Tingkat Adab Digital Masyarakat Indonesia pada 2021 Terburuk di Asia Tenggara

Tingkat keadaban digital masyarakat Indonesia dinilai terburuk di Asia Tenggara.

Youtube
Media Sosial
Rep: Fauziah Mursid Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tingkat keadaban digital masyarakat Indonesia dinilai terburuk di Asia Tenggara. Hal tersebut adalah hasil survei yang dilakukan Microsoft bertajuk Digital Civility Index (DCI) pada tahun 2021.

Baca Juga

Deputi Bidang Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang PMK Didik Suhardi dalam rapat penguatan diseminasi media Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) mengatakan 47 persen media digital digunakan untuk hoaks dan penipuan, 27 persen untuk ujaran kebencian, dan 13 persen untuk diskriminasi.

"Sangat memprihatinkan. Data menyebut 47 persen media digital digunakan untuk hoax dan penipuan, 27 persen untuk ujaran kebencian, dan 13 persen digunakan untuk diskriminasi," kata Didik dikutip dari keterangan resmi, Selasa (5/7/2022).

Karena itu, Kemenko PMK mendorong penguatan nilai-nilai revolusi mental melalui media sosial (medsos). Dalam rapat penguatan diseminasi media bersama inisiator aplikasi media sosial Symbolic.id Sabrang Mowo Damar Panuluh penting untuk memperbaiki adab masyarakat digital.

"Untuk itu, hari ini kita akan berbincang dengan Mas Sabrang untuk mencari peluang memanfaatkan sebuah platform sebagai cara untuk meningkatkan nilai keberadaban media kita," kata Didik.

 

 

Didik mengatakan, tidak dapat dipungkiri, saat ini media sosial didesain kebanyakan untuk mencari profit, bukan tertuju pada penggalian nilai-nilai (values). Menurutnya, dunia informasi bergerak dengan cepat dan media sosial menjadikan komunikasi sebagai wadah yang sangat luas.

"Untuk itu perlu social engineering yang tepat yang dibangun dengan panduan value local wisdom masyarakat kita. Kita punya gotong-royong dan sangat in line dengan falsafah Islam fastabiqul khairat," katanya.

Dia memastikan kehadiran pemerintah dan akan melibatkan institusi sosial seperti universitas, ormas, dan sebagainya. Sebab, diperlukan kolaborasi gotong royong dana dari para pelaku usaha melalui CSR, sponsorship, beasiswa, dan kalangan filantropi. 

"Diperlukan peran negara untuk menguatkan kembali nilai gotong-royong dengan  pengembangan investasi sosial yakni tenaga, dana, dan ilmu," kata dia.

Didik menambahkan, penguatan gotong-royong dalam struktur di media sosial juga akan menghasilkan mental model. Khususnya, adanya tanggung jawab komunal tentang pentingnya kerukunan, kebersamaan yang hadir dari pola-pola sosial-budaya.

 

 

Sebab, harus diakui, struktur sosial dalam media sosial ditemui dengan hadirnya distribusi kepercayaan dari jumlah follower, like, dan dominasi nilai popularitas. "Oleh karenanya terbangun mental model perlombaan popularitas, eksitensi lebih penting daripada fungsi," ujar dia 

Dia mengatakan, adanya ruang sosial tidak hanya untuk berdialog, tetapi juga untuk belajar. Karenanya, penting untuk mengimplementasi nilai gotong royong di sosial media melalui penggunaan investasi keilmuan, pendampingan yang membangun impact terhadap masyarakat.

"Dan akhirnya terbangun mental model untuk berlomba berbagi manfaat dan dampak," ujarnya.

Didik Suhardi menambahkan, Kemenko PMK juga akan membahas lebih jauh Sinergi dengan BPIP, Kemendikbud Ristek, dan Kominfo tindaklanjut hasil rapat hari ini. Dia berharap kolaborasi ini nantinya bisa membangun konsep gotong-royong dalam rangka meningkatkan indeks keadaban digital pada masyarakat. 

 

“Semoga menghindarkan mentalitas-mentalitas negatif masyarakat dalam berperilaku di media sosial. Penguatan nilai-nilai revolusi mental seperti etos kerja, gotong royong, integritas melalui media sangat penting, terlebih dengan potensi bonus demografi di masa mendatang. Harapannya kita terhindar dari disaster demography," kata Didik.

 
Berita Terpopuler