Pemukim Israel Rasakan Aturan Militer yang Dijalani Palestina Selama 55 Tahun

Pemukim Israel di Tepi Barat mungkin akan segera merasakan aturan militer

AP Photo/Maya Alleruzzo
Pemukim Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat mungkin akan segera merasakan aturan militer yang telah dijalani warga Palestina selama 55 tahun.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Pemukim Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat mungkin akan segera merasakan aturan militer yang telah dijalani warga Palestina selama 55 tahun. Jika parlemen Israel tidak bertindak, status hukum khusus yang diberikan kepada para pemukim akan berakhir pada akhir bulan.

"Tanpa undang-undang ini, itu akan menjadi bencana. Pemerintah Israel akan kehilangan kendali di sini. Tidak ada polisi, tidak ada pajak," kata gubernur Dewan Regional Benyamin kelompok pemukiman di luar Yerusalem Israel Ganz.

Selama lebih dari setengah abad, Israel telah berulang kali memperbarui peraturan dengan memperluas payung hukum ke hampir 500.000 pemukim, meski tidak berlaku untuk lebih dari 2,5 juta warga Palestina di Tepi Barat. Setelah gagal disahkan pada Senin (6/6/2022), Rancangan Undang-Undang (RUU) itu akan diajukan untuk pemungutan suara lagi di Knesset minggu depan. Pengajuan ini  upaya terakhir untuk menyelamatkan koalisi pemerintahan dan pengaturan hukum.

Aturan tersebut menopang sistem hukum yang terpisah untuk orang Yahudi dan Palestina di Tepi Barat. "Ini adalah bagian dari undang-undang yang memungkinkan apartheid," kata direktur kelompok hak asasi manusia Israel HaMoked Jessica Montell, kelompok ini memberikan bantuan hukum kepada Palestina.

"Seluruh perusahaan pemukiman bergantung pada mereka yang menikmati semua hak dan manfaat menjadi orang Israel meskipun mereka berada di wilayah pendudukan," ujarnya.

Mayoritas dukungan Knesset mempertahankan sistem yang terpisah. Alasan utama RUU itu tidak disahkan adalah bahwa oposisi nasionalis yang sangat mendukungnya secara paradoks menolak.

Tindakan penolakan ini dilakukan untuk mendukung upaya menjatuhkan pemerintah koalisi. Dalam nada yang sama, anggota parlemen anti-pemukiman memilih mendukung aturan itu untuk menjaga koalisi tetap bertahan.

Israel merebut Tepi Barat dalam perang Timur Tengah 1967 dan telah membangun lebih dari 130 pemukiman di sana. Banyak di antaranya menyerupai kota kecil, dengan blok apartemen, pusat perbelanjaan, dan zona industri.

Peraturan darurat, pertama kali diberlakukan pada 1967 dan diperbarui secara teratur, memperluas sebagian besar hukum Israel ke pemukim Tepi Barat. Kegagalan untuk memperbarui aturan pada akhir bulan ini akan memiliki konsekuensi yang luas bagi pemukim.


Asosiasi Pengacara Israel mengharuskan pengacara dan hakim untuk tinggal di negara itu. Tanpa aturan hukum, pemukim tidak akan bisa mempraktikkan hukum di pengadilan Israel. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap dua hakim agung, salah satunya baru-baru ini menegakkan perintah untuk memindahkan paksa ratusan warga Palestina.

Selain itu, pemukim yang melanggar hukum pun akan diadili di pengadilan militer. Pengadilan militer ini biasanya dikenakan kepada penduduk Palestina yang diduga melakukan kesalahan.

Ditambah lagi para pemukim bisa kehilangan kemampuan untuk menggunakan asuransi kesehatan nasional untuk perawatan di Tepi Barat. Mereka pun tidak bisa memperbarui status dalam daftar penduduk dan mendapatkan kartu identitas nasional yang biasanya terjadi hanya kepada warga Palestina.

Aturan tersebut juga memberikan dasar hukum bagi Israel untuk memenjarakan ribuan warga Palestina yang telah dihukum oleh pengadilan militer di penjara-penjara di dalam wilayah Israel, meskipun hukum internasional melarang pemindahan tahanan keluar dari wilayah pendudukan. Kelalaian undang-undang tersebut dapat memaksa Israel untuk memindahkan para tahanan itu kembali ke Tepi Barat yang hanya memiliki satu penjara Israel.

Solusi pilihan yang ada adalah bahwa Israel mencaplok Area C, 60 persen dari Tepi Barat dengan Israel sudah menjalankan kendali penuh. Area C mencakup pemukiman, serta daerah pedesaan yang menjadi rumah bagi sekitar 300.000 warga Palestina.

Sebagian besar orang Palestina tinggal di Area A dan B. Pusat populasi ini tersebar dan terputus di mana Otoritas Palestina menjalankan pemerintahan sendiri yang terbatas.

 
Berita Terpopuler