Perwira Inggris: Rusia Rugi Besar, Kalah Secara Strategis

Rusia dinilai tidak akan pernah bisa mengambil seluruh wilayah Ukraina.

AP/Oleksandr Ratushniak
Tentara Ukraina melihat layar drone yang menunjukkan posisi pasukan Rusia selama pertempuran sengit di garis depan di Severodonetsk, wilayah Luhansk, Ukraina, Rabu, 8 Juni 2022.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kepala angkatan bersenjata Inggris mengatakan Rusia telah "kalah secara strategis" dalam perang di Ukraina dan sekarang kekuatannya semakin berkurang. Laksamana Sir Tony Radakin, mengatakan, Rusia menderita kerugian besar, kehabisan pasukan dan rudal canggih, dan tidak akan pernah bisa mengambil alih seluruh Ukraina.

"Ini adalah kesalahan yang mengerikan dari Rusia. Rusia tidak akan pernah menguasai Ukraina,” kata Tony Radakin kepada PA Media dalam sebuah wawancara, dilansir dari laman the Guardian, Jumat (17/6/2022).

Perwira militer berpangkat tinggi itu mengatakan, presiden Rusia Vladimir Putin telah kehilangan 25 persen dari kekuatan darat Rusia hanya untuk keuntungan kecil. Kekuatan Rusia akan berkurang, sementara kekuatan NATO bertambah. "Rusia sudah kalah secara strategis. NATO lebih kuat, Finlandia dan Swedia ingin bergabung," kata Tony Radakin.

Radakin mengatakan, Putin dapat mencapai keberhasilan taktis dalam beberapa pekan mendatang. Tapi itu telah mengorbankan seperempat kekuatan tentara negaranya untuk keuntungan kecil, dan kehabisan pasukan serta rudal berteknologi tinggi. "Mesin Rusia sedang melaju, dan bertambah beberapa, dua, tiga, lima kilometer setiap hari,” kata laksamana itu.

"Dan Rusia memiliki kerentanan karena kehabisan orang, kehabisan rudal berteknologi tinggi. Presiden Putin telah menggunakan sekitar 25 persen dari kekuatan pasukannya untuk mendapatkan sejumlah kecil wilayah dan 50 ribu orang tewas atau terluka. Rusia gagal,” jelas Tony Radakin.

Baca Juga

Klaim Tony Radakin menggemakan laporan intelijen Inggris yang terbaru, mengatakan beberapa kelompok taktis batalyon Rusia (BTG) biasanya didirikan sekitar 600 hingga 800 personel. Tapi sekarang hanya mampu mengerahkan sedikitnya 30 tentara saja.

Meskipun Rusia mencapai keberhasilan taktis di Donbas, keberhasilan baru-baru ini datang dengan “biaya dan sumber daya yang signifikan” dan dengan memusatkan kekuatan serta tembakan pada satu bagian dari keseluruhan kampanye.

"Diukur dengan rencana awal Rusia, tidak ada tujuan strategis yang tercapai. Agar Rusia dapat mencapai segala bentuk kesuksesan akan membutuhkan investasi tenaga besar dan peralatan yang berkelanjutan, dan kemungkinan akan memakan waktu lebih lama,” tulis sebuah laporan.

Bantah invasi Rusia

Dengan latar belakang kritik yang tampaknya universal terhadap kampanye yang sudah hampir empat bulan dilakukan Rusia, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, melakukan wawancara dengan BBC pada Kamis lalu.

"Kami tidak menginvasi Ukraina,” klaim Sergei Lavrov.

"Kami mendeklarasikan operasi militer khusus karena kami sama sekali tidak memiliki cara lain untuk menjelaskan kepada barat bahwa menyeret Ukraina ke NATO adalah tindakan kriminal," kata Sergei Lavrov.

Mengatasi hubungan Moskow dengan Inggris, Sergei Lavrov menyatakan dia tidak lagi percaya ada "ruang untuk manuver."

“Karena (Boris) Johnson dan (Liz) Truss menyatakan secara terbuka bahwa kita harus mengalahkan Rusia, kita harus memaksa Rusia bertekuk lutut. Ayo, lakukanlah.”

Kremlin pada Kamis lalu memperingatkan terhadap pasokan senjata Barat ke Ukraina ketika presiden Prancis Emmanuel Macron, kanselir Jerman Olaf Scholz, dan perdana menteri Italia Mario Draghi, mengunjungi Kyiv.

"Saya berharap para pemimpin ketiga negara bagian ini dan presiden Rumania tidak hanya fokus mendukung Ukraina dengan lebih lanjut memompa Ukraina dengan senjata,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seraya menambahkan bahwa itu sama sekali tidak berguna dan akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut bagi negara.



 
Berita Terpopuler