Kesaksian Dokter yang Tangani Shinzo Abe Setelah Ditembak
Saat tiba, wajah Abe sangat pucat dan upaya membuatnya bertahan hidup sangat kecil.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Shingo Nakaoka menatap wajah mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, yang pucat setelah ditembak oleh seorang pria bersenjata pada 8 Juli lalu. Dokter berusia 64 tahun itu mengetahui bahwa, upaya untuk membuat Abe bertahan hidup sangat kecil.
Nakaoka bergegas ke lokasi kejadian dari klinik terdekatnya dalam beberapa menit setelah penembakan Abe. Ketika itu, dia melihat wajah Abe sudah sangat pucat.
"Yang langsung mengejutkan saya adalah betapa pucat wajahnya," kata Nakaoka kepada Reuters melalui telepon beberapa hari setelah pembunuhan itu.
"Ketika kami memijat jantungnya, tubuhnya tidak berkedut. Dia hampir tidak sadar dan dia sangat pucat, saya langsung tahu dia dalam bahaya kritis," ujar Nakaoka menambahkan.
Dengan ditemani tiga perawat, Nakaoka berlari menuruni tiga anak tangga menuju ke tempat kejadian. Seseorang yang tampaknya dari rombongan Abe segera menyerahkannya sebuah defibrillator eksternal otomatis (AED), tetapi tidak menyala.
Kemudian salah satu dari tiga perawat yang menemani Nakaoka berlari kembali ke klinik untuk mengambil alat lainnya. Nakaoka kemudian menghubungkan AED ke tubuh Abe.
"AED menyatakan bahwa, 'tidak sesuai'. Itu bisa terjadi ketika jantung berdetak normal, atau tidak sama sekali," ujar Nakaoka.
Tak ada jalan lain, Nakaoka bergantian dengan perawatnya untuk memompa jantung Abe secara manual. Tetapi karena Abe terlalu kehilangan banyak darah, maka hanya ada sedikit kesempatan untuk resusitasi di tempat kejadian.
"Saat itu, saya sangat putus asa. Dia (Abe) tidak memberikan tanggapan," kata Nakaoka.
Juru bicara pemadam kebakaran Kota Nara mengatakan, ambulans tiba di lokasi kejadian pada pukul 11.41 waktu setempat, atau sekitar 11 menit setelah Abe ditembak. Nakaoka berpendapat ambulans datang terlalu lama karena Abe harus segera dilarikan ke rumah sakit besar untuk menerima perawatan.
"Rasanya sangat lama. Dia (Abe) harus segera pergi ke pusat medis besar, untuk menghentikan pendarahannya," kata Nakaoka.
Helikopter yang membawa Abe tiba di Nara Medical University Hospital yang terletak sekitar 20 kilometer dari lokasi kejadian, pada pukul 12.20 waktu setempat. Catatan pemadam kebakaran setempat yang dirilis pekan lalu menunjukkan bahwa, responden pertama menduga Abe mengalami serangan jantung dalam beberapa menit setelah penembakan.
"Ketika saya memikirkan kembali sekarang, ada saat-saat ketika saya tidak tahu apa yang saya lakukan. Apa yang saya ingat dengan sangat jelas adalah dengan panik berdoa untuk keajaiban sehingga entah bagaimana, pria ini bisa diselamatkan," ujar Nakaoka.
Perdana menteri terlama di Jepang itu dinyatakan meninggal pada pukul 17.03 waktu setempat, setelah kehabisan darah karena luka dalam di jantung dan sisi kanan lehernya. Profesor yang bertanggung jawab atas pengobatan darurat di Nara Medical University Hospital, Hidetada Fukushima, mengatakan, Abe telah menerima lebih dari 100 unit darah dalam transfusi selama empat jam.
Abe ditembak oleh seorang pria bersenjata dengan senjata rakitan di Kota Nara, Jumat (8/7/2022). Polisi telah menangkap pelaku yang diidentifikasi sebagai Yamagami Tetsuya (41 tahun). Abe berada di Kota Nara untuk mendukung seorang kandidat dalam pemilihan Majelis Tinggi akhir pekan ini.
Sumber investigasi mengatakan kepada NHK, senjata yang disita di tempat kejadian seperti senjata api buatan tangan. Tersangka diketahui tinggal di Kota Nara.
Video yang diambil oleh reporter NHK menunjukkan, petugas keamanan menangkap seseorang setelah terjadi penembakan. Abe ambruk setelah ditembak sebanyak dua kali dari arah belakang.