Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya

Mualaf Andreanes kini sangat tersentuh dengan suara adzan dan Alquran

Dok Istimewa
Mualaf Andreanes. Mualaf Andreanes kini sangat tersentuh dengan suara adzan dan Alquran
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,- Cara pandang Andreanes Sulistyianto terhadap Islam seperti air dan minyak, mustahil menyatu, bahkan cenderung bermusuhan. Andreanas sangat benci Islam.  

Baca Juga

Walaupun tidak sampai mengumbar rasa bencinya, lelaki itu sering kali menunjukkan kekesalannya. Sebagai contoh, setiap kali adzan berkumandang ia akan menutup kedua telinga dengan ear phone atau gawai sejenis. 

Kalau penanda waktu sholat itu bergema saat Andre berada dalam rumah, maka nyaris semua televisi atau radio disetelnya dengan volume tinggi. Bising, sudah tentu. Akan tetapi, baginya itulah satu-satunya cara untuk mencegah datangnya suara dari arah masjid atau mushala terdekat. 

Berita-berita mengenai serangan teroris membuatnya semakin membenci Islam. Pada 2017, Andre mengenang, ada berbagai peristiwa yang dilabeli sebagai terorisme di pelbagai pemberitaan. 

Orang-orang yang ditetapkan sebagai terduga teroris nyaris selalu memiliki nama-nama yang khas Muslim. Dengan demikian, lelaki itu merasa ada pembenaran untuk berpikir dan berbuat Islamofobia. 

Waktu itu, pria yang kini berusia 44 tahun tersebut cukup aktif bermedia sosial. Melalui jaringan internet, dia menyebarluaskan konten-konten cacimaki terhadap Islam. Posting yang dibuatnya sering kali menimbulkan kericuhan. Para netizen mengecamnya, tetapi ada saja yang masih membela nya. 

Andre mengingat, saat itu provokasi di dunia maya terus dilakukannya. Satu platform tidak cukup. Ia pun membuat banyak akun sehingga dapat lebih masif lagi mendebat dan memusuhi orang-orang yang pro-Islam. 

“Tujuan saya waktu itu ingin memperlihatkan bahwa agama saya yang paling benar. Agama Islam salah, terutama tentang Alquran yang saya anggap mencontek kitab suci agama saya dahulu itu,” ujar dia sebagaimana dikutip dari Harian Republika. 

Kebenciannya terhadap Islam semakin membesar. Pantang menyerah, ia pun terus mencaricari celah untuk menjatuhkan citra Islam. Untuk melakukannya, ia pertama-tama memeriksa kitab suci Muslim. 

Andre pun membaca dengan saksama Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan bahasa Indonesia. Mushaf itu dibelinya dari sebuah toko buku. Bila mengingat momen itu, ia kadang kala merasa heran. Sebab, saat itu dirinya tidak bisa dikatakan taat. Pergi ke tempat ibadah saja hanya sepekan sekali. 

Dalam beberapa pekan, Andre asyik membaca mushaf terjemahan Alquran itu. Lambat laun, perasaan benci berubah menjadi ketertarikan. Lantas, rasa tertarik itu meningkat jadi sikap terbuka.

 

Bahkan, beberapa kali dirinya terkejut. Sebab, ada banyak perintah dalam agama yang dianutnya saat itu justru diamalkan umat Islam. Malahan, Alquran menyebutkan dengan gamblang instruksi itu.

Sebagai contoh, perintah Tuhan agar orang yang beriman menjauhi minuman keras dan tidak memakan daging babi. Kedua hal itu sebenarnya diatur dalam agama lamanya. 

Pada suatu malam, Andre membaca teks terjemahan sebuah ayat Alquran. Di sana, terdapat firman-Nya yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal mereka. Membaca arti ayat tersebut, lelaki itu seperti tergugah. 

Beberapa hari berlalu. Cukup lama Andre merenungi pelajaran-pelajaran yang diperolehnya dari membaca Alquran. Ia kemudian menyadari satu hal. Menjadi bagian dari umat tidak bisa sekadar beragama. Siapa pun haruslah mendalami dengan sungguh-sungguh agama yang diyakininya. 

“Maka saya sejak saat itu memiliki banyak perta nyaan tentang ajaran agama saya. (sebelum Islam) Saya bertanya ke kerabat istri yang menjadi pemuka agama, tetapi tidak ada jawaban yang memuaskan dan logis,” kata dia. 

Dua tahun lamanya Andre berusaha mengenal kembali agamanya sendiri. Ia menemukan, cara beribadah agamanya di kitab suci ternyata sebagai berikut. Seseorang berdoa dengan menengadahkan tangan, kemudian bersujud. 

Metode ibadah ini jarang dilakukan umat agama lamanya itu. Padahal, tata cara itu ada dan diperintahkan dalam kitab suci. Nyatanya, umumnya kaum Muslimun melaksanakan ibadah dengan cara demikian, semisal sholat dan sujud. 

Hingga April 2019, Andre kembali bertanyatanya kepada pemuka agama lamanya. Ia ingin meyakinkan dirinya untuk sekali lagi bahwa agamanya itulah yang benar. Yang ingin didengarnya dari mereka ialah jawaban-jawaban logis. Ternyata, ia kembali dikecewakan dengan jawaban kerabatnya yang ahli agama tersebut.  

Akhirnya, ia meninggalkan kebencian terhadap Islam. Mulai saat itu, pria tersebut justru sering memperhatikan rupa-rupa ibadah khas Muslim. Kumandang adzan tidak lagi dicegahnya dengan menyumpal telinga.

Bahkan, suara muazin terdengar sangat mengharukan baginya. Rasa haru itu semakin menguat sesudah dirinya mengetahui arti dan makna setiap kalimat adzan. 

Masuk Islam 

Andre yang dahulu membenci kumandang adzan, kini selalu merasa haru dan rindu panggilan shalat. Ia kemudian membulatkan tekad. Dengan penuh komitmen, ia mendatangi kantor urusan agama (KUA) Cilincing, Jakarta Utara. Di hadapan imam setempat, dirinya bersyahadat untuk pertama kalinya. 

Namun, kenangnya, iman dalam dirinya masih lemah saat itu. Andre belum berani untuk memberitahukan keislamannya kepada anak dan istri serta kerabat terdekat. Maka ia menjalani rutinitas seolah-olah tanpa ada perubahan. Ibadah tiap akhir pekan tetap dilakukannya.

Andre sadar bahwa itu adalah godaan iman ba ginya. Barulah pada November 2019, ia me miliki kekuatan mental. Waktu itu, tepat perayaan kelahiran anak pertamanya, ia berterus terang kepada keluarganya. 

Baik keluarga inti maupun mertua termasuk fanatik dalam beragama. Tentu saja, mereka akan sangat terkejut dengan kabar ke is laman Andre. Begitu semuanya terkuak, seisi rumah seperti memusuhinya. Malahan, anaknya sendiri juga ikut-ikutan membenci. 

Andre lantas memutuskan untuk berpisah dengan istri dan menjauh sementara dari anaknya. Sebab, mereka semua bersikeras menolak pilihan imannya. 

Andre khawatir keislamannya tak lagi murni, karena setelah syahadat pernah kembali ibadah ke tempat agama lamanya. Maka pada Januari 2020, ia merasa perlu untuk bersyahadat ulang. Tempatnya di Masjid Cilincing, Jakarta Utara. Oleh ulama setempat, dirinya ditawarkan untuk memilih nama baru. Dipilihlah nama Muhammad Andreanes. 

Sejak saat itu, ia bertekad untuk meninggalkan seluruh ritual agama lamanya. Fokusnya kini mendalami Islam, terutama ibadah-ibadah wajib dan sunah. Ia perlahan belajar sholat lima waktu dan berpuasa Ramadhan.

Makanan atau minuman yang diharamkan Islam pun ditinggalkannya. Karena belum lancar berbahasa Arab, ia memilih untuk membaca terjemahan Alquran. Semangatnya tinggi sekali. Ia pun khatam beberapa kali.

 

“Niat saya membaca Alquran tidak sekadar menghafal, tetapi juga memahami dan menerap kan ajaran Islam. Beberapa kali saya membaca terjemahan dan Latin, lambat laun saya hafal beberapa surah,” tuturnya.  

 
Berita Terpopuler