20 Pasien BA.4 dan BA.5 Sudah Sembuh, Hanya Satu Bergejala Sedang

Menkes perkirakan puncak kasus subvarian BA.4 dan BA.5 bisa mencapai 25 ribu kasus.

ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin dosis ketiga kepada warga di Denpasar, Bali, Selasa (14/6/2022). Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengimbau masyarakat untuk mengikuti program vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau penguat (booster) sebagai antisipasi penyebaran COVID-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah, Rr Laeny Sulistyawati

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan 20 pasien terkonfirmasi positif subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia telah seluruhnya dinyatakan sembuh secara medis. Dari 20 pasien hanya satu yang terdata memiliki gejala sedang.

"Seluruhnya mengalami gejala ringan, kecuali satu orang pasien perempuan umur 20 tahun di Jakarta ada keluhan sesak napas. Sehingga masuk kategori sakit sedang," kata Mohammad Syahril, Kamis (17/6/2022).

Ia mengatakan sampai dengan 14 Juni 2022 total kasus BA.4 dan BA.5 yang telah diidentifikasi mencapai 20 kasus, terdiri atas dua kasus BA.4 dan 18 kasus BA.5. Berdasarkan domisili, kata Syahril, tiga warga negara asing (WNA) berada di Bali dan sisanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) masing-masing di Banten satu orang, Jakarta empat orang, Jawa Barat 12 orang.

Sebagian pasien ada yang belum menerima suntikan dosis booster atau penguat. "Sebanyak delapan orang adalah pasien laki-laki dan 12 lainnya pasien perempuan. Yang dirawat inap satu orang dan rawat jalan 19 orang," katanya.

Berdasarkan tingkat keparahannya, kata Syahril, sebanyak 16 bergejala ringan dan empat lainnya tidak bergejala. "Kasus di Jawa Barat merupakan klaster di keluarga sebanyak tiga klaster," ujarnya.

Dari 20 pasien BA.4 dan BA.5 terdapat tiga anak berusia lima hingga 12 tahun. Meski anak tersebut belum menerima vaksin Covid-19, gejala yang timbul relatif ringan.

Menurut Syahril, per hari ini seluruh pasien tersebut telah dinyatakan sembuh dan bisa dipulangkan. Syahril mengatakan Kemenkes masih mengumpulkan laporan dari hasil penelitian Whole Genome Sequencing (WGS) dari lima provinsi yang sedang mengalami tren kenaikan kasus untuk melacak transmisi virus dari pasien sembuh tersebut. Provinsi yang dimaksud adalah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Menurut Syahril, pemerintah berkewajiban memeriksa WGS agar seluruh pasien Covid-19 yang meningkat saat ini terpapar subvarian baru atau varian lama. "Itu dilakukan WGS untuk pastikan apakah pasien itu sudah semuanya subvarian BA.4, BA.5 atau campuran," katanya.

Munculnya subvarian Omicron baru BA.4 dan BA.5 menjadi penyebab kasus Covid-19 kembali meningkat. Syahril mengatakan, naik turunnya kasus, termasuk hospitalisasi dan angka kematian merupakan dinamika masa pandemi.

Ia pun memastikan fasilitas kesehatan saat ini sudah cukup siap dalam menghadapi lonjakan kasus covid-19 varian baru omicron BA.4 dan BA.5 ini. Kemenkes, kata Syahril, sudah menyiapkan surat edaran kepada seluruh dinas kesehatan, serta rumah sakit untuk mewaspadai adanya lonjakan kasus Omicron. Hal ini untuk menyiapkan seluruh sumberdaya dalam memberikan layanan.

"Dari hulu ke hilir sebetulnya sistem kita sudah terbentuk. Jadi kita melakukan long tracing maupun tracing. Kemudian pihak rumah sakit dengan pengalaman dua tahun ini, kita memiliki kesiapan yang lebih baik, mulai dari SDM, sarana prasarana, alat medis, APBD maupun sistemnya," ungkapnya.

Kepala Subbid Dukungan Kesehatan Bidang Darurat Satgas Covid-19 Alexander K Ginting menyebut kenaikan kasus saat ini dipicu perubahan varian virus yang dibarengi pelonggaran kepatuhan pada protokol kesehatan. "Setiap ada perubahan varian, mengakibatkan kejadian kenaikan kasus yang dibarengi faktor lain seperti pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat, individu, keluarga, dan komunitas," kata Alexander Ginting.

"Pola itu ketahui berdasarkan riwayat pandemi yang terjadi di Tanah Air dalam dua tahun terakhir," kata Alexander.

Pada Januari hingga Maret 2021, Indonesia berada di fase darurat yang ditandai angka kasus aktif meningkat 100 ribu hingga 175 ribu. Pada Mei, Juni dan Juli 2021, kata Alexander, kasus aktif mencapai 550 ribu kasus.

"Pada puncak di bulan Juli, ada varian baru Delta. Kalau Januari original strain Wuhan," katanya.

Melalui penanggulangan yang komprehensif dan imunitas dari vaksin, Indonesia masuk fase pengendalian pandemi sekitar September, Oktober, November 2021. Tapi pada 16 Desember 2021, Indonesia kembali alami kenaikan kasus yang memuncak di Februari-Maret 2022 dan bersamaan dengan kemunculan Omicron dan subvarian BA.1 dan BA.2, BA.3.

"Baru pada April 2022, kita alami pelandaian karena penularan yang bisa ditanggulangi, tapi juga karena imunitas tubuh yang sudah terbangun. Vaksinasi dosis lengkap sudah 80 persen dan sudah tercapai 54 juta orang di-booster (dosis penguat)," katanya.








Baca Juga

Data Kemenkes mencatat lima provinsi di Indonesia mengalami kenaikan kasus Covid-19 yang terjadi sejak 10 Juni 2022 hingga saat ini. Kenaikan kasus Covid-19 terjadi sejak 10 Juni 2022 dengan 627 kasus. Tiga hari kemudian sempat turun lalu sekarang naik lagi ke 1.242 kasus.

Lima provinsi dengan angka kasus tertinggi secara nasional di antaranya Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Penyebab utama kenaikan kasus adalah kemunculan varian baru Covid-19 yang menjadi bagian dari dinamika pandemi. Kenaikan kasus yang mungkin terjadi saat ini,  dipengaruhi subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.

Puncak kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 diperkirakan mencapai 25 ribu kasus per hari. Perkiraan itu didasarkan pada pemantauan kasus varian tersebut di negara lain.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, di Afrika Selatan sebagai negara pertama teridentifikasinya varian baru SARS-CoV-2 tersebut, puncak kasus BA.4 dan BA.5 hanya sepertiga dari puncak kasus Covid-19 akibat infeksi varian Omicron atau Delta sebelumnya.

Itu artinya, jika pada saat puncak varian Delta dan Omicron sebelumnya di Indonesia terjadi 60 ribu kasus per hari, maka diperkirakan puncak Omicron subvarian baru BA.4 dan BA.5 hanya akan mencapai 20 ribu hingga 25 ribu kasus per hari.

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menilai munculnya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 artinya tidak ada yang tahu wajah Covid-19 selanjutnya seperti apa. Sehingga, subvarian ini perlu diinvestigasi karena dikhawatirkan bisa menghindari antibodi yang sudah terbentuk.

"Kita tidak tahu wajah Covid-19 selanjutnya seperti apa. Kebetulan ada varian baru dari jenis yang sama yaitu omicron tetapi dengan tipe yang berbeda," ujar Laura saat dihubungi Republika, Rabu (15/6/2022).

Dengan kondisi sub varian BA.4 dan BA.5 telah memasuki Indonesia, Laura merekomendasikan adanya investigasi terkait subvarian ini, termasuk mencari tahu kemunculan varian baru ini berkaitan dengan peningkatan kasus dengan kemuculannya. Sebab, Laura mengingatkan kini sudah banyak orang yang punya kekebalan tubuh untuk menghadapi Covid-19, baik yang sudah mendapatkan vaksin maupun orang yang terinfeksi natural.

"Kemudian, memunculan subvarian baru dikhawatirkan bisa menghindari antibodi. Artinya antibodi tidak mengenal sub varian ini," katanya.

Laura mewanti-wanti subvarian ini masih bisa berkembang walaupun sudah memiliki antibodi. Untuk mencegah penularan sub varian ini, Laura menegaskan caranya tak bisa mengandalkan vaksin saja melainkan juga dikombinasikan dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes).  

"Prokes kan tidak melihat apakah varian baru atau varian lama, penerapannya bisa mencegah penularan. Karena prokes bisa mencegah semua varian, baik yang baru atau lama," ujarnya. 

Penyebaran omicron BA.4 dan BA.5. - (Republika)

 
Berita Terpopuler