Kasus Covid-19 Kembali Meningkat, Waspadai Gejala yang Terasa Saat ke Toilet

Covid-19 dapat memunculkan beragam gejala, salah satunya terasa di perut.

www.pixabay.com
Covid-19 (ilustrasi). Kini, kebanyakan gejala Covid-19 yang muncul mirip seperti pilek atau flu. serta masalah pencernaan.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan mutasi virus yang terus terjadi, tren gejala Covid-19 yang muncul pun ikut berubah. Mengingat kasus Covid-19 kembali meningkat di beberapa negara, ada baiknya untuk meningkatkan kewaspadaan mengenai beragam gejala Covid-19, termasuk gejala yang mungkin muncul saat ke toilet.

Di awal pandemi pada 2020, ada tiga gejala utama Covid-19 yang kerap menjadi sorotan. Ketiga gejala utama tersebut adalah batuk terus-menerus, kehilangan indra penciuman dan pengecap, serta demam.

Baca Juga

Gejala Covid-19 pada orang yang sudah divaksinasi. - (Republika)


Kini, kebanyakan gejala Covid-19 yang muncul mirip seperti pilek atau flu. Selain itu, gejala Covid-19 yang berkaitan dengan masalah pencernaan juga cukup sering dikeluhkan. Salah satu dari gejala tersebut adalah diare.

"Coba untuk berdiam diri di rumah dan hindari kontak dengan orang lain bila Anda mengalami gejala Covid-19," jelas National Health Service, seperti dilansir Express, Senin (27/6/2022).

Selain tiga gejala utama dan diare, ada beberapa gejala Covid-19 lain yang juga patut diwaspadai. Gejala tersebut meliputi sesak napas, merasa lelah, pegal-pegal, sakit kepala, nyeri tenggorokan, hidung tersumbat atau beringus, kehilangan nafsu makan, mual, atau muntah.

Peningkatan kasus Covid-19 yang kembali terjadi belakangan ini disinyalir berkaitan dengan kemunculan dua subvarian omicron, yaitu BA.4 dan BA.5. Di Skotlandia misalnya, kemunculan subvarian baru ini disertai dengan peningkatan peningkatan kasus Covid-19 nasional sebesar 20 persen dalam beberapa hari terakhir.

Otoritas Skotlandia menilai peningkatan ini belum sampai tahap yang mengkhawatirkan. Akan tetapi, mereka akan terus memantau peningkatan kasus ini secara hati-hati.

"Kami akan memantau ini dengan sangat hati-hati," jelas Chief Social Policy Advisor untuk pemerintah Skotlandia Prof Linda Bauld.

Peningkatan serupa juga mulai terjadi di beberapa negara Eropa lain sejak kemunculan dua subvarian baru, termasuk Inggris. Namun, berbeda dengan kondisi di awal pandemi, situasi Covid-19 di Inggris saat ini jauh lebih terkendali akibat luasnya cakupan vaksinasi. Jumlah kasus yang lebih terkendali turut berkontribusi pada lebih sedikitnya kasus Covid-19 yang bergejala berat dan membutuhkan layanan rawat inap rumah sakit.

Akan tetapi, menurunnya proteksi dari vaksin dinilai dapat menjadi potensi masalah di kemudian hari. Proteksi yang menurun seiring waktu ini bisa menjadi celah bagi varian baru untuk kembali menyebabkan lonjakan kasus.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan laju penularan Covid-19 di Indonesia kini mencapai 2.000 lebih kasus per hari. Akan tetapi, Indonesia masih berada di level 1 versi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

"Memang ada kenaikan dari 200 ke 2.000-an kasus saat ini, tapi puncak gelombang di Indonesia sebelumnya mencapai 60 ribuan kasus per hari," kata Budi usai menerima bantuan mesin refrigerator vaksin dari Pemerintah Jepang di JICT Tanjung Priok, Jakarta Utara, Ahad (26/6/2022).

Budi mengatakan WHO memberikan standar level 1 situasi pandemi di suatu negara dengan indikator 20 kasus per pekan per 100 ribu penduduk. Jika disesuaikan dengan situasi di Indonesia, maka standar level 1 WHO berkisar 7.800 per hari.

"Kalau masih di bawah itu (standar WHO), artinya masih di level 1 PPKM. Di Indonesia saat ini, 2.000-an kasus," katanya.

Penyebaran omicron BA.4 dan BA.5. - (Republika)



Budi mengatakan puncak gelombang subvarian omicron BA.4 dan BA.5 diprediksi terjadi pada pekan kedua atau ketiga Juli 2022. Hal itu didasari atas pengamatan yang terjadi di Afrika Selatan.

"Kalau polanya sama dengan di Afrika Selatan, perkiraan puncak (di Indonesia) bisa kena di pekan kedua dan ketiga Juli 2022," katanya.

Budi mengatakan Afrika Selatan merupakan negara asal dari kemunculan subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Saat ini, Afrika Selatan sedang mengalami pola peningkatan kasus tersebut.

Kenaikan kasus di Afrika Selatan dalam sebulan terakhir, menurut Budi, hanya sepertiga dari kenaikan kasus di puncak omicron BA.1. Hospitalisasi atau pasien yang dirawat di rumah sakit hanya sepertiga dari puncak omicron.

"Angka kasus kematiannya sekitar 10 persen dari puncaknya omicron," ujarnya.

Jika Indonesia meniru pola yang terjadi di Afrika Selatan, menurut Budi, diperkirakan puncak kasus di Tanah Air mencapai 30 persen dari puncak omicron atau setara 17 ribu hingga 18 ribu pasien. Setelah itu, kasus akan turun kembali.

"Namun, dengan jumlah pasien yang masuk rumah sakit dan kematian jauh lebih rendah dari gelombang sebelumnya," katanya.

Budi memastikan reproduction rate nasional masih terkendali sebab berada di bawah satu persen. Positivity rate nasional masih terkendali di 3,61 persen atau di bawah standar WHO berkisar lima persen. Namun, masih ada beberapa propinsi di Indonesia seperti DKI Jakarta dan Banten sudah di atas lima persen, sehingga Budi mengimbau masyarakat untuk tetap waspada tanpa perlu panik menghadapi situasi pandemi saat ini.

 
Berita Terpopuler