Rumah Sehat untuk Semua: Jawaban Atas Kemiskinan Kota?

Rumah Sehat ini ikhtiar memberikan layanan kesehatan gratis bagi kaum dhuafa.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pejalan kaki melintas di depan Rumah Sehat Untuk Jakarta (RSUD) Tarakan, Cideng, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti istilah rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta dan akan menerapkan pada 31 rumah sakit milik pemerintah yang ada di Ibukota untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap rumah sakit.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Haryo Mojopahit, Kepala Disaster Management Center, Dompet Dhuafa

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, resmi mengumumkan penggantian istilah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta pada 3 Agustus 2022. Perubahan istilah ini dilakukan untuk, “...benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup yang sehat, bukan sekadar berorientasi untuk sembuh dari sakit.”  Menurutnya, selama ini rumah sakit di Indonesia lebih berorientasi pada kuratif dan rehabilitatif. “Sehingga (orang) datang ke rumah sakit untuk sembuh, untuk sembuh itu harus sakit dulu sehingga tempat ini menjadi tempat orang sakit."

Penggantian ini dituangkan dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 462 tahun 2022 yang ditandatangani pada 16 Juli 2022. Penggantian istilah Rumah Sehat ini merupakan kelanjutan dari upaya untuk menunjukkan layanan kesehatan sekunder yang juga memiliki aspek promotif, preventif, dan inklusif. Terutama untuk golongan miskin dan disabilitas. Rumah Sehat diharapkan tidak hanya fokus di aspek kuratif dan rehabilitatif saja.   

Rumah Sehat dan Semangat Kemerdekaan
Penggunaan istilah “Rumah Sakit” diwarisi dari masa kolonialisme Belanda. Saat itu Pemerintah Hindia Belanda memakai istilah Ziekenhuis dari kata “sakit” atau “orang sakit” (zieken) dan “rumah” (huis). Misalnya, Koningin Emma Ziekenhuis (Rumah Sakit Ratu Emma) sebagai RS pertama di Batavia yang sekarang menjadi RS PGI Cikini atau Centraal Burgerlijke Ziekenhuis yang kemudian berganti nama menjadi RS Cipto Mangunkusumo. Senada dengan Bahasa Belanda, bahasa Jerman juga menggunakan istilah Krankenhaus yang juga bermakna literal “Rumah Sakit”.

Setelah kemerdekaan, istilah ziekenhuis ini diterjemahkan secara literal ke dalam bahasa Indonesia sebagai Rumah Sakit dan digunakan dalam Undang-Undang (UU) No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU tersebut dikatakan, “Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.” Penggunaan istilah ini juga pada akhirnya “diwajibkan” dipakai di seluruh rumah sakit, sebagaimana diterapkan di Rumah Sakit (RS) Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa di Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.


Perubahan istilah ini perlu disambut baik di bulan kemerdekaan ini karena secara perlahan istilah “Rumah Sakit” yang bernuansa kolonial telah ditinggalkan dan berganti menjadi “Rumah Sehat”. Semangat penggunaan istilah Indonesia-sentris ini perlu diapresiasi untuk lepas dari “penjajahan” bahasa asing sebagai warisan kolonialisme yang masih tersisa.

Selain itu, menjadikan Rumah Sehat perlu bersinergi dengan fasilitas layanan kesehatan primer yang juga melakukan aspek preventif dan promotif. Rumah Sehat juga perlu menjadi lebih inklusif agar semua golongan masyarakat dapat mengakses layanan kesehatannya.

Sejarah Istilah Rumah Sehat
Penggunaan istilah Rumah Sehat mulai marak ketika Dompet Dhuafa (DD), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dan Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) membangun Rumah Sehat MASK yang terletak di Jakarta Pusat. Peletakan batu pertama Rumah Sehat ini dilakukan oleh mantan wakil presiden Try Sutrisno.

Setelah pembangunan selesai, Rumah Sehat ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 14 September 2004. Saat itu hadir, antara lain, Parni Hadi selaku pendiri, inisiator dan Ketua Dewan Pembina DD dan Dr Didin Hafidhudin dari BAZNAS.

Rumah Sehat ini merupakan ikhtiar untuk memberikan layanan kesehatan gratis bagi kaum dhuafa terutama di wilayah perkotaan. Saat itu para dokter dan tenaga kesehatannya merupakan relawan medis yang kebanyakan bekerja di RS Cipto Mangunkusumo yang memang lokasinya dekat dengan Rumah Sehat MASK.

Embrio Rumah Sehat MASK sebenarnya sudah disiapkan sejak lama. Upaya awal memberikan akses kesehatan kepada kaum dhuafa telah dilakukan Tim Medis Klinik Dhuafa sejak 1995. Layanan ini ditingkatkan menjadi klinik gratis bagi dhuafa dengan nama Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa.

Klinik gratis ini diresmikan oleh Wakil Presiden Hamzah Haz pada 6 November 2001 dengan disaksikan oleh Parni Hadi dan Erie Sudewo selaku Ketua Pengurus DD. Selain LKC dan Rumah Sehat MASK, Dompet Dhuafa juga pada akhirnya mendirikan Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sejak pemberlakuan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), LKC telah bertransformasi menjadi lembaga layanan kesehatan dengan fokus program pada akses dan jaminan kesehatan dhuafa, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat memperkuat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI berbasis Upaya Kesehatan berbasis masyarakat (UKBM). Kemudian ada Gerai Sehat dan DD Klinik sebagai Klinik Pratama yang menjadi fasilitas kesehatan primer (Faskes Tingkat I) dan RST Dompet Dhuafa menjadi fasilitas kesehatan sekunder (Faskes Tingkat II) dengan pendekatan program terpadu meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dompet Dhuafa membangun RST awalnya sebagai Rumah Sehat tanpa kasir pertama dan dikhususkan untuk kaum dhuafa. Namun, seiring dengan berkembangnya program SJSN, RST bertransformasi menjadi Rumah Sehat yang ramah terhadap dhuafa dan membuka pintu bagi pasien umum. Meski untuk kaum dhuafa, RST berupaya untuk memberikan yang terbaik dan melakukan layanan kesehatan yang terpadu dari sisi fisik, psikis/mental dan spiritual.

Bangunan RST dilengkapi dengan pencahayaan yang baik dan taman pemulihan (healing garden). Dari sisi spiritual, ada layanan Bimbingan Rohani Pasien (BRP) yang dapat diakses oleh pasien dan keluarganya.

RST sendiri dibangun awalnya sebagai Rumah Sehat tanpa kasir pertama dan dikhususkan untuk kaum dhuafa. Namun, seiring dengan berkembangnya program SJSN, RST bertransformasi menjadi Rumah Sehat yang ramah terhadap dhuafa dan membuka pintu bagi pasien umum.

Meski untuk kaum dhuafa, RST berupaya untuk memberikan yang terbaik dan melakukan layanan kesehatan yang terpadu dari sisi fisik, psikis/mental dan spiritual. RST dilengkapi dengan pencahayaan yang baik dan taman pemulihan (healing garden). Dari sisi spiritual, ada layanan Bimbingan Rohani Pasien (BRP) yang dapat diakses oleh pasien dan keluarganya.

Sejak awal RST ini juga melakukan aspek promotif dan preventif, seperti penyuluhan kesehatan, konsultasi kesehatan, senam sehat,  seminar edukasi kesehatan, dan kegiatan community outreach lainnya. Lokasinya yang terletak di kawasan Zona Madina membuat RST menjadi bagian dari kawasan pemberdayaan masyarakat DD. Masyarakat tidak hanya dibuat sehat, tapi juga berdaya secara sosial dan ekonomi sebagaimana yang disampaikan Parni Hadi saat  memberikan sambutan dalam peresmiannya, “Tugas utama RST adalah untuk membuat orang sehat jasmani, sehat ruhani, dan sehat kantong.”

RST merupakan salah satu Rumah sakit dengan konsep Rumah Sehat Terpadu yang berupaya sejalan dengan teori kesehatan klasik yang dikemukakan H.L. Bloom. Dia mengatakan ada empat faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang, yaitu gaya hidup (life style), lingkungan, layanan kesehatan, dan genetik.

Tak mudah memang membuat RST yang ramah terhadap kaum dhuafa. Ini diakui oleh penggagasnya, Ismail A. Said. Saat itu Ismail adalah Ketua Pengurus DD. Ia menemui banyak kendala, seperti kesulitan mencari dana untuk pembebasan tanah dan pembangunan, perizinan yang birokratis hingga meyakinkan masyarakat setempat bahwa RST akan bermanfaat bagi mereka di kemudian hari. Namun, akhirnya RST dapat diresmikan dan beroperasi pada tahun 2014. Selain RST, DD juga saat ini mengelola 7 RS dalam jaringan RS berbasis wakaf di Indonesia, salah satunya Rumah Sakit Mata Achmad Wardi di Serang, Banten, yang merupakan hasil kolaborasi DD dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Pengentas Kemiskinan Kota
Rumah Sehat yang dibangun DD awalnya merupakan sebuah inovasi sosial yang dilakukan berbagai pihak untuk memberikan layanan holistik dalam artian meliputi seluruh aspek kesehatan masyarakat. Termasuk memberikan layanan pemberdayaan kesehatan masyarakat yang inklusif yang tidak hanya menekankan aspek kuratif dan rehabilitatif, tapi bersama dengan fasilitas layanan kesehatan lainnya juga melakukan aspek promotif dan preventif.

Pandemi Covid-19 semakin menyadarkan kita bahwa kesehatan fisik dan psikis masyarakat adalah aset yang dapat meningkatkan produktivitas ekonomi sebuah bangsa. Tak ada pertumbuhan ekonomi yang sukses jika masyarakatnya banyak yang sakit.

Dengan semakin padatnya penduduk yang tinggal di perkotaan, kehadiran Rumah Sehat dan fasilitas kesehatan lainnya semakin diperlukan untuk menjaga aset ini. Lingkungan yang padat dengan sanitasi, ventilasi dan pengelolaan limbah rumah tangga yang kurang memadai dapat menjadi permasalahan kesehatan yang serius. Karenanya, Rumah Sehat dan fasilitas kesehatan masyarakat lainnya harus dapat menjawab tantangan ini.
Sebagian besar pelaku perekonomian atau pekerja di sektor informal tidak memiliki jaring pengaman sosial (social safety net) yang mencukupi, seperti asuransi kesehatan atau layanan lainnya.

Jika sakit dan tidak bekerja, para pekerja sektor informal di perkotaan ini tidak memiliki penghasilan sehingga rentan menjadi dhuafa. Karena itu diperlukan institusi yang memberikan jaring pengaman sosial. Rumah Sehat menjadi salah satu solusinya. Lebih lanjut, Rumah Sehat juga dapat berperan dalam pemberdayaan masyarakat perkotaan. Baik dalam pemberdayaan kesehatan atau ekonomi.

Permasalahan sosial ekonomi pasca-pandemi seperti inflasi yang kian menanjak dapat menyebabkan naiknya harga bahan makanan dapat menambah jumlah keluarga dhuafa. Hal ini dapat membuat permasalahan gizi bagi banyak keluarga di Indonesia. Tanpa gizi yang baik, sulit rasanya mengembangkan sumber daya manusia Indonesia.

Pemberdayaan kesehatan melalui model ketahanan pangan masyarakat dengan pertanian perkotaan (urban farming) untuk sayur mayur, apotek hidup, dan budidaya sumber protein hewani dengan skala keluarga atau komunitas, seperti budidaya ikan dalam ember atau kolam buatan (budikdamber/budikolbu) perlu terus menerus dikembangkan.

Rumah Sehat pun dapat berperan besar dalam penanggulangan bencana perkotaan (urban disaster management). Selain mengobati dan menyembuhkan, Rumah Sehat dan fasilitas layanan kesehatan lainnya perlu melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya bencana kesehatan seperti Covid-19, Demam Berdarah Dengue (DBD), atau penyakit lainnya.

Rumah Sehat juga dapat berperan besar jika terjadi krisis kesehatan saat tanggap darurat bencana alam, konflik sosial di perkotaan, atau peristiwa kebakaran. Juga membangun sistem, alur penanganan dan kesiapsiagaan masyarakat perkotaan jika terjadi bencana melalui kolaboraksi multipihak dalam memberikan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat dan membangun negeri.

Atas dasar pemikiran itulah, saat ini layanan kesehatan Dompet Dhuafa juga berkolaborasi dalam kesiapsiagaan krisis kesehatan termasuk terlibat aktif di Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.  Rumah Sehat menjadi salah satu pilar Germas yang juga memperhatikan aspek pencegahan dan menguatkan gaya hidup bersih dan sehat.

 
Berita Terpopuler