Bayi tak Berhenti Menangis, Kapan Harus Diperiksakan ke Dokter?

Kenali tanda-tanda bahaya di balik tangisan bayi.

Pixabay
Bayi menangis. Jangan biarkan bayi menangis terlalu lama.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tangisan tak selalu pertanda bayi sekadar merasa haus, lapar, atau popoknya sudah basah. Ketika bayi  tak berhenti menangis, bisa jadi dia sedang mengalami sesuatu yang serius.

Bidan Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS), Piroska Cavell, menyarankan agar orang tua tidak membiarkan bayi yang baru lahir menangis dalam waktu lama. Cavell yang telah membantu kelahiran ratusan bayi di Inggris dalam 10 tahun kariernya menjelaskan bahwa tangisan bayi di awal kelahirannya memang menjadi tanda bahwa bayi baik-baik saja.

Baca Juga

"Sejak mereka lahir, bayi harus beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim, di luar kehangatan, perlindungan, dan keamanan tubuh ibu," ujar perempuan berusia 55 tahun itu, dilansir laman The Sun, Rabu (8/6/2022).

Paru-paru bayi diaktifkan saat terpapar udara, dan tangisan pertama mereka adalah untuk mengeluarkan cairan di paru-paru. Itu membantu paru-paru mengembang sehingga dapat bekerja dengan baik.

Lain halnya dengan tangisan ketika bayi bertumbuh. Saat bayinya menangis selama berjam-jam, para orang tua perlu merasa khawatir. Seiring berjalannya waktu, para orang tua pasti akan paham kalau tangisan bayinya terdengar berbeda.

"Sebagai acuan, setiap rengekan bernada tinggi, rengekan, serak, terengah-engah, atau suara seperti siulan, semuanya merupakan indikasi bahwa ada sesuatu yang tidak benar," kata bidan yang juga pendiri Clinic Sese, Whitstable, Kent itu.

Segera periksa suhu bayi, lihat tangisannya. Ingat-ingat apakah bayi sudah minum ASI secara normal, apakah popoknya sudah penuh dan kotor, dan apakah bayi tampak seperti biasa atau justru lesu.

NHS mengatakan, para orang tua harus selalu mempercayai insting mereka jika mereka meyakini bahwa bayi mereka tidak sehat. Sebab, orang tua mengenal bayi mereka lebih baik daripada orang lain.

Cavell mengatakan, ada beberapa alasan mengapa bayi yang baru lahir tidak boleh dibiarkan menangis terlalu lama. Tangisan adalah bentuk komunikasi bayi untuk meyakinkan diri mereka bahwa orang tuanya ada di dekatnya dan akan memenuhi kebutuhannya seperti saat masih di dalam kandungan. Jadi, menurut Cavell, jangan biarkan bayi menangis terlalu lama.

"Ada tiga hal utama yang bayi butuhkan, makanan, popok ganti, dan yang terpenting adalah pelukan," kata Cavell.

Walaupun begitu, ada juga yang percaya bahwa membiarkan bayi menangis sendirian adalah salah satu dari teknik pengasuhan. Membiarkannya menangis diyakini dapat membantu bayi belajar untuk menenangkan diri dan mengatasi emosi.

Padahal, salah satu penelitian terbaru oleh University of Warwick menemukan bahwa membiarkan bayi menangis tidak berdampak pada perkembangan perilaku atau keterikatan mereka dengan ibu. Itu juga tidak dapat membantu mereka mengembangkan pengendalian diri.

Tapi tentu saja, ini adalah topik perdebatan panas. Umumnya, para ahli mengatakan bayi di bawah usia enam bulan harus selalu dimanjakan. Namun, kalau bayi sering menangis tanpa sebab, bisa jadi itu karena kolik.

Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) mengingatkan agar orang tua segera ke rumah sakit jika:

- Khawatir pada tangisan bayi

- Bayi mengalami kolik dan segala cara tidak berhasil meredakannya

- Merasa sulit menenangkannya

- Bayi tidak tumbuh atau tidak bertambah berat

- Bayi masih memiliki gejala kolik setelah usia empat bulan.

Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa tangisan bayi belum mencapai puncaknya pada usia empat bulan. Itu masih akan berlanjut hingga bayi berusia enam bulan.

Para peneliti di Denmark menantang penelitian tahun 1962 yang paling otoritatif, yang mengatakan bahwa tangisan memuncak pada enam minggu, sebelum menurun ke tingkat yang rendah setelah 12 minggu. Dengan mengumpulkan data dari 17 negara, 57 proyek penelitian, dan 7.600 bayi, data tersebut lebih kuat.

"Kami telah membuat dua model matematika yang cukup mewakili data yang tersedia," kata ahli saraf Christine Parsons dari Aarhus University.

 
Berita Terpopuler