Ahli: Covid-19 Bikin Virus Lain Berlaku Aneh, Membahayakan Anak

Dampak Covid-19 terhadap virus lain terlihat dari kasus hepatitis misterius.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Dampak Covid-19 terhadap virus lain dapat terlihat dari beberapa kasus penyakit yang saat ini sedang merebak.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa ahli mengungkapkan bahwa Covid-19 membuat virus-virus lain berperilaku tidak seperti biasanya. Kondisi ini dinilai dapat membuat membuat anak lebih berisiko terhadap kondisi yang membahayakan.

Dampak Covid-19 terhadap virus lain dapat terlihat dari beberapa kasus penyakit yang saat ini sedang merebak. Contoh dari kasus tersebut adalah hepatitis misterius pada anak, wabah cacar monyet di luar wilayah endemik, penyakit pernapasan, dan scarlatina atau demam scarlet. Sebagian dari masalah kesehatan ini umumnya mempengaruhi anak-anak.

"Sekarang setelah orang-orang tak lagi menggunakan masker, tempat-tempat umum mulai dibuka, kita melihat virus-virus berperilaku dengan cara yang sangat aneh, serta belum pernah terlihat sebelumnya," jelas pakar kesehatan dari Yale University Dr Scott Roberts, seperti dilansir The Sun, Rabu (15/6/2022).

Contoh lainnya adalah musim flu di Amerika Serikat. Sebelum pandemi Covid-19, musim flu di negara tersebut tidak pernah berlangsung hingga Juni. Tapi saat ini, musim flu di Amerika Serikat masih berlangsung hingga Juni.

"Covid-19 jelas memberikan dampak yang sangat besar terhadap situasi ini," ujar Dr Roberts.

Kecenderungan untuk berdiam diri di rumah selama pandemi Covid-19 juga dinilai turut berperan dalam menurunkan imunitas terhadap berbagai paparan virus yang umum. Biasanya, anak-anak bisa terpapar oleh sejumlah kuman saat berada di sekolah atau tempat penitipan anak.

Baca Juga

Paparan ini lambat laun turut membangun perlindungan terhadap paparan kuman di tahun-tahun awal kehidupan. Namun, hal ini tak terjadi selama masa pandemi.

Ahli menilai situasi ini turut berdampak pada terjadinya lonjakan infeksi pernapasan tak biasa akibat respiratory syncytial virus (RSV). Kasus infeksi RSV biasanya hanya terjadi di musim dinin, namun sekarang lonjakan kasus infeksi RSV juga terjadi di musim panas.

Wabah demam scarlet atau penyakit Victorian juga mulai meningkat di berbagai wilayah Amerika Serikat dalam beberapa bulan ke belakang. Wabah paling tak biasa yang juga terjadi saat ini adalah hepatitis misterius yang dicurigai berkaitan dengan infeksi adenovirus.

"Mungkin selama dua tahu ke belakang anak-anak terisolasi dari teman seusia mereka, sehingga mereka tidak terapapar oleh virus penyakit anak-anak biasa yang dapat membangun imunitas," ungkap ahli hepatologi dari Imperial College London Prof Simon Taylor-Robinson.

Situasi ini membuat paparan virus yang biasa seperti adenovirus dapat memunculkan gejala yang lebih berat pada anak-anak tersebut. Padahal, adenovirus biasanya hanya memunculkan keluhan seperti batuk pilek.

Pandemi batasi vaksinasi
Selama pandemi Covid-19 berlangsung, tingkat vaksinasi pada anak-anak terlihat mengalami penurunan. Penurunan tingkat vaksinasi ini bisa melemahkan proteksi yang dimiliki anak terhadap berbagai penyakit menular, seperti campak.

Di Amerika Serikat misalnya, cakupan vaksinasi MMR untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella atau campak Jerman pada anak berusia lima tahun hanya 85,5 persen. Padahal untuk mengendalikan penyebaran campak, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan cakupan vaksinasi yang diperlukan adalah 95 persen.

Pandemi buat penyakit lain kurang diperhatikan
Saat perhatian masyarakat tertuju pada Covid-19 selama dua tahun ke belakang, penyakit lain seperti cacar monyet dan tuberkulosis mungkin menyebar tanpa disadari. Di Inggris, misalnya, UK Health and Security Agency (UKHSA) menemukan adanya peningkatan kasus tuberkulosis. Anak kecil, balita, dan bayi merupakan kelompok yang lebih berisiko untuk sakit bila terpapar tuberkulosis.

Asal usul cacar monyet. - (Republika)

Per Juni, WHO juga mengungkapkan bahwa cacar monyet mungkin sudah menyebar di tengah masyarakat beberapa bulan hingga dua tahun sebelum wabah menyeruak. Hingga saat ini, ratusan kasus cacar monyet sudah terdeteksi di berbagai negara nonendemik, termasuk Inggris.

Sebagian kasus cacar monyet ini mengenai laki-laki berusia 30-40 tahunan. Investigasi masih dilakukan untuk mengetahui bagaimana cacar monyet menyebar dalam wabah kali ini.

"Belum ada bukti bahwa virus monkeypox berkaitan dengan Covid-19 atau vaksin-vaksinnya. Tetapi pelonggaran lockdown, kembali terbukanya perjalanan internasional, mungkin kembali membuka pintu untuk infeksi baru bertransmisi," jelas Clinical Lead ZAVA UK Dr Babak Ashrafi.

 
Berita Terpopuler