Polemik Transparansi Draf RKUHP yang Masih Rahasia untuk Publik

Pemerintah sebut draf RKUHP belum dibuka karena masih banyak perbaikan isi.

Prayogi/Republika.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Selasa (21/6/2022). Aksi yang bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Jokowi ini menuntut Presiden dan DPR untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam isu krusial.Prayogi/Republika
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Nugroho, Rizky Suryarandika, Antara

Mahasiswa yang tergabung dalam massa aksi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menutup pagar gedung parlemen dengan spanduk. Pada pukul 15.30 WIB, Selasa (28/6/2022), tiga mahasiswa yang mengenakan jas almamater memanjat pagar utama gedung parlemen. Mereka memasangkan spanduk yang diperkirakan berukuran dua kali empat meter berawan putih. Setiap sisi spanduk disangkutkan ke ujung pagar yang berbentuk lancip. Spanduk tersebut bertuliskan 'Gedung ini disita sedang dalam perbaikan reformasi #semuabisakena'.

Spanduk itu menutupi hampir setengah dari sisi pagar. Di samping spanduk besar itu, beberapa spanduk dengan ukuran lebih kecil yang berisi tulisan tuntutan kepada pemerintah juga tertempel di pagar utama.

Setelah menempelkan spanduk tersebut, orasi yang dilakukan mahasiswa di atas mobil komando yang berada di depan pagar gedung parlemen tetap berlangsung. Ratusan mahasiswa yang ada di depan pagar pun masih tetap menyanyikan lagu sambil meneriakkan tuntutan. Ratusan mahasiswa ini mendatangi gedung DPR RI membawa beberapa tuntutan, salah satunya memprotes pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang beberapa pasal dianggap dapat dipakai oknum tertentu untuk merugikan rakyat.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Bayu Satria Utomo, mengatakan salah satu tuntutan aksi adalah mendesak agar draf RUU KUHP dibuka ke publik. "Tadi saya sudah sampaikan tuntutan kita hari ini ada dua, yang pertama membuka draf RKUHP dan kedua membahas pasal-pasal yang bermasalah," kata Bayu kepada wartawan.

Bayu mengatakan pada 25 Mei 2022 lalu DPR RI dan Pemerintah membahas 14 isu krusial dalam draf RKUHP 2019. Namun sampai saat ini draf RKUHP tidak pernah dibuka ke publik.

Dia berharap Ketua DPR RI Puan Maharani mau menemui massa aksi unjuk rasa. Selain itu BEM UI meminta komitmen dari DPR untuk mau membuka draf RKUHP dan membahas pasal pasal bermasalah di RKUHP.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, ada lima alasan kenapa draf RKUHP belum dibuka ke publik. Pertama, pemerintah merevisi beberapa pasal berdasarkan masukan masyarakat.

"Kedua, mengenai rujukan pasal, kan ada dua pasal yang dihapus. Kalau dua pasal dihapus itu kan berarti kan nomor-nomor pasal jelas berubah, sehingga kita rujukan pasal ini harus hati-hati," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/6/2022).

Ketiga, terdapat masih banyak salah ketik atau typo dalam draf RKUHP yang membuat pihaknya masih melakukan perbaikan. Selanjutnya, pemerintah masih harus melakukan antara batang tubuh dan penjelasan RKUHP.

"Terakhir adalah tentang persoalan sanksi pidana. Jadi sanksi pidana ini kita harus mensinkronkan supaya tidak ada disparitas," ujar Eddy.

"Memang yang betul-betul kami mencermati itu persoalan revisi ini, misalnya ya mengenai kejahatan terhadap kesusilaan ini jangan sampai dia tumpang tindih dengan UU TPKS yang sudah disahkan. Dan yang kedua kita masih harus mendefinisikan beberapa hal," sambungnya.

Ia pun menjawab kritik terhadap pemerintah yang hingga saat ini belum membuka draf RKUHP ke publik. Pasalnya jika draf tersebut dibuka ke publik sekarang, pasti akan menimbulkan polemik karena masih adanya banyak perbaikan di dalam draf tersebut.

"Nanti kalau kita lempar, ternyata masih koreksi, ribut lagi. Kita masih membahas, ya mudah-mudahan dalam minggu ini mudah-mudahan selesai," ujar Eddy. Harapannya, draf tersebut dapat diselesaikan pada pekan ini.

Berikut 14 isu krusial dalam RKUHP:

1. Pasal hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)
2. Pidana mati
3. Penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden
4. Menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib
5. Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin
6. Unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih
7. Pasal soal advokat yang curang
8. Penodaan agama
9. Alat pencegah kehamilan
10. Penggelandangan
11. Pengguguran kandungan
12. Perzinahan
13. Kohabitasi
14. Pemerkosaan

Baca Juga

Warga melintas di area mural Tolak RUU RKUHP di Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (30/9/2019). - (Republika)




Transparansi memang jadi salah satu sorotan utama RKUHP. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta DPR dan pemerintah memastikan proses legislasi RKUHP berlangsung transparan dan partisipatif. Proses ini penting dalam demokrasi untuk meningkatkan kepercayaan publik.

"Proses legislasi juga perlu membuka pembahasan secara lebih menyeluruh, tidak terbatas pada 16 isu krusial, untuk memastikan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Senin (27/6/2022).

Diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Pemerintah pada 25 Mei 2022 menyebutkan RKUHP akan disahkan pada Juli 2022. Namun, hingga kini draf terbaru RUU KUHP belum dapat diakses oleh publik karena Pemerintah belum menyerahkan draf kepada Komisi III DPR RI.

"Kondisi ini patut disayangkan karena menghambat pemenuhan hak warga negara untuk berpartipasi secara bermakna dalam pembentukan undang-undang," ujar Andy.

Pada RDP tersebut juga dinyatakan bahwa terdapat 16 isu krusial yang akan menjadi fokus pembahasan dari RKUHP sebagai proses legislasi carry over  dari periode yang lalu. Namun, Komnas Perempuan berpandangan masih terdapat isu krusial lain di samping ke-16 isu tersebut yang juga perlu ditelaah ulang sebelum RKUHP disahkan. Terlebih ini terkait disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Telaah ulang perlu menggunakan prinsip uji cermat tuntas (due dilligence) untuk memastikan pemenuhan hak-hak konstitusional warga dengan mencermati kemungkinan kerugian pada kelompok rentan, sebagaimana dinyatakan dalam Naskah Akademik RUU KUHP. Termasuk di dalam pencermatan ini adalah memastikan tidak ada kerugian yang diakibatkan oleh bias gender," ucap Andy.

Komnas Perempuan menegaskan wajib memberi masukan terhadap RKUHP guna memastikan terintegrasinya perlindungan bagi kelompok rentan mengalami diskriminasi, antara lain perempuan, anak dan penyandang disabilitas.

Hal ini sejalan dengan tugas Komnas Perempuan untuk memberikan saran kepada pemerintah, lembaga legislatif, yudikatif serta organisasi-organisasi masyarakat. Sehingga terjadi perubahan hukum yang mendukung pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

"Komnas Perempuan ingin memastikan tidak terjadinya reviktimisasi terhadap perempuan korban dalam norma pemidanaan dan delik pidana yang berkaitan dengan hak kebebasan masyarakat sipil serta kekerasan berbasis gender," tegas Andy.

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Raihan Ariatama, menilai beberapa pasal dalam RKUHP dapat menghambat demokratisasi di Indonesia. Dalam draf RKUHP versi September 2019 yang dapat diakses publik, terdapat beberapa pasal kontroversial yang dinilai akan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Ia memberi contoh seperti Pasal 218 tentang penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah. Pasal 273 tentang pidana bagi demonstran yang tidak melakukan pemberitahuan dan menimbulkan keonaran dan Pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

"Pasal-pasal tersebut mengandung multitafsir dan sangat berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik dan mempidanakan para aktivis yang menyuarakan kritiknya, baik itu melalui aksi demonstrasi maupun melalui sarana teknologi informasi seperti media sosial," kata Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama, Sabtu (18/6/2022) dalam keterangan tertulisnya.

Rancangan KUHP - (republika/kurnia fakhrini)

 
Berita Terpopuler