Senat AS Loloskan RUU Pengetatan Kontrol Senjata

Undang-undang mengatur usia yang diizinkan untuk memiliki senjata api.

AP Photo/Lynne Sladky
Seorang pegawai Departemen Kepolisian Kota Miami memproses senjata yang diserahkan di Balai Kota Miami sebagai bagian dari program pembelian kembali senjata, Sabtu, 18 Juni 2022, di Miami. Senat Amerika Serikat (AS) telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan tentang kontrol senjata, Selasa (21/6/2022).
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Senat Amerika Serikat (AS) telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan tentang kontrol senjata, Selasa (21/6/2022). Hal itu dinilai merupakan langkah signifikan dalam merespons maraknya aksi penembakan massal di negara tersebut.

Baca Juga

Dalam pemungutan suara pada Selasa malam, 64 anggota Senat memilih meloloskan RUU tersebut. Sementara 34 lainnya menolak. Sebanyak 14 anggota Partai Republik di Senat turut memberi dukungan pada RUU. Selama ini, anggota Partai Republik dianggap selalu pro pada lobi senjata dan menolak pengetatan kontrol senjata.

"Undang-undang keamanan senjata bipartisan ini adalah kemajuan dan akan menyelamatkan nyawa. Meskipun bukan segalanya yang kami inginkan, undang-undang ini sangat dibutuhkan,” kata pemimpin Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer dalam sebuah pernyataan, dikutip laman BBC.

Sementara pemimpin minoritas Partai Republik di Senat, Mitch McConnell menggambarkan RUU itu sebagai “paket akal sehat”. Dipercepatnya pengesahan RUU kontrol senjata membuka kemungkinan proses ratifikasi berlangsung pekan depan. RUU akan masuk ke House of Representatives yang dikuasai Partai Demokrat, kemudian diserahkan ke Presiden Joe Biden.

Kendati ada kemajuan signifikan, RUU tersebut dinilai masih jauh dari yang diharapkan para aktivis. Dalam RUU diatur tentang pengetatan pemeriksaan latar belakang bagi pembeli senjata berusia di bawah 21 tahun. RUU turut menyerukan pendanaan guna mendorong negara bagian untuk menerapkan undang-undang red flag untuk menarik senjata api dari orang-orang yang dianggap ancaman. Tindakan tersebut turut mencakup 15 miliar dolar dalam pendanaan federal untuk program kesehatan mental dan peningkatan keamanan sekolah.

RUU juga menutup apa yang disebut boyfriend loophole, yakni dengan memblokir penjualan senjata kepada mereka yang dihukum karena menyalahgunakan pasangan intim yang belum menikah. Organisasi lobi senjata di AS, National Rifle Association (NRA) telah menentang RUU tersebut. Menurut NRA, RUU tidak banyak membantu menangani kejahatan kekerasan bersenjata. Sebaliknya, NRA menilai RUU itu dapat disalahgunakan untuk membatasi pembelian senjata yang sah. 

 

Awal bulan ini, Joe Biden telah mendesak pelarangan senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi setelah serangkaian penembakan massal di negara tersebut. Biden secara terbuka menyalahkan Partai Republik atas terjadinya insiden-insiden berdarah tersebut. “Kita perlu melarang senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi. Jika kita tidak bisa melarang senjata serbu, maka kita harus menaikkan usia untuk membelinya dari 18 (tahun) menjadi 21 (tahun),” kata Biden dalam pidatonya di Gedung Putih pada 2 Juni lalu, dikutip the Guardian.

Biden menjelaskan, pada 1994, AS telah mengesahkan undang-undang (UU) pelarangan senjata serbu yang memperoleh dukungan bipartisan di Kongres. “Sembilan kategori senjata semi-otomatis termasuk dalam larangan, seperti AK-47 dan AR-15,” ucapnya.

Biden mengklaim, selama UU itu berlaku, kasus penembakan massal di AS menurun. Namun dia menyayangkan, Partai Republik membiarkan UU tersebut berakhir pada 2004. “Setelah Partai Republik membiarkan undang-undang itu berakhir pada 2004 dan senjata-senjata diizinkan untuk dijual lagi, penembakan massal meningkat tiga kali lipat. Itulah fakta-faktanya,” katanya.

Pada kesempatan itu, Biden sempat menyampaikan laporan baru-baru ini yang dirilis Centers for Disease Control and Prevention Center (CDC). Laporan itu menyebut, senjata menjadi penyebab utama kematian di antara anak-anak. “Selama dua dekade terakhir, lebih banyak anak usia sekolah yang tewas akibat senjata api daripada gabungan petugas polisi dan militer yang bertugas aktif,” ucap Biden.

 

Menurut data Gun Violence Archive (GVA), sepanjang tahun ini, AS sudah melaporkan 233 kasus penembakan massal. GVA mencirikan penembakan massal sebagai empat atau lebih tembakan atau korban terbunuh, tidak termasuk pelaku. 

 
Berita Terpopuler