Inflasi Dorong 71 Juta Orang ke Kemiskinan Sejak Perang Ukraina

51,6 juta orang jatuh miskin dalam tiga bulan pertama Perang Rusia-Ukraina.

ANTARA/Wahyu Putro A
Suasana permukiman dengan latar belakang gedung bertingkat di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (4/7/2022). Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengungkapkan bahwa sebanyak lebih dari 71 juta orang di seluruh dunia mengalami kemiskinan akibat melonjaknya harga pangan dan energi yang naik dalam beberapa pekan.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengungkapkan bahwa sebanyak lebih dari 71 juta orang di seluruh dunia mengalami kemiskinan akibat melonjaknya harga pangan dan energi yang naik dalam beberapa pekan. UNDP memperkirakan lebih dari 51,6 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan dalam tiga bulan pertama setelah perang, atau hidup dari 1,90 dolar AS (sekitar Rp25 ribu) sehari atau kurang.

Baca Juga

Angka itu mendorong jumlah total secara global pada ambang menjadi 9 persen dari populasi dunia. Tambahan 20 juta orang tergelincir ke garis kemiskinan 3,20 dolar AS (sekitar Rp 48 ribu) per hari. Di negara-negara berpenghasilan rendah, keluarga menghabiskan 42 persen dari pendapatan rumah tangga mereka untuk makanan tetapi ketika negara-negara Barat pindah ke sanksi Rusia, maka harga bahan bakar dan bahan makanan pokok seperti gandum, gula, dan minyak goreng melonjak. Pelabuhan Ukraina yang diblokir dan ketidakmampuannya untuk mengekspor biji-bijian ke negara-negara berpenghasilan rendah semakin menaikkan harga, yang mendorong puluhan juta jatuh ke jurang kemiskinan.

“Dampak biaya hidup hampir tanpa preseden dalam satu generasi, dan itulah mengapa ini sangat serius,” kata Administrator UNDP, Achim Steiner pada peluncuran laporan tersebut, Kamis (7/7/2022).

Naiknya angka kemiskinan yang cepat melebihi krisis ekonomi yang dirasakan di puncak pandemi. UNDP mencatat 125 juta orang mengalami kemiskinan selama sekitar 18 bulan, selama karantina wilayah dan penutupan pandemi, dibandingkan dengan lebih dari 71 juta hanya dalam tiga bulan setelah invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari.

“Kecepatannya (angka kemiskinan) sangat cepat,” ujar kepala ekonom UNDP dan penulis laporan tersebut, George Molina.

Beberapa negara yang paling terpukul oleh inflasi, termasuk Haiti, Argentina, Mesir, Irak, Turki, Filipina, Rwanda, Sudan, Kenya, Sri Lanka, dan Uzbekistan. Di negara-negara seperti Afghanistan, Ethiopia, Mali, Nigeria, dan Yaman, dampak inflasi bahkan lebih berat bagi mereka yang sudah berada di garis kemiskinan terendah. Jumlah total orang yang hidup dalam kemiskinan, atau rentan terhadap kemiskinan, mencapai lebih dari 5 miliar, atau hanya di bawah 70 persen dari populasi dunia.

 

Laporan PBB lainnya mengatakan kelaparan dunia meningkat tahun lalu dengan 2,3 miliar orang menghadapi kesulitan sedang atau berat untuk mendapatkan cukup makanan, dan itu terjadi sebelum perang di Ukraina. Steiner mengatakan kekayaan di dunia cukup untuk mengelola krisis, tetapi kemampuan untuk bertindak serempak dan cepat adalah kendalanya.

UNDP merekomendasikan bahwa daripada menghabiskan miliaran untuk subsidi energi, pemerintah malah menargetkan pengeluaran untuk menjangkau orang-orang yang paling terkena dampak melalui transfer tunai yang ditargetkan yang dapat mencegah 52,6 juta orang lagi jatuh ke dalam kemiskinan dengan 5,50 dolar AS (sekitar Rp 82 ribu) per hari. Untuk negara-negara berkembang yang kekurangan uang dan sarat utang untuk mencapai hal ini, UNDP menyerukan perpanjangan pembayaran utang yang telah dilakukan selama pandemi di antara negara-negara terkaya di dunia.

 

Steiner mengatakan melakukan kebijakan itu bukan hanya tindakan amal, tetapi juga langkah kepentingan pribadi yang rasional untuk menghindari tren kompleks lainnya, seperti keruntuhan ekonomi di negara-negara dan protes populer yang sudah terjadi di komunitas di seluruh dunia. Perang di Ukraina telah mengguncang wilayah yang dikenal sebagai keranjang roti dunia. Sebelum perang, Rusia merupakan pengekspor gas alam terbesar di dunia dan pengekspor minyak mentah terbesar kedua. Gabungan Rusia dan Ukraina menyumbang hampir seperempat dari ekspor gandum global dan lebih dari setengah ekspor minyak bunga matahari.

 
Berita Terpopuler