WHO Pertimbangkan Cacar Monyet Sebagai Darurat Global

WHO dinilai terapkan standar ganda dalam menanggapi wabah cacar monyet di negara kaya

ANTARA/M. Irfan Ilmie
Pengunjung berjalan di lorong Pasar Shilihe yang dikenal sebagai pasar binatang piaraan dan barang-barang antik terbesar di Beijing, China, Sabtu (18/6/2022). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar komite darurat untuk mempertimbangkan wabah cacar monyet yang terus menyebar sebagai darurat global.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar komite darurat untuk mempertimbangkan wabah cacar monyet yang terus menyebar sebagai darurat global. Tapi para pakar mengatakan keputusan WHO untuk bertindak hanya diambil ketika penyakit itu sampai ke negara-negara Barat.

Baca Juga

Hal ini memperlihatkan ketimpangan serius antara negara-negara kaya dan miskin selama pandemi virus corona. Bila lembaga kesehatan PBB itu menetapkan cacar monyet sebagai darurat global maka wabah penyakit itu menjadi "peristiwa luar biasa" dan penyakit itu berisiko menyebar ke perbatasan, memungkinkan dunia untuk meresponsnya.

Maka cacar monyet dapat diperlakukan seperti pandemi Covid-19 dan upaya menghilangkan polio di seluruh dunia. WHO mengatakan tidak akan ada pengumuman mengenai keputusan yang dibuat komite kedaruratan sebelum Jumat (24/6/2022).

Banyak ilmuwan yang ragu langkah mendeklarasikan darurat global dapat membantu menahan penyebaran epidemi. Karena negara maju yang mencatat kasus penyakit itu baru-baru ini bergerak cepat untuk menahan pergerakannya.

Pekan lalu Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menggambarkan epidemi cacar monyet sebagai "tidak biasa dan mengkhawatirkan." Penyakit ini telah teridentifikasi di 40 negara lebih yang sebagian besar di Eropa.

Cacar monyet telah menginfeksi manusia selama puluhan tahun di Afrika tengah dan Barat. Salah satu jenisnya menewaskan 10 persen orang yang terinfeksi. Angka kematian jenis cacar yang teridentifikasi di Eropa dan kawasan lainnya kurang dari 1 persen dan sejauh ini tidak ada laporan kematian di luar Afrika.

"Bila WHO benar-benar khawatir dengan penyebar cacar monyet, mereka dapat menggelar komite darurat bertahun-tahun yang lalu ketika muncul lagi di Nigeria pada tahun 2017 dan tidak ada yang tahu mengapa tiba-tiba kami memiliki ratusan kasus," kata pakar virus asal Nigeria Oyewale Tomori.

"Agak aneh ketika WHO baru memanggil para pakar mereka ketika penyakit muncul di negara-negara orang kulit putih," kata Tomori yang menjabat di beberapa kelompok penasihat WHO.

Sampai bulan lalu cacar monyet tidak menyebabkan wabah wilayah di luar Afrika. Ilmuwan tidak menemukan mutasi dalam virus yang tampaknya menjadi semakin menular.

Bulan lalu penasihat WHO mengatakan lonjakan kasus di Eropa yang terjadi dalam dua gelombang di Spanyol dan Belgia tampaknya berhubungan dengan aktivitas seksual komunitas homoseksual dan lesbian. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS) mengkonfirmasi 3.300 kasus cacar monyet di 42 negara yang sebelumnya tidak pernah mengumumkan penyakit itu.

Lebih dari 80 persen kasus dilaporkan di Eropa. Sementara itu pada tahun ini Afrika telah mencatat lebih dari 1.400 kasus, termasuk 62 kasus kematian.

Peneliti senior bidang kesehatan dunia di Council Foreign Relations David Findler mengatakan perhatian baru WHO pada cacar monyet di tengah penyebaran di Afrika dapat memperburuk kesenjangan antara negara kaya dan miskin selama pandemi Covid-19.

"Mungkin terdapat alasan yang sah mengapa WHO menyalakan tanda peringatan cacar monyet ketika menyebar ke negara kaya tapi tidak saat menyebar ke negara-negara miskin, tampaknya seperti standar ganda," kata Fidler.

Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet. Belgia menerapkan aturan karantina 21 hari untuk penderita cacar monyet. - (Cynthia S. Goldsmith, Russell Regner/CDC via )

Ia mengatakan masyarakat internasional masih kesulitan untuk memastikan pada negara miskin untuk melakukan vaksinasi pada virus corona. Selain itu belum diketahui apakah masyarakat Afrika ingin vaksin cacar monyet mengingat harus bersaing dengan malaria dan HIV.

"Kecuali negara-negara Afrika dengan spesifik meminta vaksin, mungkin sedikit merendahkan dengan mengirimkannya, karena kepentingan Barat untuk menghentikan cacar monyet diekspor," kata Fidler.

WHO juga mengusulkan untuk membentuk mekanisme berbagi vaksin untuk membantu negara-negara yang terdampak. Tapi artinya vaksin akan dikirim ke negara-negara kaya seperti Inggris yang mengalami wabah cacar monyet terbanyak selain Afrika.

Sampai saat ini mayoritas kasus cacar monyet di Eropa terjadi pada pria homoseksual atau biseksual atau pria yang berhubungan seks dengan pria. Tapi ilmuwan mengatakan siapa pun yang melakukan kontak dekat dengan orang yang terinfeksi atau pakaian atau sprei mereka juga berisiko terinfeksi apapun orientasi seksualnya.

Orang-orang yang terinfeksi kerap mengalami gejala seperti demam, gatal-gatal, dan ruam. Sebagian besar pulih dalam waktu beberapa pekan tanpa pengobatan medis. Bahkan bila WHO mengumumkan cacar monyet sebagai darurat global masih belum diketahui dampaknya.

WHO mendeklarasikan pandemi virus korona sebagai darurat internasional tapi hanya beberapa pemerintah yang menyadarinya sampai Maret ketika organisasi itu menggambarkannya sebagai pandemi, beberapa pekan setelah sejumlah pihak berwenang melakukannya.

WHO kemudian dikritik atas beberapa kesalahan langkah sepanjang pandemi. Sejumlah pakar mengatakan mungkin hal ini yang menahan WHO bergerak lebih cepat dalam merespon cacar monyet.

"Setelah Covid-19, WHO tidak ingin menjadi yang terakhir mendeklarasikan cacar monyet sebagai situasi darurat," kata wakil presiden Center for Global Development Amanda Glassman.

"Ini mungkin tidak meningkatkan tingkat Covid-19 seperti darurat, tapi masih darurat kesehatan global yang perlu diatasi," tambahnya.

Epidemiolog dan wakil kanselir Universitas KwaZulu-Natal di Afrika Selatan Salim Abdool Karim mengatakan WHO dan lembaga lain seharusnya bertindak lebih banyak untuk menghentikan penyebaran cacar monyet di Afrika dan tempat lain. Tapi tidak ia tidak yakin deklarasi darurat global akan membantu.

"Ada gagasan yang salah tempat Afrika itu benua miskin dan tidak berdaya, pada faktanya kami tahu bagaimana menghadapi epidemi," kata Abdool Karim. Ia mengatakan menghentikan wabah pada dasarnya tergantung pada hal-hal seperti pengawasan, isolasi pasien dan edukasi publik.

"Untuk menghentikan cacar monyet mungkin mereka membutuhkan vaksin di Eropa, tapi di sini, kami telah mengendalikannya dengan langkah yang sangat sederhana," katanya. 

 
Berita Terpopuler