Semen Baturaja Masih Mengkaji Kemungkinan Naikkan Harga semen

Semen Baturaja maksimalkan efisiensi sebelum naikkan harga produk

Republika/Maspril Aries
Semen Baturaja. PT Semen Baturaja (Persero) Tbk dengan kode saham SMBR masih melakukan kajian terkait penyesuaian harga semen akibat dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Vice President Corporate Secretary, Semen Baturaja Doddy Irawan mengatakan proses kajian ini masih berjalan.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Semen Baturaja (Persero) Tbk dengan kode saham SMBR masih melakukan kajian terkait penyesuaian harga semen akibat dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Vice President Corporate Secretary, Semen Baturaja Doddy Irawan mengatakan proses kajian ini masih berjalan.

"Sementara masih wait and see. Memang yang terdampak langsung dari vendor kita," ujar Doddy saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (19/9).

Doddy mengatakan saat ini perusahaan masih menghitung dampak dari kenaikan (BBM) ke struktur cost Semen Baturaja. Doddy menyampaikan perusahaan terus melakukan sejumlah hal dalam mengantisipasi dampak kenaikan BBM. Doddy menyebut efisiensi menjadi salah satu prioritas utama Semen Baturaja saat ini.

"Yang jelas saat ini perusahaan terus memaksimalkan efisiensi di segala lini," ucap Doddy.

Doddy berharap langkah efisiensi dapat mendorong kinerja perusahaan semakin baik ke depan. Termasuk peningkatan produktivitas dan juga dari sisi penjualan.

"Semen Baturaja juga akan terus berupaya mengejar pertumbuhan volume hingga akhir tahun agar lebih tinggi dari pertumbuhan permintaan," kata Doddy.

Sebelumnya, PT Semen Indonesia Tbk (SIG) berencana menaikkan harga jual produknya seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Semen Baturaja sendiri bakal bergabung dengan holding Semen Indonesia pada akhir tahun ini.

Anggota Komisi VI DPR Amin AK menilai rencana SIG menaikkan harga semen kian memberatkan beban rakyat yang sebelumnya sudah dihantam dengan berbagai kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, dan lain-lain. Amin meminta pemerintah mempertimbangkan kebijakan harga khusus batu bara untuk industri strategis nasional, seperti industri semen.

"Bagaimanapun saat ini semen sudah menjadi barang kebutuhan strategis. Namun ini merupakan kebijakan yang bersifat jangka pendek," ujar Amin.

Untuk jangka panjang, menurut Amin, industri semen harus melakukan transisi dari penggunaan batu bara ke penggunaan energi yang lebih bersih atau energi terbarukan seperti bio solar. Amin menilai hal tersebut penting dalam menekan ketergantungan pada penggunaan batu bara sebagai bahan bakar.

"Apalagi saat ini sejumlah Lembaga seperti Pertamina, ITB, maupun Badan Litbang Pertanian sudah mampu menghasilkan B100," lanjut Amin.

Politisi PKS itu mengatakan dampak kenaikan harga semen ataupun material bangunan lainnya akan berdampak signifikan pada kemajuan pembangunan infrastruktur. Salah satu yang terkena dampak kenaikan harga semen ialah pembangunan perumahan yang semakin mahal biayanya.

"Kondisi tersebut akan meningkatkan angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) perumahan yang saat ini sudah diatas 12,75 juta unit," sambung Amin.

 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan pada Agustus 2022, Amin menyebut sebanyak 80 persen dari rumah tangga baru tidak memiliki rumah sendiri. Oleh karena itu, Amin mengusulkan ada relaksasi atau semacam kebijakan khusus dari perbankan yang memberikan pembiayaan perumahan.

Hal ini untuk membantu masyarakat yang membutuhkan rumah. Bagi Amin, mahalnya harga semen juga menyulitkan realisasi pembangunan infrastruktur dasar di daerah serta pemeliharaan infrastruktur yang sudah ada.

"Yang harus diwaspadai adalah pengurangan kualitas atau spek bangunan demi mengejar target karena kenaikan harga ini, sementara anggaran untuk material bangunan tetap," kata Amin.

Associate Director BUMN Research Group LM (Lembaga Management) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan semen adalah produk dengan sifat pasar oligopoli. Dalam pasar seperti ini, ucap Toto, persaingan menjadi salah satu ciri supaya produsen semen bisa eksis dan tumbuh dalam industri tersebut.

"Jadi fenomena seperti SIG yang berencana  menaikan harga jual produk mest lihat dari perspektif tersebut. Kalau kompetitor di industri melakukan hal serupa maka langkah SIG adalah reaksi yang normal," ujar Toto.

Menurut Toto, pemerintah tak perlu juga memberikan subsidi ke pabrik semen. Toto mengatakan langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam melindungi daya beli konsumen ialah memberikan subsidi langsung pada masyarakat yg dianggap tidak mampu atau miskin.

 

"Tidak perlu subsidi ke pabrik semen karena rawan dengan penyelewengan dalam implementasi seperti yang terjadi pada pupuk," kata Toto.

 
Berita Terpopuler