PMK Bisa Dideteksi Dini, Sekjen MUI: Semangat Berqurban Jangan Kendor

MUI telah mengeluarkan fatwa tentang hewan yang terinfeksi PMK untuk dijadikan kurba

ROL/Abdul Kodir
Hewan kurban di Jakarta (ilustrasi).
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan mengimbau masyarakat Muslim untuk tetap meningkatkan semangat ibadah qurban meski ada di tengah maraknya penyakit mulut dan kuku (PMK). Dia juga mengingatkan, MUI telah mengeluarkan fatwa tentang hewan yang terinfeksi PMK untuk dijadikan hewan qurban.

Baca Juga

"Di tengah merebaknya PMK, semangat masyarakat harus terus kita pacu untuk semangat berqurban, jangan kendor. Karena penyakit PMK ini bisa dideteksi sejak dini untuk menghindari mana yang terkena dan mana yang tidak," tutur dia kepada Republika.co.id, Ahad (5/6/2022).

Buya Amirsyah mengatakan, tentu tidak semua hewan ternak terkena PMK dan kasusnya terjadi hanya di beberapa daerah. PMK pada hewan ternak, khususnya sapi, ini pun bisa dicegah jika dari awal dilakukan deteksi dini dan pemeriksaan sehingga dapat segera diatasi.

"Diperiksa dini agar jangan sampai terpapar dan diisolasi serta dipastikan bahwa yang dikurbankan itu adalah yang belum terpapar," tuturnya.

Untuk mengantisipasi PMK menjelang Idul Qurban, lanjut Buya Amirsyah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama dengan literasi, yaitu dengan menjelaskan apa itu PMK supaya masyarakat memiliki pengetahuan yang sama tentang PMK. Kedua, mengedukasi masyarakat. Ketiga, yakni sosialisasi kepada masyarakat agar jangan sampai muncul faktor ketidaktahuan, yang justru bisa menimbulkan penyebaran PMK.

"Ini menjadi tugas semua pihak, khususnya pemerintah bersama stakeholder lainnya kepada masyarakat. Jangan sampai ketidaktahuan menimbulkan penyebaran PMK. Pemerintah perlu meningkatkan upaya dalam rangka penyebaran PMK, baik itu dalam penggunaan media sosial, media massa maupun lainnya," jelasnya.

 

Buya Amirsyah menambahkan, pada prinsipnya, berkurban adalah memberikan hewan kurban yang terbaik. Baik di sini maksudnya ialah dari sisi kesehatan secara fisik dan hal lain yang sesuai syariat Islam. Kalau pun kemudian ada hewan yang terindikasi terkena PMK, sebetulnya itu masih boleh.

"Yang gak boleh itu jika setelah dicek itu sudah sangat parah. Karena itu, harus cepat diobati atau disehatkan. Maka dibutuhkan peran dokter hewan untuk menyehatkan hewan yang akan dikurbankan. Di situlah, fatwa MUI, ada kategori yang boleh dikurbankan dan mana yang tidak. Yang masih gejala PMK itu bisa disembuhkan," tuturnya.

Di dalam Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah qurban saat kondisi wabah PMK, dijelaskan bahwa PMK adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan kambing. Penyakit ini salah satunya bisa menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan qurban. Sedangkan hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan qurban.

Untuk hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan qurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan qurban.

Namun, jika hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berqurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan qurban.

 

 

 
Berita Terpopuler