Ekonomi Global Bergejolak, Menkeu: 60 Negara di Dunia akan Alami Default

Pandemi yang belum pulih dan perang di Ukraina makin memperlemah ekonomi global.

Prayogi/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut sebanyak 60 negara di dunia akan mengalami default. Hal ini disebabkan oleh perekonomian global yang terus bergejolak.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 yang belum pulih sepenuhnya dan perang Rusia dan Ukraina semakin memperlemah ekonomi global. “IMF menyampaikan ada 60 negara lebih yang menghadapi default karena biaya utang. Di berbagai negara dengan inflasi tinggi, pengetatan suku bunga/moneter akan memperlemah kondisi perekonomian dunia, dan inflasi yang tinggi merupakan kombinasi yang sangat rumit dan berbahaya bagi policy maker dan perekonomian,” ujarnya saat konferensi pers APBN Kita, Kamis (8/11/2022).

Menurutnya lonjakan inflasi sejumlah negara berdampak pada aliran dana keluar atau capital outflow di negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Volatilitas melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan emerging dan menekan nilai tukar dan meningkatkan lonjakan biaya utang,” ucapnya.

Sri Mulyani pun mewaspadai potensi inflasi yang tinggi di Indonesia sebagai imbas kondisi global yang tidak pasti akibat geopolitik hingga kenaikan harga komoditas.

“Yang perlu kita waspadai adalah inflasi terutama yang didorong harga pangan karena sudah mencapai 11,5 persen,” ucapnya.

Selain inflasi pangan, Sri Mulyani juga mewaspadai inflasi yang berkaitan dengan administered price atau harga yang diatur pemerintah dengan realisasi kuartal II sebesar 6,5 persen.

“Tidak semuanya bisa ditahan (inflasi) meski harga BBM Pertalite dan solar, LPG serta listrik masih ditahan,” ucapnya.

 

Meski pemerintah telah menahan beberapa harga seperti BBM jenis Pertalite dan Solar, LPG serta listrik namun harga energi seperti avtur tetap memengaruhi inflasi. Adapun kenaikan harga energi seperti avtur menyebabkan sektor transportasi udara menaikkan harga terutama pada tiket pesawat sehingga berpengaruh pada inflasi.

“Beberapa barang diatur tarifnya oleh pemerintah namun tidak semuanya bisa kita tahan,” ucapnya.

Tak hanya itu, ketegangan yang terjadi di China dan Taiwan juga semakin mengancam perekonomian global. "Ketegangan melonjak tinggi di Taiwan. ini pasti akan menimbulkan risiko pada disrupsi sisi suplai," ucapnya.

Namun, Sri Mulyani menyebut akibat adanya disrupsi suplai akibat pandemi dan geopolitik, sementara demand side meningkat menyebabkan inflasi yang melonjak sangat tinggi. Dia menuturkan inflasi di Amerika Serikat dan Eropa tertinggi 40 tahun terakhir. 

Dengan inflasi bergejolak sangat tinggi, lanjutnya, dilakukan respon kebijakan moneter melalui pengetatan likuiditas dan suku bunga.

 

"Ini menimbulkan efek spillover ke berbagai negara. Volatilitas pasar keuangan melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan emerging sehingga menekan nilai tukar rupiah dan meningkatkan cost of fund atau lonjakan biaya utang," ucapnya.

 
Berita Terpopuler