Batas Percaya Diri dan Sombong, Bagaimana Membedakannya?

Rasa syukur dan kerendahan hati adalah kualitas sejati dari individu.

Thoudy Badai_Republika
Batas Percaya Diri dan Sombong, Bagaimana Membedakannya?
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah kita tidak diperbolehkan menunjukkan bakat kita kepada orang lain? Apakah kita berhak mendapatkan popularitas?

Baca Juga

Terkadang pujian dari orang lain membawa kegembiraan di hati dan memotivasi untuk berbuat lebih banyak. Tapi khawatir hal itu akan membawa kesombongan.

Ada pengertian kesombongan memandang rendah orang lain. Tetapi terkadang terlintas di benak pemikiran diri lebih baik dalam hal tertentu.

Namun, saat menyangkal hal itu rasanya seperti menyangkal kebenaran. Harus diakui setiap orang memiliki bakatnya masing-masing. 

Melansir About Islam, hal ini dapat dijelaskan bahwa semua hal berasal dari Allah SWT. Kita harus mengakui nikmat dan harus bersyukur, bukannya bangga.

Rasa syukur dan kerendahan hati adalah kualitas sejati dari individu yang beriman. Ketika seseorang mulai merasa bangga, dia harus mengubah perasaan itu menjadi rasa syukur. Tidak hanya dalam hal melakukan tindakan yang benar, tetapi juga dalam hal memiliki niat yang benar.

Sebagai Muslim, kita percaya kepada Allah SWT dan kehidupan setelah kematian. Bagi umat Islam, kehidupan yang sebenarnya pada dasarnya dimulai setelah kematian.

Dunia Barat mengatakan “Kamu Hanya Hidup Sekali,” sedangkan sebagai Muslim kita tahu kehidupan yang sebenarnya hanya setelah kematian. Dunia ini hanya untuk menguji kita, dan tidak lain hanyalah ilusi yang lewat.

Nabi Muhammad SAW berkata, “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (Tirmidzi)

Ini merujuk pada perbuatan bebas, perbuatan yang jelas-jelas dilarang dalam agama kita,  salah satunya adalah kesombongan. Sebelum kita mencoba dan menghindari rasa sombong, kita harus memahami mengapa hal itu tidak diperbolehkan dalam Islam.

Dalam Islam, kesombongan adalah kualitas Iblis. Dia adalah orang pertama yang menunjukkan kesombongan terhadap Allah ketika Allah memerintahkannya sujud kepada Adam. Iblis menolak dan menyatakan, dalam surat Sad ayat 76,

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

(Iblis) berkata, “Aku lebih baik darinya, karena Engkau menciptakanku dari api, sedangkan Engkau menciptakannya dari tanah.”

Oleh karena itu, tindakan atau niat apa pun yang meniru iblis tentu tidak diinginkan. Segala sesuatu dalam hidup ini, ketenaran, kekayaan, kesehatan, dan popularitas tidaklah bertahan lama. Namun, jika seorang mukmin bermaksud semua tindakan adalah untuk menyenangkan Allah dan dengan nama Allah, maka pahalanya tidak terbatas.

Seorang Muslim akan diberkati untuk itu di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, kita tidak perlu mengatakan kita melakukan suatu tindakan demi Allah.

Selama kita melakukan suatu tindakan dengan niat baik, Allah akan membalas kita dengan berlipat ganda. Selain itu, pujian dapat dilakukan dengan dua cara.

Dalam Al Furqan ayat 63,

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.”

Oleh karena itu, manfaatkan pujian dan tingkatkan keterampilan, tetapi jangan biarkan pujian itu membuat sombong. Sebaliknya, biarkan pujian itu membuat kita bersyukur.

 

 
Berita Terpopuler