Korsel Bantah Covid-19 Masuk Korut Lewat Bingkisan Aktivis

Korut menuduh benda asing dari Korsel sebagai pembawa wabah Covid-19.

AP/Ahn Young-joon
Sebuah kendaraan militer Korea Selatan melewati pagar kawat berduri di Paju, dekat perbatasan dengan Korea Utara, Korea Selatan, Rabu, 5 Januari 2022. Kementerian Unifikasi Korea Selatan (Korsel) mengatakan "tidak mungkin" Covid-19 masuk Korea Utara (Korut) masuk lewat balon yang dikirim aktivis dari Korsel, Jumat (1/7/2022).
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Unifikasi Korea Selatan (Korsel) mengatakan "tidak mungkin" Covid-19 masuk Korea Utara (Korut) masuk lewat balon yang dikirim aktivis dari Korsel, Jumat (1/7/2022). Korut mengatakan wabah Covid-19 dimulai dari seorang pasien yang memegang "benda asing" di perbatasan.

Baca Juga

Korut tampaknya ingin menyalahkan tetangganya itu atas infeksi yang menyebar di negara terisolasi tersebut.

"(Masyarakat) harus waspada dengan benda asing yang datang dengan angin dan fenomena iklim lainnya dan balon-balon dari daerah sepanjang garis demarkasi dan perbatasan," kata Korut dalam pengumuman penyelidikannya sendiri.

Kantor berita KCNA mengatakan seorang tentara berusia 18 tahun dan siswa taman kanak-kanak berusia lima tahun melakukan kontak dengan benda tak dikenal "di bukit sekitar barak dan pemukiman" di timur kabupaten Kumgang awal Apri lalu. Mereka menunjukkan gejala dan dites positif virus corona.

 

"Hasil penyelidikan menunjukkan beberapa orang yang datang dari daerah Ipho-ri di Kabupaten Kumgang, Provinsi Kangwon ke ibukota pada pertengahan April mengalami demam dan kasus demam meningkat drastis di antara kontak mereka," kata kantor berita pemerintah Korut itu.

KCNA mengatakan kasus demam yang dilaporkan di Korut hingga pertengahan April disebabkan penyakit yang lain. Tapi mereka tidak menjelaskannya.

Selama puluhan tahun aktivis dan pembelot Korut di Korsel mengirimkan balon-balon yang membawa pamflet dan bantuan kemanusiaan di sepanjang perbatasan. Pemerintah mantan Presiden Moon Jae-in melarang kampanye itu pada 2020 lalu.

 

Alasannya demi keselamatan warga di perbatasan tapi para aktivis menyebut larangan itu untuk menutupi kebobrokan Pyongyang. Serta upaya membungkam kritik di tengah upaya meningkatkan hubungan antar perbatasan.

 
Berita Terpopuler