Dilanda Krisis, Warga Sri Lanka Antre Bikin Paspor Agar Bisa Bekerja di Luar Negeri

Hingga Mei, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor.

AP Photo/Eranga Jayawardena
Seorang wanita menawar saat dia membeli sayuran di sebuah pasar di Kolombo, Sri Lanka, Jumat, 10 Juni 2022. Negara ini menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam ingatan baru-baru ini.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Warga Sri Lanka berbondong-bondong mendatangi kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi untuk membuat paspor. Mereka berencana meninggalkan Sri Lanka yang dilanda krisis ekonomi dan mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain.

Baca Juga

Salah satu warga Sri Lanka yang mmengantre untuk membuat paspor adalah RMR Lenora (33 tahun). Dia telah mengantre selama dua hari dan berharap bisa mendapatkan paspor untuk mengadu nasib ke negara lain. 

Lenora yang merupakan pekerja di pabrik garmen, memutuskan untuk melamar pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di Kuwait. Langkah ini diambil setelah suami Lenora diberhentikan dari sebuah restoran kecil tempat dia bekerja sebagai juru masak.

"Suami saya kehilangan pekerjaannya. Kami tidak punya gas untuk memasak dan biaya makanan meroket. Sangat sulit untuk mencari pekerjaan dan gajinya sangat rendah," kata Lenora.

Lenora mengatakan, dia mengantongi penghasilan sekitar 2.500 rupee Sri Lanka atau 6,80 dolar AS per hari sebagai buruh garmen. Penghasilan Lenora tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

"Dengan dua anak, (penghasilan) itu tidak mungkin cukup," kata Lenora.

Pekan lalu, Lenora menempuh perjalanan cukup jauh dari tempat tinggalnya di Kota Nuwara Eliya ke Ibu Kota komersial Kolombo untuk membuat paapor. Dengan membawa baju ganti dan payung, Lenora naik kereta api dari Nuwara Eliya ke Kolombo dengan jarak sejauh 170 kilometer. Lenora membawa dokumen yang dibutuhkan untuk membuat paspor pertamanya.

Dalam antrean, Lenora bergabung dengan buruh, pemilik toko, petani, pegawai negeri dan ibu rumah tangga. Beberapa dari mereka menginap dengan mendirikan kemah di halaman kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi untuk membuat paspor. Mereka ingin melarikan diri dari krisis keuangan terburuk di Sri Lanka dalam tujuh dekade. Lenora bertekad melakukan segala macam upaya untuk agar kehidupan anak-anaknya menjadi lebih baik.

"Saya ingin menghabiskan dua tahun di Kuwait, saya yakin bisa mendapatkan uang dan menabung dengan cukup, kemudian kembali (ke Sri Lanka). Saya ingin mendidik anak perempuan saya. Itu yang terpenting," ujar Lenora.

Dalam lima bulan pertama tahun 2022, Sri Lanka telah mengeluarkan 288.645 paspor. Jumlah itu meningkat dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, yaitu sebanyak 91.331 paspor.

Di dalam Departemen Imigrasi dan Emigrasi, orang-orang mengantri selama berjam-jam untuk mengambil foto dan sidik jari mereka. Seorang pejabat senior mengatakan, 160 anggota staf kelelahan karena berusaha memenuhi permintaan paspor yang membludak. HP Chandralal, yang mengawasi otorisasi sebagian besar aplikasi paspor, mengatakan, Departemen Imigrasi dan Emigrasi telah memperketat keamanan, memperpanjang jam kerja, dan melipatgandakan jumlah paspor yang dikeluarkan. Menurut Chandralal, setidaknya 3.000 orang menyerahkan formulir pengajuan paspor setiap hari. 

Chandralal mengatakan, sistem aplikasi online untuk pengajuan paspor telah mengalami gangguan selama beberapa bulan terakhir. Oleh karena itu, antrian pengajuan paspor sangat panjang di kantor imigrasi. Bahkan tak jarang, warga mengalami frustasi dan memarahi petugas karena menunggu terlalu lama.

 “Sangat sulit berurusan dengan masyarakat karena mereka frustrasi dan tidak mengerti bahwa sistem tidak dilengkapi untuk menangani permintaan semacam ini. Jadi mereka marah dan menyalahkan kami, tetapi tidak ada yang bisa kami lakukan," kata Chandralal.  

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, Sri Lanka berisiko mengalami darurat kemanusiaan besar-besaran. PBB telah meluncurkan rencana untuk memberikan bantuan senilai 47,2 juta dolar AS kepada 1,7 juta orang yang paling rentan di negara itu.

Dalam upaya untuk memperbaiki krisis, Sri Lanka sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket bailout, setelah menangguhkan pembayaran utang luar negerinya sekitar 12 miliar dolar AS pada April. Pemerintah memperkirakan, membutuhkan setidaknya 5 miliar dolar AS untuk memenuhi impor penting selama sisa tahun ini.

Sri Lanka mengalami kekurangan makanan, gas untuk memasak, bahan bakar, dan obat-obatan. Sri Lanka mengalami depresiasi mata uang, inflasi yang mencapai lebih dari 33 persen, serta ketidakpastian politik dan ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini mendorong sebagian besar warga Sri Lanka untuk bermigrasi.  Pemerintah ingin mendukung lebih banyak orang yang berharap bekerja di luar negeri, agar dapat meningkatkan pengiriman uang. 

 
Berita Terpopuler