Menkeu AS Sebut Perang Rusia dan Ukraina Rugikan Posisi Fiskal Global

Perang Rusia dan Ukraina telah mengguncang harga komoditas pangan, energi dan pupuk.

ANTARA FOTO/POOL/Fikri Yusuf
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen berbicara saat sesi High Level Seminar on Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity rangkaian 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG)†G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (15/7/2022). Seminar tingkat tinggi tersebut membahas ancaman krisis pangan (food insecurity) sekaligus aksi global yang dapat dirintis anggota G20 demi mencegah krisis tersebut.
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengatakan perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah merugikan posisi fiskal global mengingat masih banyak negara yang belum pulih dari pandemi Covid-19."Dampak ekonomi dari perang semakin merugikan posisi fiskal pemerintah sementara banyak negara masih belum pulih dari Covid-19," katanya dalam acara G20 bertajuk "Macroeconomic Policy Mix for Stability and Economic Recovery" di Bali, Jumat (15/7/2022).

Baca Juga

Yellen menuturkan posisi fiskal banyak negara merugi karena perang Rusia dan Ukraina telah mengguncang harga komoditas baik pupuk, energi, maupun pangan.Terlebih lagi, tingginya harga pangan ini mengakibatkan lebih banyak orang kelaparan sehingga pemerintah harus mengambil tindakan untuk membantu mengurangi krisis pangan.

Salah satu upaya mengurangi krisis pangan tersebut dilakukan melalui program Global Agriculture and Food Security oleh lembaga keuangan internasional dengan AS yang menyumbang sekitar 155 juta dolar AS.Tak hanya harga komoditas yang tinggi, Yellen mengatakan perang Rusia dan Ukraina turut memperburuk inflasi, volatilitas, dan arus modal.

Ekonomi global pun juga menghadapi banyak tantangan selama beberapa periode termasuk mengenai krisis neraca pembayaran, krisis utang, krisis keuangan dan pandemi.Oleh sebab itu, Yellen menegaskan bahwa pendekatan kebijakan makroekonomi yang telah diterapkan secara global perlu ditinjau kembali agar mampu mengatasi potensi krisis baru di masa depan.

"Kita semua harus meninjau kembali pendekatan kita terhadap kebijakan makroekonomi," ujarnya.

 
Berita Terpopuler