Literasi Keagamaan Para Takmir, Khatib, dan Mubaligh Perlu Ditingkatkan

Tantangan yang dihadapi takmir masjid yaitu minimnya literasi keagamaan.

Republika/Yogi Ardhi
ILUSTRASI SUNSET, MENARA MASJID, ILALANG, SILUET
Rep: Fuji Eka Permana Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, menilai pentingnya meningkatkan literasi keagamaan tentang Islam wasathiyah bagi para takmir masjid, khatib dan mubaligh. Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam, Prof Kamaruddin Amin, mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi takmir masjid yaitu minimnya literasi keagamaan pada kebanyakan takmir.

Baca Juga

Imam mengatakan, selain meningkatkan pemahaman Islam wasathiyah bagi takmir masjid, yang juga penting adalah meningkatkan kemampuan manajerial masjid. Para khatib dan mubaligh juga penting ditingkatkan pemahaman Islam wasathiyahnya, karena mereka yang menyampaikan pesan-pesan di mimbar-mimbar masjid.

"Pemahaman Islam wasathiyah perlu ditingkatkan, Dewan Masjid Indonesia akan terus meningkatkan perannya khususnya nanti termasuk dalam empowerment penguatan literasi, yaitu dengan melakukan pelajar pelatihan khatib dan dai, khususnya generasi milenial nanti, Insya Allah," kata Imam kepada Republika, Kamis (21/7/2022).

Ia menyampaikan, pelatihan yang diberikan kepada generasi milenial ini yang diutamakan adalah pencerahan ke arah literasi keagamaan, misalnya tentang konsep Islam wasathiyah.

Ia menjelaskan, konsep Islam wasathiyah termasuk pesan-pesan yang kuat, itu bisa dicerna sendiri atau diperkenalkan sendiri. Tapi kalau dilatih akan menjadi semacam penguatan yang nyata, karena diikuti oleh berbagai orang dan pihak, mungkin perwakilan atau utusan dari masjid, perorangan, dan lain sebagainya.

 

 

Menurutnya, yang disampaikan Dirjen Bimas Islam Kemenag terkait minimnya literasi keagamaan pada kebanyakan takmir, lebih kepada perlunya peningkatan literasi takmir terhadap Islam wasathiyah. Yakni Islam yang dikatakan moderat.

"Itu maksudnya diperlukan (pemahaman Islam wasathiyah bagi para takmir, khatib dan mubaligh) di suatu negara seperti (Indonesia) kita yang komposisinya itu multi agama atau agamanya banyak, di samping itu juga menganut berbagai macam mazhab," ujar Imam. 

Imam mengatakan, orang-orang setelah bermazhab, biasanya ada semangat bermazhab yang merasa mazhabnya paling benar. Jika ini terjadi maka menjadi tidak moderat.

Ia mengungkapkan, dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan jika mazhabnya merasa paling benar sendiri. Kalau bermazhabnya malah mengikuti irama kekuasaan, sehingga lewat kekuasaan malah memaksakan diri dengan merasa pahamnya yang paling benar, itu juga tidak boleh karena tidak baik.

 "Ini saya kira penting untuk disampaikan, semua kita para kiai, mubaligh, khatib, dai itu langsung atau tidak langsung memikul amanat turut merawat keutuhan bangsa," jelas Imam.

 

 
Berita Terpopuler