Madinah, ia tertimpa musibah. Ia bertemu dengan pasukan Rasulullah yang berpatroli menjaga keamanan.

Pasukan ini lalu menawan Tsumamah. Tak ada satupun dari pasukan ini yang mengenalnya. Mereka lantas membawa Tsumamah ke Madinah. Mengikatnya di salah satu tiang masjid, sembari menunggu datangnya Rasulullah SAW.

Ketika Rasul datang ke masjid untuk beribadah, beliau melihat Tsumamah terikat di sebuah tiang. Maka beliau bersabda, “Apakah kalian tahu siapa dia?”

Mereka menjawab, “Tidak, ya Rasulullah.” Rasul berkata, “Ini Tsumamah bin Utsal al-Hanafi. Tawanlah dia dengan baik.” Setelah selesai melaksanakan ibadahnya, Rasul kembali bersabda sebelum berjalan pulang, “Kumpulkanlah makanan lezat yang kalian miliki dan hidangkanlah kepada Tsumamah bin Utsal.”

Bahkan Nabi memerintahkan untuk memerah untanya saat pagi dan sore hari. Kemudian memerintahkan para sahabatnya untuk menyuguhkan susu tersebut kepada Tsumamah. Rasul melakukannya sebelum ia menemui dan mengajak bicara Tsumamah.

Selanjutnya Nabi menemui Tsumamah. Beliau ingin menyerukan tentang Islam kepadanya secara perlahan. Rasul bertanya kepadanya, “Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah?”

Dia menjawab, “Aku mempunyai kebaikan wahai Muhammad. Jika kamu membunuh maka kamu membunuh pemilik darah. Namun jika kamu memberi maaf, maka kamu memberi maaf kepada orang yang berterima kasih. Jika kamu ingin harta, maka katakan saja, niscaya kamu akan kami berikan apa yang kamu inginkan.”

 

 

Rasul beranjak pergi dan tetap membiarkannya dalam keadaan demikian selama dua hari. Tak lupa, makanan dan minuman lezat selalu dihidangkan untuk Tsumamah. Kemudian Nabi kembali menemuinya. Rasul bertanya pertanyaan yang sama, “Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah?”

Tsumamah menjawab, “Aku hanya mempunyai apa yang aku katakan sebelumnya. Jika kamu memberi maaf, maka kamu memberi maaf kepada orang yang berterima kasih. Jika kamu membunuh, maka kamu membunuh pemilik darah. Jika kamu menginginkan harta, maka mintalah, niscaya akan kami beri seberapapun yang kamu mau.”

Nabi kembali meninggalkannya. Pada hari berikutnya, Nabi datang lagi. Rasul kembali bertanya kepadanya, “Apa yang kamu miliki wahai Tsumamah?” Tsumamah menjawab, “Aku mempunyai apa yang telah aku katakan kepadamu.”

“Jika kamu memberi maaf, maka kamu memberi maaf kepada orang yang berterima kasih. Jika kamu membunuh, maka kamu membunuh pemilik darah. Jika kamu menginginkan harta, maka mintalah, niscaya kami akan memberi seberapa saja yang kamu mau.”

Mendengar jawaban Tsumamah, Rasul melihat para sahabatnya. Rasul bersabda, “Lepaskan Tsumamah.” Maka mereka membuka ikatan Tsumamah dan melepaskannya.

 

Bersyahadat

Tsumamah meninggalkan masjid dan berlalu. Ia sampai di sebuah kebun kurma di pinggiran Madinah. Terdapat sumber mata air di sana. Kemudian ia bersuci. Lalu ia memutuskan membalikkan langkahnya menuju masjid tempatnya ditawan.

Ia tiba di masjid. Ia berdiri di hadapan sekumpulan orang-orang Muslimin. Ia berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah SWT dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.”

Lalu Tsumamah menemui Rasulullah, ia berkata, “Wahai Muhammad, demi Allah, di muka bumi ini tidak ada wajah yang paling aku benci melebihi wajahmu, namun sekarang wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai.”

Demi Allah, tidak ada agama yang paling aku benci melebihi agamamu, namun saat ini agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang paling aku benci melebihi negerimu, namun saat ini menjadi negeri yang paing aku cintai.” Kemudian dia melanjutkan, “Dulu aku pernah membunuh beberapa orang dari sahabat-sahabatmu, apa yang harus aku pikul karenanya?” Rasul menjawab, “Tidak ada dosa atasmu wahai Tsumamah, karena Islam menghapus apa yang sebelumnya.”

Wajah Tsumamah sangat berbinar-binar mendengar jawaban tersebut. Dia berkata, “Demi Allah, aku akan melakukan terhadap orang-orang musyrikin sesuatu yang jauh lebih berat daripada apa yang telah aku lakukan terhadap sahabat-sahabatmu. Aku meletakkan pedangku, jiwaku, dan orang-orangku demi membelamu dan membela agamamu.”

Kemudian Tsumamah berkata, “Ya Rasulullah, pasukanmu menangkapku, pada saat aku hendak melaksanakan umrah, menurutmu apa yang aku lakukan?” Nabi menjawab, “Teruskan umrahmu, namun di atas syariat Allah dan Rasul-Nya.” Lalu Nabi mengajarkan manasik umrah kepadanya. 

 

Tsumamah melanjutkan langkahnya untuk melaksanakan niatnya. Dia tiba di lembah Makkah. Dia berdiri dan dengan lantang berucap, “Labbaika Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk la syarika laka.” Ia adalah muslim pertama di muka bumi yang masuk Makkah dengan bertalbiyah, sebelum peristiwa Penaklukan Makkah. Dia kemudian menyembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk berhala- berhala.

 
Berita Terpopuler