Lahan Terbatas, Penduduk Gaza Bermukim di Area Pemakaman

Permintaan rumah meningkat, Gaza membutuhkan 14.000 unit rumah baru per tahun.

EPA-EFE/ABED AL HASHLAMOUN
Tentara Israel berjaga-jaga saat buldoser militer menghancurkan sebuah rumah Palestina di kota Hebron, Tepi Barat, 03 Oktober 2022. Lahan tempat tinggal di Jalur Gaza yang berpenduduk padat semakin terbatas. Beberapa penduduk Gaza yang kesulitan mencari tempat tinggal, memilih untuk menetap di area pemakaman umum.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Lahan tempat tinggal di Jalur Gaza yang berpenduduk padat semakin terbatas. Beberapa penduduk Gaza yang kesulitan mencari tempat tinggal, memilih untuk menetap di area pemakaman umum.

Baca Juga

Di pemakaman Sheikh Shaban, yang merupakan pemakaman tertua di Gaza, keluarga Kamilia Kuhail tinggal di sebuah rumah yang dibangun oleh suaminya di area tersebut. Suami Kuhail membangun rumah di atas dua kuburan orang tak dikenal, yang jenazahnya kini terkubur di bawah fondasi bangunan.

“Jika orang mati bisa berbicara, mereka akan meminta kami untuk pergi dari sini,” kata Kuhail yang telah tinggal di pemakaman di pusat kota Gaza selama 13 tahun bersama suami dan enam anaknya.

Untuk memasuki rumahnya, Kuhail harus menuruni tiga anak tangga. Kuhail tidak memiliki banyak perabotan rumah tangga, dan ada bau khas yang tercium saat memasuki rumahnya. Kuhail menyebut bau itu sebagai "bau kematian". Anak-anak Kuhail kerap bertanya kapan mereka bisa pindah dari kuburan dan tinggal di rumah yang layak. 

“Saya kadang-kadang diundang oleh teman-teman sekolah, tetapi saya tidak dapat mengundang mereka ke sini, saya terlalu malu untuk melakukannya,” kata Lamis, putri Kuhail yang berusia 12 tahun.

Tunawisma Gaza yang tinggal di kuburan mencerminkan tekanan yang meningkat untuk lahan tempat tinggal. Gaza telah menghadapi krisis demografis yang meningkat selama bertahun-tahun. Populasi Gaza naik lebih dari dua kali lipat dalam 30 tahun ke depan menjadi 4,8 juta. Sementara lahan sudah hampir habis.  

Persaingan untuk real estat di Gaza sangat ketat. Permintaan untuk perumahan maupun lahan pertanian terus meningkat. Wakil Menteri Perumahan, Naji Sarhan, mengatakan, Gaza membutuhkan 14.000 unit rumah baru per tahun.

Padatnya penduduk Gaza dan terbatasnya lahan, membuat warga setempat tidak punya pilihan lain untuk membangun tempat tinggal di atas tanah kuburan. Terlebih, ekonomi Gaza mengalami tekanan di bawah blolade Israel. 

“Kami menghadapi dilema menemukan lahan untuk membangun kuburan karena realitas Gaza dan pertumbuhan penduduknya,” kata Mazen An-Najar, dari Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Gaza, yang mengawasi 64 kuburan di Gaza.

 

"Kebutuhan semakin besar setiap tahun. Kami membutuhkan konstruksi dan kami membutuhkan lahan kuburan," kata An-Najar menambahkan.

Tingginya kebutuhan tempat tinggal dan terbatasnya lahan, membuat area pemakaman masuk dalam daftar prioritas untuk pemukiman. Beberapa serangan Israel ke Gaza telah merusak ribuan unit rumah. 

Dengan begitu banyak tuntutan yang saling bersaing, kebutuhan akan lebih banyak ruang pemakaman telah jatuh ke dalam daftar prioritas, terutama mengingat perang berulang yang telah merusak ribuan unit rumah. Kementerian Wakaf telah menutup 24 kuburan yang telah mencapai kapasitas. Kendati demikian, banyak keluarga terus menguburkan keluarga mereka yang meninggal dunia di kuburan tua di dekat rumah mereka.

“Dilarang mengubur di sini dan sulit mencari tempat, tetapi orang-orang tidak mendengarkan. Saya mencoba menghentikan mereka tapi tidak bisa," kata Khaled Hejazi, seorang penjaga Wakaf di pemakaman Sheikh Radwan di Gaza.

Sementara Najar mengatakan, mereka telah mengalokasikan lahan kuburan baru di empat kota lain di wilayah Gaza. Tetapi mereka harus segera menemukan pengganti pemakaman terbesar yang terletak di Gaza utara. Sekitar 750 ribu orang tinggal di area pemakaman tersebut.

 

"Ini akan penuh, dan mungkin dalam tiga atau empat tahun kita tidak akan menemukan tanah yang digunakan untuk pemakaman," kata Najar.

 
Berita Terpopuler